Setelah kita bisa merasakan SANG
PENCIPTA ditiap layer kehidupan, lalu karenanya kita menjalani hidup yang
lurus. Maka apapun itu yang terjadi hanya akan bermuara kepada satu titik,
yaitu SYUKUR, syukur itu adalah muaranya kebahagiaan, atau bisa diibaratkan
rasa syukur yang dengan sengaja kita hadirkan adalah magnet penarik kebahagian.
Maksud saya disini, apapun hasil
dari goal hidup kita. Baik itu berhasil atau tidak berhasil. Baik itu banyak
atau pun sedikit. Baik itu sempurna atau pun cacat. Apabila kita telah berhasil
bersyukur, maka kita sudah bersiap-siap di berbahagiakan olehNYA. Syukur dan
berbahagia itu seperti bayangan. Saat kita merasa berbahagia berarti kita telah
bersyukur. Begitu juga saat kita merasa syukur berarti kita sudah siap
berbahagia.
Tandanya apa... Apa tandanya
kalau kita telah berhasil bersyukur? Tandanya adalah kita tidak lagi khawatir
dengan hasil. Kita tidak lagi tersiksa dengan goal. Kita tidak meringis dengan
kegagalan. Kita memiliki baju tameng untuk segala perasaan negatif. Hati kita
seperti trampolin. Meski beban yang menginjak berat, kita berhasil
memantulkannya kembali dan tersenyum. Kita seringan balon, hembusan angin hanya
akan membuat kita makin naik keatas.
Saat kita bersyukur, kita akan
melihat dunia dengan tersenyum, apapun yang terjadi. Kenapa? Karena kita
memiliki definisi tersendiri tentang tersenyum. Bagi kita tersenyum adalah
ketulusan melihat apa yang ingin diperlihatkan Semesta. Apapun itu, meski yang
kita lihat secara logika tidaklah membahagiakan. Tetap dengan tulus kita
tersenyum, artinya kita menerima dengan ketulusan, karena kita sadar apapun
itu, itu dihadirkan olehNYA. Lalu dengan ketulusan pun kita merubahnya menjadi
baik, karena didalam aksi-aksi kita pun ada DIA yang senantiasa menemani.
Inilah puncak dari langkah kita menuju diberbahagiakan.
Bila kita berbahagia, kenyataan
hidup apapun tidak akan merobek-robek. Bila kita menengok keluar dan melihat
keburukan hidup dimana-mana. Kita tidak akan dibuat risau olehnya. Dengan tulus
kita akan bergerak untuk memperbaikinya, bukan menyerap keburukannya. Semua
yang dihidup kita ini adalah energi. Energi tidak hilang, hanya akan berubah.
Saat kita berbahagia, kita tidak
lagi menyerap energi negatif dari sekitar. justru kita memancarkan energi
positif yang akan mengubah energi negatif itu menjadi positif. Saat berbahagia
kita menjadi sangat baik dan hanya akan melakukan kebaikan. Kita menjadi
mercusuar yang memancarkan energi positif. SANG PENCIPTA menjadikan kita
sebagai contoh kebaikan dan harmonisasi untuk sesama. Ini semua ditarik oleh
satu syarat, yaitu “SYUKUR” sebagai puncak dari langkah menuju kebahagian.
Apakah kemarin pagi Anda
bersyukur telah dibangunkan kembali dari tidur? Apakah kemarin siang kita mensyukuri
kaki-kaki kita yang masih bisa berjalan? Tangan yang masih kuat menggenggam?
Mata yang bisa mengerlip? Kulit yang masih sanggup berkeringat? Mulut yang
masih bisa mengunyah?
Keajaiban-keajaiban sederhana
yang terlupakan karena kita hanya terfokus pada yang besar, dan mensia-siakan
yang kecil. Dengan mudah kita mensyukuri uang, jabatan, pendidikan, pekerjaan,
usaha. Tapi tidak keajaiban-keajaiban sederhana yang terjadi didalam diri kita
sendiri. Sudahkan kita bersyukur hari ini? Atau kita masih tetap setia dengan
segala keluhan-keluhan.
Ciri-ciri manusia yang berhasil bersyukur
adalah mereka senantiasa menikmati hasil dan bertindak dengan ketulusan. Mereka
merasa nyaman dengan diri mereka apa adanya, tidak membandingkan diri mereka
dengan diri yang lain. Mereka itu bukan tukang nyinyir, yang selalu
melihat-lihat kelebihan dan kekurangan orang lain.
Manusia yang bersyukur selalu
menikmati tiap hasil dari aksi-aksi mereka. Karena mereka senantiasa bertindak
berdasarkan ketulusan hanya kerena SANG PENCIPTA. Mereka percaya apapun dan
bagaimana pun hasilnya itu adalah anugerah SANG PENCIPTA.
Hidup manusia yang bersyukur itu
seperti awan, awan selalu bergerak ringan, tanpa beban. Selalu flexibel dengan
perannya. Begitu juga dengan mereka yang bersyukur. Mereka selalu mengikuti
alur Universe, tanpa menahannya dengan ego dan nafsu peribadi.
Lalu bagaimana dengan kita?
Semoga ciri-ciri itu bisa melekat didalam diri. Kalaulah belum, mari kita
mantapkan dasar awalnya, yaitu merasakah kehadiranNYA ditiap layer kehidupan.
Salam Semesta
Copyright © www.pesansemesta.com
IG : @PesanSemesta.ig . FB : PesanSemesta.7