Sahabatku… Apakah zikir
membutuhkan akal dan hati? Tentu. Silahkan kita mengumpulkan 1000 kali zikir
dengan mulut tapi itu tetap tidak akan sebanding dengan 1 kali zikir dengan
akal dan hati.
Ambil contoh; saat kita berkata
DIA MAHA BESAR 1000 kali dengan mulut, dan saat kita mulai berpikir DIA MAHA
BESAR 1 kali dengan akal. Maka akal akan membawa kita kepada memberpikirkan ke
MAHA BESARAN-NYA, hati kita akan membawa kepada merasakan ke MAHA BESARAN-NYA.
Sementara zikir mulut kita hanya akan menjadi sesuatu yang kita dengar, tapi
belum tentu kita berpikir-kan apalagi kita rasakan.
Itulah alasan kenapa kekhusyuan
dalam berzikir itu susah muncul. Karena memang lebih mudah mengejar target
angka, dibanding target memahami dan merasakan apa yang dizikirkan.
Memberpikirkan ke MAHA BESARAN-NYA, merasakan ke MAHA BESARAN-NYA berbeda
dengan menyebut ke MAHA BESARAN-NYA.
Kita bisa saja menyebut-nyebut dengan
mulut tanpa membawa serta hati dan akal. Tapi bukankah zikir itu adalah mengingat?
Tentunya kalau mengingat tidak cukup dengan mulut saja, tapi akal dan hati juga
harus ikut mengingat. Itulah kenapa kita selalu diajarkan agar zikir itu jangan
pernah diputus. Artinya, jangan sampai akal dan hati kita berhenti dari
mengingatNYA. Sampai disini kita akhirnya mengerti, memang kita harus lebih
banyak berzikir dengan akal dan hati. Dibanding berzikir dengan mulut. Karena
zikir akal dan hati adalah kemampuan melihat, mendengar, merasakan lalu
memberpikirkan semesta dan diri sebagai zikir itu sendiri.
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com