Sahabatku… Memang kita butuh
mengakui diri bahwa kita jarang menggunakan akal sebelum merespon apapun yang
mengusik. Dengan menarik diri untuk kembali menggunakan akal. Kita akan mampu melihat
sesuatu yang belum terlihat. Karena
disitulah akal kita akan bermain, dan akhirnya kita akan mulai belajar untuk
tidak meng-ingkari akal lagi.
Karena memang tidak ada hal yang
lebih indah dari pada ber-akal. Satu-satunya senjata yang kita miliki adalah
kesadaran, kesadaran yang berakal tentunya. Dengan akal kita mampu berpikir.
Satu pekerjaan melelahkan yang sering kita skip.
Kita melihat segerombolan orang
mengejar domba dan kita ikut-ikutan mengejar domba itu tanpa berpikir ulang,
kenapa kita ikut-ikutan mengejar domba itu. Akhirnya kita tersadar, lalu kita
menengok ke kanan dan melihat segerombolan ikan berenang, lalu kita ikut
berenang bersama ikan-ikan itu. Ikan-ikan itu berhenti berenang dan bertanya “Kenapa
Anda berenang bersama kami?” Mendengar pertanyaan itu kita baru tersadar,
kenapa?
Kenapa kita hampir mengikuti
seluruh yang dilakukan oleh semua orang, tanpa pernah bertanya apakah benar
memang kita dihidupkan untuk melakukan itu semua? Apakah benar kita memang
dihidupkan untuk sekolah, bekerja, menikah, memiliki anak, lalu menikahkan
anak, lalu menimang cucu, lalu sakit dan meninggal. Apakah betul ini adalah
pola hidup yang memang harus kita jalani?
Pernahkan kita bercermin dan berpikir
kenapa harus seperti itu? Apakah pola itu adalah memang pola yang DIA buatkan
untuk kita? Tapi bagaimana bisa kita dibuatkan pola? Kalau wajah kita saja berbeda,
kesadaran kita berbeda, tingkat penerimaan dan pemahaman kita berbeda, passion kita
pun berbeda. Jadi bagaimana mungkin kita dipolakan?
Sahabatku… Tanpa berpikir ulang
lagi, kita bisa menyerah dan menjawab kalau itu adalah kehendakNYA. Tapi kalau
kita mau menggunakan akal, itu tidak mungkin menjadi jawaban.
Jadi memang sudah saatnya kita
mundur, menarik diri kepojokan untuk berpikir ulang… Kenapa? Kenapa saya ada
disini? Kenapa saya dihidupkan? Kenapa saya masih bernafas? Apakah betul saya hidup
hanya untuk menjalani pola ini? Apakah betul saya bernafas hanya untuk bergerombol
dalam ketidak tahuan?
Sahabatku… Akhir kata memang sudah
saatnya kita menggunakan akal dan tidak lagi meng-ingkari akal kita sendiri. Bukankah
akal itu adalah anugerahNYA?
Salam Semesta