“Cintailah aku dengan tulus” sebuah kalimat yang tampak sangat biasa.
Sebuah gaya mencintai yang umum diharapkan oleh sebagian atau bahkan seluruh
umat manusia, yaitu dicintai dengan ketulusan tanpa syarat. Berbicara mengenai
cinta memang tidak akan pernah habisnya. Apalagi tentang cinta yang tak
bersyarat. Lalu kepada siapa kita akan belajar tentang cinta yang tak
bersyarat?
Kalau kita mau belajar tentang
apa itu cinta tak bersyarat. Maka satu-satunya guru yang mampu mengajarkannya
adalah Semesta. Karena memang Semesta berjalan berdasarkan cinta. Alur Semesta
adalah cinta. Semesta tidak pernah memilih. Cintanya tidak bersyarat, murni, tulus,
utuh, kuat dan apa adanya. Semesta tidak mengenal istilah buruk dan baik. Jelek
dan bagus. Sopan atau tidak sopan. Ber-iman atau tidak ber-iman. Tetap seluruh
alam raya ini bergerak sesuai porosnya. Apapun dan bagaimana pun yang
dicintaiNYA, tetaplah cintaNYA sama.
Berbeda jauh dengan cinta yang diketahui
oleh manusia saat ini. Bagi manusia cinta adalah tentang pemenuhan ego dan
hasrat hati. Keinginan memiliki secara utuh dan penyerahan total. Sebuah makna
cinta yang tidak sesuai dengan polanya Semesta.
Lalu apakah itu yang ada didalam
hati kita? Benarkah itu cinta? Benarkah kita mencintai anak-anak kita, pasangan
kita, orangtua kita, masyarakat kita, Pencipta kita? Sudah sampaikah kita
kedalam level mencintai tanpa syarat, atau kita akan mengakui diri, bahwa kita ini
hanyalah para pengemis ego yang meng- atas namakan ‘cinta’?
Bagi kita sebaik-baiknya cinta
adalah sesuatu yang berwujud rasa dan materi. Misal, orang tua mencium anaknya,
orang tua membesarkan anaknya. Pasangan yang memanjakan dan melindungi
pasangannya. Anak yang menafkahi dan merawat orang tuanya. Sahabat yang selalu
bersama-sama dalam suka dan duka. Pencipta yang selalu memenuhi keinginan
makhluk.
Jadi kita ini senantiasa
menafsirkan cinta sebagai sesuatu yang harus selalu berwujud, yaitu sesuatu
yang bisa dirasakan dan dilihat perwujudannya. Sesuatu yang menyenangkan dan
membahagiakan diri. Lalu saat cinta tidak lagi menyenangkan, kita sering
beranggapan cinta telah hilang. Dengan kata lain, apabila ego tidak terpenuhi
maka tidak ada lagi cinta. Kalau polanya seperti ini, apakah kita mencintai
orang lain, atau kita hanya mencintai ego diri sendiri?
Kenapa kita selalu mencari orang
lain dan menuntut mereka untuk mencintai diri kita sendiri? Dimanakah ketulusan
mencintai? Apa itu mencintai dan dicintai? Kenapa kita tidak bisa mencintai
orang lain dengan apa adanya? Misal orang tua mencintai anaknya dengan tulus,
tanpa berharap pembalasan apa-apa saat mereka sudah dewas. Suami mencintai
istrinya dengan tulus, tanpa berharap pembalasan sikap apa pun. Seorang guru
mencintai muridnya apa adanya tanpa meminta penghormatan. Seorang pemimpin
mencintai bawahannya apa adanya tanpa meminta imbalan. Orang kaya mencintai
orang miskin tanpa pengharapan pahala. Seorang makhluk mencintai Penciptanya tanpa
berharap pemenuhan.
Bayangkan apa jadinya kalau dunia
ini berjalan dengan cinta tulus yang tidak menuntut syarat? Namun kenapa.
Kenapa kita selalu mematok syarat, kenapa kita selalu meminta pembalasan,
kenapa ketulusan itu tidak muncul saat kita mencintai? Apakah karena kita haus
cinta. Lalu kenapa harus sehaus itu?
Sahabatku… Jawabannya adalah
karena kita belum mampu mencintai diri sendiri. Kita belum berhasil mencintai
diri kita sendiri. Karenanya kita masih keluar, mencari kekosongan diri.
Mencari sebuah pemenuhan. Akhirnya, kita terus menerus bernapas dengan
ketidakpuasan dan ketidak mengertian akan makna ketulusan cinta itu sendiri.
Sahabatku… Kita akan menemui
ketulusan cinta, saat sudah mampu mencintai diri sendiri. Lalu setelahnya baru
kita mulai membawa cinta itu keluar. Mencintai keluar tanpa mencintai diri
sendiri hanya akan menjadikan diri sebagai pengemis cinta.
Sahabatku… Penuhilah kantong cinta
didalam dirimu, lalu bagikanlah kantong itu dengan ketulusan cinta yang
diajarkan Semesta. Disinilah letak rahasia menggapai ketulusan mencintai.
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com
IG : @PesanSemesta.ig . FB : PesanSemesta.7