Ketakutan itu ibarat tali
pengekang. Harusnya kita bisa berjalan 1000 meter. Namun karena tali pengekang
kita hanya 100 meter, maka hanya sampai 100 meter saja kita bisa berjalan.
Padahal DIA tidak pernah membatasinya. Kita bebas berjalan berapa puluh ribu
meter pun. Tetap DIA bersama kita. Lalu kenapa kita membatasi diri saat DIA
tidak memberi batasan?
Ketakutan adalah batasan nyata
dalam hidup ini. Sejujurnya kita sering ditakut-takuti, atau lebih tepatnya
seumur hidup kita telah sukses di takut-takuti. Lihatlah hidup kita, bukankah
ditiap layernya ada ketakutan? Saya sangat senang apabila Anda menjawab tidak.
Tapi kebanyakan kita akan menjawab iya.
Dulu saat kita dilahirkan, orang
tua menjadi sangat takut apabila kita tidak tumbuh menjadi normal. Dengan kasih
sayangnya mereka akan merawat dan membesarkan, hanya agar kita sesuai dengan
nilai-nilai kenormalan yang berlaku. Kita dimasukkan kedalam sekolah, lanjut
perguruan tinggi, bekerja, menikah dan hidup sebagai sosok dewasa dengan
memegang nilai-nilai normal ini.
Akhirnya kita menjadi takut
apabila kita tidak sesuai dengan nilai-nilai normal yang berlaku. Menjadi tidak
normal dihadapan manusia adalah ketakutan tersembunyi yang senantiasa
menghantui hidup tanpa kita sadari keberadaannya.
Sangat manusiawi dan sangat sulit
untuk mengakui ini sebagai sebuah ketakutan, karena ini telah menjadi bagian
normal yang berlaku. Kita bisa mengakui diri bahwa kita takut kegelapan,
kesendirian, kemelaratan dan takut-takut lainnya. Tapi sulit bagi kita untuk
secara jujur mengakui bahwa kita takut menjalani hidup yang tidak normal dimata
yang lainnya. Padahal ketakutan itu nyata!
Kita takut tidak bekerja, karena
tidak mau disebut pengangguran. Kita takut tidak sekolah, karena tidak mau
disebut tidak berpendidikan (bodoh). Kita takut tidak beragama, karena tidak
mau disebut tidak berTuhan. Kita takut kemiskinan, karena tidak mau disebut
miskin. Kita takut tidak menikah, karena tidak mau disebut bujang. Kita takut
tidak memiliki anak, karena tidak mau disebut mandul.
Hidup adalah pilihan, secara
bebas kita boleh memasukkan ketakutan apa saja dalam hidup ini. Tapi apakah
kita akan melakukannya? Apakah kita akan membiarkan ketakutan mengambil alih
hidup kita? Apakah kita harus mengubur impian diri kita yang berbeda, hanya
karena takut penilaian orang lain?
Ambil contoh si penemu pesawat,
pasti dulu dia memulainya dengan sebuah impian untuk bisa terbang. Lalu pada
masanya, orang-orang menganggap dirinya sangat tidak masuk akal, atau bahkan
gila. Tapi, apakah si penemu pesawat itu terpengaruh oleh penilaian orang lain?
Apakah dia takut dengan penilaian orang lain? Apabila iya, tentu kita tidak
akan melihat pesawat-pesawat berterbangan di angkasa.
Ingat satu hal! Apapun itu, impian
Anda memang harus menakutkan, dan biarkan selalu seperti itu. Apabila belum
menakutkan, maka itu belum disebut impian. Biarkan impian itu menakutkan, tapi
jangan pernah membiarkan diri Anda sedikitpun takut untuk mewujudkan impian itu.
Ketakutan adalah sumber dari
bencana, dan hal yang paling sering kita takuti adalah mewujudkan impian kita
sendiri. Betapa sering kita memimpikan sesuatu sambil terus merasa takut dengan
cara perwujudannya juga.
Kita sering menghantui diri kita
dengan hal-hal yang bahkan belum berwujud apa-apa. Kita sering menggaungkan
kata-kata yang mengkerdilkan impian kita sendiri. Kita sering berubah profesi
menjadi peramal, dengan meramal sebuah ketidak berhasilan impian kita sendiri. Itu
semua kita lakukan bahkan saat kita belum melakukan aksi apapun untuk
mewujudkan impian itu, selain aksi memunculkan ketakutan.
Saat kita dengan sengaja
membiarkan rasa takut muncul, maka secara otomatis kita telah memanggil
teman-temannya; yaitu keraguan, ketidak nyamanan, ketidak bahagiaan. Lalu
secara tidak sadar setiap langkah ketakutan kita adalah untuk menghadapi si teman-temanya
ketakutan juga.
Saat kita takut dengan impian
kita, maka akan muncul keragu-raguan dalam menjadikannya nyata. Ini membuat
setiap aksi yang kita lakukan menjadi tidak nyaman. Semakin tidak nyaman maka
semakin dekat pula kita dengan ketidak bahagiaan. Ini seperti memutar lagu
dengan mengaktifkan tombol re-play, otomatis akan berulang-ulang sampai kita
menonaktifkan tombol re-play itu sendiri.
Berilah contoh simpelnya seperti
ini; sepasang suami istri hidup bersama selama 12 tahun dan telah dikaruniai 3
orang anak. Dua bersekolah dibangku SD dan satu lagi balita. Seperti suami
normalnya, sang suami pun bekerja di kantor. Meski tidak bekerja kantoran si
istri mampu menghasilkan penghasilan 2 x lipat dari penghasilan suaminya
melalui bisnis yang dia jalankan dari rumah. Si istri lalu membujuk suaminya
untuk berhenti bekerja dikantor dan fokus saja bersamanya berbisnis dirumah.
Tapi si istri tidak berhasil. Suaminya menolak karena takut dengan
ketidakpastian. Menurut suaminya bisnis tidak bisa menghasilkan kepastian.
Waktu berlalu sebagaimana adanya. Sekarang sudah lewat tiga tahun, terhitung
sejak pertama kali si istri membujuk suaminya. Namun, sang suami tetap bekerja
kantoran. Padahal penghasilan si istri sekarang sudah 6 x lipat dari
penghasilan suaminya yang masih sama.
Pertanyaannya : Apakah ketakutan
mengubah sesuatu dalam hidup? TIDAK. Justru ketakutan membuat kita mundur
selangkah dari hidup kita yang seharusnya. Coba pelajari contoh diatas. Hanya
dengan bermodalkan dirinya sendiri si istri bisa melipat penghasilannya menjadi
3 x lipat dari pendapatan awalnya dalam waktu tiga tahun. Bagaimana apabila si
suami ikut turut fokus bersama istrinya membangun bisnis ini. Mungkin mereka bisa
menghasilkan 12 x lipat dari gaji suaminya. Tapi ini tidak akan terjadi,
kenapa?
Karena si suami takut dan dia
telah sukses membiarkan dirinya hidup dalam ketakutan itu. Dia memilih
membiarkan ketakutan itu menguasai dirinya dan hidup didalamnya. Karena
ketakutannya lalu dia membiarkan keraguan, ketidak nyamanan dan ketidak
bahagiaan menghampiri hidupnya juga.
Lalu bagaimana kita bisa membuang
rasa takut menghadapi impian? JADILAH OPTIMIS! Itulah jawabannya. Optimis
adalah kita menyadari bahwa kita tidak sendirian menghadapi segala impian-impian.
Kita tidak sendirian menghadapi kenyataan positif ataupun negatif. Kita tidak
sendirian dalam menjalankan dinamika hidup ini. Selalu ada DIA yang membersamai
kita.
Optimis adalah wujud dari
kepercayaan kita kepadaNYA, bahwa DIA telah mengatur segalanya. Tapi DIA tidak memilihkan
ketakutan yang dengan sengaja kita munculkan. Maka rubahlah rasa takut menjadi rasa
optimis, dan bersamaNYA Anda pasti mampu mewujudkan impian itu.
Salam Semesta
Copyright © www.pesansemesta.com
IG : @PesanSemesta.ig . FB : PesanSemesta.7