Kata “menghadapi” bisa
menghasilkan berbagai macam sikap. Kenyataan hidup boleh sama. Tapi, cara
masing-masing individu menghadapinya bisa berbeda. Seperti seorang guru yang mengumumkan jadwal
ulangan harian dadakan. Diantara muridnya ada yang menghadapinya dengan tenang
karena dia tahu dia bisa. Diantara yang lain ada yang santai karena mereka
tidak peduli dengan ulangan. Ada yang kecewa karena dia tidak suka ulangan, dan
ada juga yang ketakutan karena dia merasa bodoh dalam ulangan. Kenyataan yang
dihadapi siswa-siswa itu hanya satu, yaitu ulangan harian dadakan. Tapi sikap
masing-masing siswa menghadapi kenyataan itu yang berbeda-beda.
Apakah ada sikap yang salah dan
benar? Tidak juga. Tidak ada manusia yang sama persis. Semua memiliki keunikan
berbeda baik yang tampak diluar ataupun yang diolah didalam seperti pikiran dan
perasaan. Sikap menghadapi sesuatu itu
bersifat relative, yang paling pasti apapun kenyataan hidup yang terjadi. Baik
suka ataupun duka. Baik terang ataupun gelap. Kita tidak akan bisa lari darinya.
Karena itu adalah bagian dari sistem ketentuan dan kehendak SANG PENCIPTA. Jadi
apapun yang terjadi didalam hidup ini memang untuk kita hadapi. Menghadapi hidup
berarti menghadapi apapun kenyataan yang disuguhkan didepan mata tanpa mengeluh
apalagi berlari.
Jadi bagian terpentingnya adalah
bagaimana kita menyiapkan sikap terbaik dalam menghadapi kenyataan hidup. Bukan
kenyataan hidup seperti apa yang ingin kita hadapi. Bukankah sekarang berbeda? Sekarang
sebagian manusia selalu mendikteNYA untuk hidup yang diinginkan; Ya Tuhan lariskanlah daganganku... ya
Tuhan luluskanlah ujian ku.. ya Tuhan semoga aku naik pangkat supaya naik
gaji.. ya Tuhan jadikanlah dia mencintaiku, dan seterusnya.
Bagi mereka yang seperti diatas
hidup adalah apa yang tampak enak dimata dan nyaman dirasa. Sedikit saja ada yang
tampak tidak enak dihidupnya mereka akan langsung komplen. Sedikit saja muncul
rasa tidak nyaman dihidupnya mereka akan langsung mengeluh. Padahal kalau mereka
mau berpikir dan menghadapi hidup, maka didalam kenikmatan itu ada pelajaran
begitu juga didalam ujian terdapat juga pelajaran. Kenikmatan dan ujian
hanyalah label yang kita semaikan. Sementara tujuanNYA memberikan kenikmatan
dan ujian hanyalah satu, yaitu agar manusia belajar dan mengambil pelajaran.
Sesuai judul tulisan ini sekarang
mari kita berbicara tentang sikap. Sikap terbaik apa yang harus kita siapkan
sehingga sikap kita menjadi cerminan iman kepadaNYA dan agar kita bisa
mengambil pelajaran dari segala apapun yang dihadapan mata.
Sahabatku… Minimalnya ada 6 sikap
pokok yang harus kita miliki agar bisa menghadapi segala sesuatu yang dihadapan
mata dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan SANG MAHA PENCIPTA yaitu
:
1. Sikap Takwa (Ketaatan)
Apa itu sikap ketaatan?
Takwa adalah menjadikan kehendakNYA sebagai kehendak kita. Takwa adalah
menjalani hidup kita sesuai dengan ajaran-ajaranNYA. Takwa adalah menjadikan DIA
seutuh-utuhnya Tuhan bagi kita. Takwa adalah tidak menduakanNYA dengan apapun,
apalagi dengan diri sendiri.
Saat harus
menghadapi kenyataan hidup yang tidak menyenangkan, yang menghantam jiwa, yang
bertolak belakang dengan keinginan, yang menjadikan kita sangat tersudut.
Ketakwaan akan membuat kita mampu menghadapinya. Seakan itu bukan apa-apa lagi.
Segala rasa manusiawi yang tidak enak seakan sirna. Kita tetap menghadapinya.
Kita tetap menjalani apapun itu tapi kita tidak tersabotase dengan rasanya.
Baik itu cobaan yang tidak menyenangkan, ataupun cobaan yang menyenangkan.
Kenapa? Karena
kita telah menjadikan DIA seutuh-utuhnya Tuhan bagi kita. KehendakNYA sudah menjadi kehendak kita.
Ajaran-ajaranNYA adalah hidup kita. Apa yang DIA mau ya sudah itu kemauan kita.
Hidup kita tidak lain bersamaNYA. Bukankah itu seindah-indahnya kebersamaan?
2. Sikap Teguh
Kemarin kita
percaya bahwa DIA adalah segalaNya. DIA-lah nafas kita. DIA-lah sandaran hidup
kita. DIA-lah alasan kita. DIA-lah Tuhan dan tidak ada Tuhan lain selain-Nya.
Kita beriman dan bertakwa kepada-Nya.
Lalu bagai
gelombang hitam ketakutan datang menderu-deru, kesedihan pun muncul, posisi
kita berada diujung tanduk. Lalu satu tanya muncul apakah saat ujian buruk ini
posisiNYA masih sama seperti hari kemarin?
Inilah arti
keteguhan. Keteguhan adalah tidak menggeser sedikitpun keimanan dan ketakwaan
yang ada. Apapun yang didepan mata terjadi, tidak sedikit pun rasa itu mundur.
Justru, keimanan dan ketakwaan kita melejit naik. Justru, kita menjadi
tersenyum dan berkata “DIA menginginkan aku agar lebih dekat denganNya melalui
ujian ini”
Keteguhan
dalam menghadapi segala sesuatu yang didepan mata terjadi memunculkan hasrat.
Hasrat untuk senantiasa meraih ridhaNYA. Mereka yang berteguh kepadaNYA percaya
bahwa apapun yang dihadapinya adalah kehendakNYA dan karena izinNYA pula mereka
menghadapinya. Karenanya mereka tetap bersungguh-sungguh dalam kebaikan bersamaNYA.
3. Tawakal
“Pasrah”
adalah lawan kata “Tawakal”. Pasrah adalah menunggu tanpa aksi apapun.
Sementara tawakal adalah memaksimalkan aksi melalui potensi-potensi yang telah
diberikan olehNYA dan menyerahkan hasil akhir hanya kepadaNYA.
Tawakkal dalam
menghadapi segala didepan mata terjadi adalah kesadaran positif bahwa DIA sedang
menunggu makhlukNYA untuk terus ber-aksi sambil total berserah diri kepadaNYA.
Orang yang
bertawakal sadar persis bahwa hanya karena karuniaNYAlah dia ber-aksi. Makanya
dia senantiasa memaksimalkan usahanya. Karena dia tidak mau mensia-siakan
karuniaNYA. Dia malu kalau menyerah. Dia malu kalau gagal. Dia malu kalau
kalah. Karena di percaya kalau DIA tidak akan membebaninya melainkan sesuai
kesanggupannya.
Sikap tawakal
secara langsung sudah membawa manusia menjadi pemenang sejati. Yaitu apabila
menang dia tidak sombong. Karena kemenangannya adalah dariNYA, dan jikalau dia
kalah maka dia akan langsung intropeksi diri. Dia sadar kekalahannya pastilah
karena dia belum memaksimalkan karunia yang diberikanNYA. Sehingga, kemenangan
yang harusnya dia raih belum bisa dia raih.
Jadi, tawakal
yang paling benar adalah menggantungkan hasil akhir dari aksinya hanya kepadaNYA.
Bukan kepada aksinya sendiri. Dia yakin bahwa SANG PENCIPTA lah alasan dia
ber-aksi, dan dia tidak akan men-Tuhankan aksinya.
Inilah
geloranya orang-orang yang beriman. Dia bergerak seperti roket. Maju terus
pantang mundur. Dia menghadapi apapun yang terjadi. Apapun resikonya dia tidak
gentar. Karena kesadarannya adalah dia maju bersamaNYA.
4. Sikap Sabar
Apa itu sabar?
Selama ini sabar digambarkan dengan diam dalam ketidak berdayaan. Orang sabar
selalu digambarkan sebagai orang yang berdiam diri saat ditindas.
Lihatlah
sinetron! Seperti itukah sabar yang diajarkan olehNYA? Lalu apakah maksud dari
“bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu” Apakah DIA sedang menyuruh kita
berdiam dan semakin berdiam menghadapi segala macam kenyataan hidup?
Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan
keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar
merupakan kemampuan mengendalikan diri yang juga dipandang sebagai sikap yang
mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya.
Semakin tinggi kesabaran yang seseorang miliki maka semakin kokoh juga ia dalam
menghadapi segala macam masalah yang terjadi dalam kehidupan. Sabar juga sering
dikaitkan dengan tingkah laku positif yang ditonjolkan oleh individu atau seseorang.
Dalam sebuah pernyataan pendek, dikatakan bahwa sabar itu "...seperti
namanya, adalah sesuatu yang pahit dirasakan, tetapi hasilnya lebih manis
daripada madu." (Dikutip dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas)
Diatas adalah
pengertian sabar yang dikutip dari Wikipedia. Logika kita menolaknya bukan?
Jujur saja jiwa kita monolak pola sabar yang seperti diatas. Siapa yang mau
berdiam diri dalam kesedihan, godaan, siksaan dan hinaan seperti itu? DIA pun
tidak mau makhlukNya seperti itu! Karena bukan sabar seperti itulah yang
diajarkan olehNYA. Definisi diatas adalah kesalahan terbesar manusia
mendefiniskan kata “Sabar” itu sendiri. Diulang lagi! Kesalahan terbesar
manusia.
Mari kita
mendefiniskan sabar sebagaimana yang dikehendaki olehNYA lalu berpegangan
dengannya. Sebenarnya sabar erat kaitannya dengan tawakal. Saat kita bertawakal
lalu ternyata usaha kita berujung kegagalan. Maka kita akan mengulang lagi
dengan berbagai cara. Gagal lagi. Mengulang lagi. Gagal lagi. Mengulang lagi.
Gagal lagi. Mengulang lagi... Terus dan terus sampai akhirnya DIA datang
membawa pertolonganNya. Itulah sabar. Sabar adalah usaha yang dilakukan
berbarengan dengan penantian ketetapanNYA.
Selama menanti
(bersabar) bukan berarti berdiam diri saja tanpa ada aksi. Karena sabar adalah
menahan diri untuk tidak berdiam diri. Sabar adalah tetap bersemangat dalam
mencari jalan-jalan hidup dariNYA dan tidak berputus asa akan datangnya
ketetapanNya.
Jadi, bersabar
adalah proses merayu Tuhan dengan tidak menyerah atas keadaan apapun yang terjadi.
Hasil dari sabar adalah the power of GOD to ACT! KekuatanNYA untuk bertindak!
Itulah kenapa
manusia diperintahkan untuk bersabar dengan kesabaran yang baik. Kesabaran yang
baik adalah terus berusaha dengan sebaik-baiknya, lebih baik dari yang
sebelumnya. Tanpa berkegalauan, tanpa bersedih hati dan ikhlas hanya karenaNYA.
Apakah saat DIA
ridha dan akhirnya mau bertindak (menetapkan) sesuatu. Apakah sesuatu itu
adalah sesuatu yang buruk? Pastilah tidak. Pastilah sesuatu itu jauh lebih baik
dari pada apa yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Jadi, apakah
kita masih mau mengartikan sabar seperti sabarnya orang-orang yang pasrah di
sinetron. Sabarnya orang-orang yang tidak mau mengoptimalkan nikmat dan karuniaNYA.
Sabarnya orang-orang yang tidak menjadikan imannya sebagai sumber kekuatan.
Apakah kita mau? Tentulah tidak karena sabar nya orang yang beriman bukanlah
seperti itu.
5. Sikap ber-ilmu
Ilmu adalah
pencerah dalam menghadapi segala sesuatu yang didepan mata terjadi. Ilmu adalah
cahaya penerang. Sebelum bertakwa tentulah kita harus memilik ilmu takwa. Apa
pun itu kita harus mengetahui ilmunya sebelum melaksanakannya.
Ilmu adalah
pengetahuan yang jelas tentang segala sesuatu. Ilmu adalah dasar manusia dalam
bertindak. Dia meliputi pikiran dan perasaan. Jadi, bukan hanya mengontrol
perilaku yang dilakukan, ilmu juga mengontrol emosi yang muncul dalam
perilakunya.
Manusia yang
berjalan tanpa ilmu seperti berdiri didalam sungai deras. Dia berusaha berpijak
tapi tidaklah mampu. Dia terus terombang-ambing kemanapun arus air sungai
membawanya. Dia tidak kuasa mengambil kendali dan tindakan. Akhirnya dia rela
dikalahkan dan dikendalikan.
Bagaimana kita bisa menghadapi apapun yang
terjadi didepan mata kalau kita tidak menguasai apa yang kita hadapi bukan?
Kita dihadapi kenyataan bukan hanya untuk tegar menghadapinya. Namun juga untuk
mencari jalan keluar dan kebaikan didalamnya.
Ini semua guna
menaikkan kapasitas kita sebagai makhluk. Bukan cuma kapasitas keimanan saja
yang dinilai, tapi juga kapasitas amaliyah
(amal perbuatan kebaikan) kita. Dan ilmu adalah pegangan kita guna meningkatkan
kapasitas amaliyah.
Dengan ini
nantinya akan terjadi keselarasan hidup antara diri, SANG PENCIPTA dan makhluk
sekitar. Inilah yang disebut penghambaan vertical dan horizontal. Pembuktian
kita kepada NYA dan pembuktian kita ke sesama makhluk. Makhluk itu luas bukan
hanya manusia, tapi alam semesta dan isinya.
Orang yang
beriman percaya kalau dia adalah makhluk universal, tindakannya bukan hanya
untuk dirinya saja. Tapi juga untuk makhluk lainnya. Sebaik-baiknya tindakan
adalah yang berlandaskan keilmuan dan hikmah, dan sebaik-baiknya makhluk adalah
mereka yang tinggi kebermanfaatannya untuk alam semesta.
6. Sikap Ikhlas
Ikhlas adalah
perkara hati. Sangat halus dan penilai sejatinya hanyalah DIA. Ketakwaan,
keteguhan dan kesabaran manusia dinilai dari keikhlasannya. Mencari ilmu pun
dinilai dari keikhlasan. Ikhlas adalah meluruskan harapan. Benar-benar lurus
sampai tidak ada harapan lain lagi dihati ini selain SANG PENGHIDUP. Tidak ada
harapan tentang dunia, tidak ada lagi harapan tentang pahala, tentang surga
atau kenikmatan apapun. Karena yang dituju hanyalah SANG PENGHIDUP. Ikhlas
seperti ketulusan cinta sejati. Tidak berharap dibalas. Tapi hanya ingin yang
dicintainya merasa dicintai.
Orang yang
dihatinya ada ikhlas akan mudah menghadapi kenyataan hidup. Dia tidak lagi
mengeluh, meratap, menggeretu atau bertanya-tanya kenapa. Keikhlasan dalam
menghadapi segala sesuatu berarti secara tulus menjalani apapun kenyataan hidup
karenaNYA. Dia bertakwa karenaNYA. Dia
pun berteguh hati karenaNYA. Dia bersabar karenaNYA. Dia berilmu karenaNYA.
Tidak ada dihatinya harapan-harapan lain selain kepadaNYA.
Tidak ada
batasan tentang keikhlasan. Tidak ada hukumnya dan tidak ada barometernya.
Semua hanya bisa dikembalikan dan dinilai olehNYA. Hanya DIA-lah yang bisa
menilai keikhlasan makhlukNya. Tugas kita hanyalah menjadi sepantas-pantasnya
makhluk. Paling tidak sisakan satu ruang yang amat besar diantara ruang-ruang
harapan kita. Lalu pastikan satu ruang terbesar itu hanyalah untukNya.
Sahabatku… Demikianlah 6 sikap
pokok yang minimal harus kita miliki guna menghadapi segala kenyataan hidup
yang terjadi. Resapilah, bahwa apapun kenyataan yang kita hadapi kita
menghadapinya denganNYA. Dia tidak pernah menggeser dan menjauh. DIA adalah
dekat dan “Nyata”.
Salam Semesta