Alasan kita dihidupkan murni
hanya untuk menjadi sebaik-baiknya manusia dimuka bumi. Ini adalah ibadah yang
sesungguhnya. Manusia mendefinisikan ibadah
dengan arti; kebaikan apa yang bisa saya lakukan untuk Tuhan. Ini sebenarnya terbalik.
Padahal arti ibadah yang sebenarnya adalah, kebaikan apa yang bisa saya lakukan
untuk diri saya sendiri sebagai makhluk. Jadi alasan kita dihidupkan adalah
murni hanya untuk menjadi sebaik-baiknya manusia. Inilah ibadah kita yang
sesungguhnya.
Lalu kata ‘baik’ disini
dinisbahkan kepada siapa? Maksud kami, sebaik-baiknya kita yang menurut siapa?
Apakah baik menurut orang tua, pasangan, masyarakat, atau menurut siapa?
Sudah kita amini, bahwa tiap
manusia menanggung kompleksitas hidupnya sendiri-sendiri. Jadi sangat wajar
bila nilai baik yang berlaku juga berbeda-beda untuk tiap-tiap individunya. Nilai
baik menjadi sangat relative dan tidak bisa di sama ratakan.
Anggaplah contoh, protein baik
buat jasad. Anak kecil butuh banyak protein untuk tumbuh, apakah orang dewasa
butuh protein sebanyak itu juga? Belum tentu. Jadi jelas, kita tidak bisa
menyamaratakan nilai baik. Didalam perbedaan-perbedaan ini, DIA memang sudah
mengatur takarannya sedemikian rupa. Tidak ada hidup yang sama persis, meski kita
hadir dari sumber yang sama. Ini semua demi terciptanya keseimbangan dan
harmoni.
Apabila Anda ingin melihat akibat
dari menyamaratakan nilai baik, maka lihatlah nilai baik seperti di hidup kita
sekarang. Perhatikanlah! Apa itu arti baik sekarang? Bukankah baik adalah apa
yang dinilai oleh manusia lain pantas untuknya.
Menurut guru, anak murid yang
‘baik’ adalah murid yang diam dikelas dan mematuhi apapun yang dia katakan. Ini
nilai kebaikan buat si guru. Sebaliknya, menurut anak murid guru yang ‘baik’
adalah guru yang mampu membuat dia mengerti dan berhenti memberikan soal-soal
yang membingungkan. Ini hanya karena si murid kesusahan dengan masalah-masalah
baru dalam hidupnya, karenanya dia meminta pengertian dari gurunya, ini adalah
kebaikan buat si murid. Tapi, kalau buat si guru ini bukanlah kebaikan, ini
malah merepotkan, memberikan pemahaman jauh lebih sulit dari pada memberikan
soal (masalah).
Sehingga sekarang itu nilai baik hanyalah
untuk para pemenang. Guru dan murid saat di sekolah siapa yang menjadi
pemenang? Guru. Berarti nilai baik yang berlaku di sekolah adalah baik menurut
guru. Bukan baik menurut anak murid.
Jadi kalau bisa didefinisikan,
baik itu adalah sesuatu yang pantas untuk diri sendiri. Tapi definisi ini tidak
pernah ada dikamus manapun. Karena manusia terlalu takut dinilai ‘egois’.
Lagi-lagi yang menilai siapa? Ya manusia-manusia lainnya. Begitu pola ini
berlaku di setiap aspek kehidupan kita. Coba saja menilai dengan jernih. Maka
kita akan menemukan kesalahan dalam penerapan kata ‘baik’ itu sendiri.
Sahabatku… Bahkan nilai baik pun ternyata
ada salahnya. Padahal DIA tidak ingin manusia se-repot ini. DIA hanya ingin
manusia menjadi baik buat dirinya sendiri dan menerapkan kebaikan buat dirinya
sendiri.
Manusia yang baik pada dirinya
sendiri, tidak akan mungkin menanamkan sifat ‘egois’ didalam dirinya, karena
dia sadar, itu bukanlah kebaikan buat dirinya. Jadi jangan berpikir manusia
yang menerapkan kebaikan buat dirinya akan bersikap sangat egois. Justru dia
akan menjadi manusia baik yang akan memperlakukan manusia lainnya sebagaimana
dia ingin di berlakukan.
Sikap ini secara tulus dia
lakukan bukan karena dia pemenang. Tapi karena memang seharusnya seperti itu.
Seharusnya memang, kita menjadi baik buat diri sendiri untuk berbahagia dengan
nilai diri sendiri. Lalu karenanya kita berbagi kepada sesama sesuai dengan
nilai-nilai diri sendiri. Selama kita masih menempatkan diri di dalam kotak
transparant. Selama itu pula kita tidak akan pernah bisa menemukan nilai diri
sendiri, apalagi membaginya.
Jadi menjadi baik buat diri
sendiri adalah tentang menyadari diri sendiri untuk berbuat baik terhadap
dirinya terlebih dahulu. Lalu keluar dan menjadi contoh kebaikan untuk sesama. Bisa
dibayangkan bukan, kalau Anda tidak bisa berbuat baik kepada diri Anda sendiri,
bagaimana bisa Anda berbuat baik kepada orang lain. Jangankan berbuat baik,
bahkan untuk menjadi contoh pun tidak akan bisa.
Sahabatku… Menjadi baik buat diri
sendiri bukan tentang menjadi egois, tapi tentang bagaimana kita menghargai
diri sendiri. Apabila kita berhasil menghargai diri dengan cara yang benar.
Kita pun akan menghargai orang lain dengan cara yang benar pula. Karena kita
tahu, bahwa itulah yang dia butuhkan. Saat Anda sedang mengantre didepan kasir,
Anda menghargai diri sendiri dan ikut dalam antrian. Anda tidak berniat
menyerobot antria itu, karena Anda pun memberlakukan orang lain dengan harga
yang sama.
Hal terakhir yang harus kita
ingat bahwa SANG PENCIPTA hanya menginginkan kebaikan murni untuk manusia, bukan
untukNYA. SANG PENCIPTA tidak memerlukan pengakuan atas kebaikanNYA. Tidak
memerlukan pembalasan ibadah apapun untuk kasih sayangNYA. Tidak memerlukan
memory siapapun dari makhlukNYA untuk mengingat anugerahNYA.
Kalau lah ada contoh orang yang merasa
telah baik untuk dirinya lalu dia bersikap EGOIS. Maka, perlu dipertanyakan
kembali nilai ‘baik’ kepada orang itu. Mungkin dia meng-atas namakan nilai baik
hanya untuk egoisme yang dia tutupi. Egoisme untuk mementingkan ego hawa nafsu
diatas segalanya.
Sahabatku… Hidup kita sebagai
manusia diatas bumi ini adalah untuk mengendalikkan hawa nafsu bukan
menurutinya. Hawa nafsu yang diletakkan diatas segala-galanya, akan
menghasilkan egoisme individu disetiap aspek kehidupan, dan ini bukanlah alasan
kehidupan itu sendiri.
Meski hawa nafsu adalah pendorong
kehidupan. Namun kita harus menjalani kehidupan ini secara netral. Kenetralan
kita untuk tidak menjadikan hawa nafsu sebagai alasan kebaikan buat diri
sendiri. Kalau sampai kita menjadikan hawa nafsu sebagai alasan, maka kita telah
berhasil membuat diri kita menjadi seperangkat alat super egois yang hanya akan
bekerja buat dirinya sendiri. Sebaliknya, kalau kita mampu memandang jalan
kebaikan secara netral. Maka kita akan segera menemukan fungsi hidup ini, yaitu
untuk berdiri dan menyebarkan kebaikan tanpa kata ‘egois’ didalamnya.
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com
IG : @pesansemesta.ig - FB: pesansemesta.7