Sahabatku apakah Anda sudah bersyukur?
Sudah atau belum tidak terlalu penting untuk kita bahas. Karena sebenarnya DIA
tidak sedang menunggu Anda untuk bersyukur, sama sekali tidak. DIA hanya sedang
menunggu Anda untuk berdamai dengan diri Anda sendiri dan inilah syukur yang
sebenarnya.
Syukur yang sebenarnya bukanlah lafaz
ucapan terimakasih yang kita ucapkan kepadaNYA. Bukan pula perbuatan baik
seperti sedekah atau acara berbagi yang kita berikan atas namaNYA. Syukur yang
sebenarnya adalah lebih simpel dan sangat amat lebih simpel dari apa yang
sering kita lakukan. Namun sayangnya tidak kita lakukan, syukur itu adalah
berdamai dengan diri sendiri.
Lalu apa itu artinya berdamai
dengan diri sendiri?
Berdamai dengan diri sendiri
adalah melepas apapun yang kita miliki, termasuk didalamnya segala keinginan dan
harapan.
Mari kita masuk kedalam pikiran
dan perasaan kita masing-masing, apa yang menggelayut disana? Harus diakui 85%
yang menggelayut didalam pikiran dan perasaan manusia adalah keinginan dan
harapan.
Apabila Anda belum punya motor, maka
Anda akan mengharapkan motor. Apabila Anda sudah punya motor, maka Anda akan mengharapkan
mobil. Apabila Anda sudah punya mobil, maka Anda akan tetap melirik mobil lain
yang lebih bagus. Setelah mendapat mobil yang lebih bagus, maka Anda tetap pula
akan melirik ke mobil yang lebih bagus lagi.
Terus… dan terus perumpamaan
seperti diatas terjadi didalam pikiran dan perasaan kita. Begitulah memang isi
dari pikiran dan perasaan manusia. Selalu ter-isi dengan sesuatu yang tidak atau
belum dia miliki.
Jadi kalaulah syukur yang
sebenarnya adalah berdamai dengan diri sendiri, maka dimanakah posisi syukur kita,
mungkinkah kita memang sudah bersyukur?
Selama ini kita memang senantiasa
merasa bersyukur dengan apa yang kita miliki. Pasangan yang kita nikahi, rumah
yang kita tempati, anak yang kita besarkan, gaji yang kita dapat, karir yang
kita capai, bisnis yang kita bangun, kendaraan yang kita gunakan, kemenangan
yang kita raih. Lalu saat semua-semua
itu menghilang, kita merasa tidak memiliki alasan apa-apa lagi untuk bersyukur.
Bukan begitu?
Sahabatku… Inilah keterbalikan
yang kita lakukan. Inilah alasan kenapa semakin kita bersyukur, semakin kita
merasa haus. Semakin kita diberi nikmat, semakin kita kelaparan dengan nikmat-nikmat
yang lainnya. Karena kita bukan bersyukur pada apa yang didalam, melainkan apa
yang diluar.
Lalu apa lagi itu yang didalam selain
SANG PENCIPTA itu sendiri. Inilah arti bersyukur yang sebenarnya. Bersyukur bukan
menunjuk alasan yang diluar dan mengucapkan terimakasih. Alasan seharusnya manusia
bersyukur adalah SANG PENCIPTA, SANG PEMILIK SEGALANYA. Harusnya hanya DIAlah
satu-satunya alasan kita bersyukur.
Sahabatku… Mari sejenak kita matikan
lampu-lampu itu! Hilangkan apapun yang kita miliki dalam hidup ini. Lepaskanlah!
Tengoklah kedalam diri sendiri, apakah kita sudah bisa mensyukuri apa itu diri
kita, tanpa adanya kepemilikan apapun? Lalu cobalah sekali lagi untuk bertanya “Apakah kalau semua yang kita miliki hilang,
rasa syukur kita kepadaNYA masih ada?” Kalaulah jawaban jujurnya belum,
berarti memang kita belum berdamai dengan diri sendiri.
Sahabatku… Berdamai dengan diri
sendiri adalah arti dari menjaga syukur yang sebenarnya. Sementara menjaga
syukur yang sebenarnya menjadi hal yang mustahil dicapai, apabila kita masih
mencerna hidup sebagai sebuah kepemilikan dan sebagai tempat untuk memiliki. Karena
sebenarnya hanya SANG PENCIPTA yang berhak memiliki segalanya. Bisakah diri ini
hanya menjadikan SANG PENCIPTA sebagai satu-satunya alasan diri ini bersyukur,
ataukah diri ini masih menutupi kesombongan rasa memiliki dengan polesan arti
syukur yang terbalik?
Sahabatku… Bukankah sebuah sumber
kesombongan apabila kita masih merasa memiliki. Manusia sekarang selalu merasa
bersyukur dengan apa yang mereka miliki, dan sekali lagi ini terbalik. Padahal dengan
menjaga rasa syukur yang sebenarnya kita akan tersenyum melihat apapun,
bagaimanapun dan dimanapun murni dari dasar terdalam jiwa.
Dengan menjaga syukur yang
sebenarnya, kita tidak kan kekurangan apapun didalam hidup ini. Kehidupan tidak
akan menyakiti melainkan kehidupan adalah lautan pelajaran dan peluang. Uang bukan
apa-apa selain alat tukar. Kaya bukan apa-apa selain status dan bahagia bukan
apa-apa selain rasa. Semua ini dapat dirasakan apabila jiwa ini percaya, bahwa
apapun didalam hidup hanyalah anugerah-anugerah dari SANG PENCIPTA, bukan
sebuah kepemilikian, karena hanya DIA pemilik segalanya, dan tugas kita
hanyalah memilikiNYA. Renungkanlah Sahabatku…
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com