Sahabatku… Mengendalikan amigdala
adalah seni bela diri agar kita bisa aman dari serangan-serangan dari dalam diri. Selama
ini kita sibuk mempelajari banyak seni bela diri agar mampu membela diri dari sesuatu
yang diluar diri, tapi kalau yang dari dalam diri sudah menyerang, kita langsung
KO. Serangan yang dari dalam diri adalah serangan-serangan emosi. Serangan
emosi itu banyak macamnya; cinta, benci, takut, sedih, marah, gembira, malu,
dengki, cemburu. Itu adalah serangan emosi yang pasti salah satunya pernah
menyerang manusia.
Meski emosi ini sesuatu yang
berbentuk konsep, tapi dia memang nyata. Saat seeorang meninju wajah kita itu
nyata. Begitu juga saat benci meninju kita, rasanya juga sangat nyata. Jelas kita
tidak bisa mewujudkan macam-macam emosi diatas dalam wujud. Siapa yang bisa
menghadirkan wujud marah saat dia marah. Kita hanya melihat seseorang yang sedang
marah, tapi setelah amarahnya hilang. Maka marah hanya akan menjadi konsep
dalam pikiran manusia. Apakah konsep sesuatu yang bisa dikendalikan? Jawabannya
TENTU. Tergantung dari bagaimana kita mengkonsepkan dan mengimplementasikan maka
itulah yang berwujud.
Tidak semua orang mengkonsepkan
marah dengan mengamuk, ada juga yang diam, ada juga yang berteriak, ada juga
yang menghancurkan. Begitu juga dengan emosi-emosi yang lainnya. Semua adalah
konsep. Muncul pernyataan disini, kalau semua adalah konsep, maka tidak akan ada
penilaian baku tentang bagaimana emosi itu harus diimplementasikan, kecuali
berdasarkan kesepakatan bersama.
Misal, Andai dari kecil Anda
dilahirkan, Anda dikonsepkan bahwa dengan tersenyum berarti Anda marah. Ini tidak
masuk akal dengan logika kita saat ini. Tapi bisa menjadi logis, kalau Anda
lahir dan besar dikeluarga yang kalau marah mereka tersenyum. Karena sudah dipastikan
Anda akan melakukan hal yang sama, kecuali kalau ada contoh konsep lain yang
masuk kedalam diri Anda.
Kalau emosi adalah konsep, maka emosi
adalah sesuatu yang memang bisa dikendalikan. Lalu bagaimana mengendalikannya?
Sahabatku… Emosi yang memperbudak
manusia adalah bentuk kurang pahamnya manusia tentang bagaimana mengendalikan
jasadnya sendiri, khususnya mengendalikan amigdala.
Kita ini adalah pengendali jasad.
Jasad Anda memiliki software yaitu jiwa. Boleh dibilang singkatnya jiwa itu
adalah pengendali jasad Anda, ini secara singkat. Untuk menghidupkan jiwa kita
butuh ruh. Ruh adalah hal yang berbeda dari jiwa. Kalau kita mau berbicara
detail tentang jiwa saat ini, kita akan terpaksa menyimpang jauh dari topik. Jadi
kita singkat saja, bahwa jiwa adalah software pengendali kesadaran dan jasad
manusia.
Sementara emosi adalah hasil
akhir dari pengolahan kesadaran dan jasad. Jadi kalau kita berencana untuk
belajar mengendalikan emosi, maka kita harus mau belajar tentang kesadaran dan
jasad. Pada kesempatan kali ini. Kita akan membicarakan tentang jasad. Semoga ada
kesempatan lain, kita lanjut membahas kesadarannya.
Kenapa kita mulai dengan jasad. Karena
jasad adalah sesuatu yang terlihat. Sangat logis untuk memahami sesuatu yang
terlihat. Jadi membahas jasad diawal pelajaran, adalah gerbang pemahaman yang
akan lebih mudah dicerna, dibanding membahas kesadaran yang tidak berwujud tapi
bermakna. Seperti udara, Anda tidak melihat wujud udara tapi udara jelas memiliki
makna bagi Anda, begitulah kesadaran, pembahasannya lebih halus ketimbang
membahas jasad. Baiklah mari kita mulai :
Amigdala adalah salah satu bagian
jasad yang sangat bertanggung jawab dengan yang namanya emosi. Dia beruwjud
seperti sekelompok saraf, sebesar kacang almond yang terletak pada otak
vertebrata terletak pada bagian medial temporal lobe. Jadi bukan hanya manusia
yang memiliki amigdala. Bedanya manusia memiliki kesempatan belajar untuk
mengendalikan amigdalanya sendiri.
Karena kita memiliki amigdala lah
akhirnya kita belajar untuk mengimplementasikan emosi-emosi dalam sebuah wujud.
Berkat kehadiran amigdala, Anda bisa mengerti bahwa memecahkan kaca dengan kepalan
tangan adalah wujud marah. Bahwa mencium kening adalah wujud kasih sayang. Jadi,
amigdala memproses segala macam memory kita yang berhubungan dengan emosi. Sehingga
kita bisa menentukan respon emosi apa yang dipakai.
Sekali lagi emosi adalah konsep. Suku
Inuit yang menetap di selatan Kanada, Greenland dan Alaska, saling beradu
hidung dan menggesek-gesekkan hidung mereka satu sama lain sebagai bentuk rasa
cinta. Kita orang Indonesia tidak terbiasa melakukan itu, tapi kita mencium
tangan sebagai tanda cinta dan penghormatan kepada yang lebih tua. Orang Amerika
tidak melakukan apa yang kita lakukan.
Aneh bagi mereka, aneh juga bagi
kita. Kenapa? Karena Amigdala kita tidak mengenal memory itu. Otak adalah sesuatu
yang terstruktur rapih. Otak selalu menyusun file-nya secara tersusun. Kalau file
itu jarang atau tidak ada di dalam kartu memori kita, maka itu akan menjadi hal
tabu untuk kita lakukan. Begitu juga dengan respon emosi. Kita hanya akan
menggunakan respon emosi yang paling sering kita lakukan. Karena begitulah
software kita belajar.
“SERING” mohon digaris bawahi
kata ini. Kita adalah apa yang sering kita lakukan. Lakukan disini maknanya adalah
luas; mendengar, melihat, belajar, kerjakan, mencontoh, dll itu semua bagian pekerjaan
dari melakukan.
Itulah alasan kenapa diatas
dicontohkan, kalau Anda lahir dikeluarga yang tersenyum saat marah, maka besar
kemungkinan Anda akan melakukan hal yang sama saat marah. Karena begitulah
respon emosi yang terinput kedalam amigdala. Kalau Anda melakukan hal yang
berbeda, maka itu terjadi karena amigdala Anda ter-inputkan informasi lain, dan
Anda lebih memilih informasi itu ketimbang yang sering dilakukan oleh keluarga
Anda.
Pilihan Anda boleh jadi, karena
Anda melihat contoh yang lain, atau Anda membayangkan contoh yang lain. Kenapa
membayangkan masuk hitungan? Karena otak manusia tidak bisa membedakan apakah
informasi yang dia terima itu nyata, atau khayalan. Tetap otak akan
memprosesnya selama Anda meng-inputnya secara terus menerus.
Sahabatku… “Kita adalah apa yang
sering kita lakukan” dan beginilah kita akan belajar untuk mengendalikan emosi
kita, yaitu dengan cara menginput pilihan baru kepada amigdala dan mengajarkan
amigdala untuk terbiasa dengannya.
Amigdala merupakan bagian dari
sistem limbik yang dipelajari pada ilmu neurosains kognitif. Ilmu ini
mempelajari tentang kognisi dengan penekanan pada perkembangan maupun
fungsi-fungsi otak. Kognisi adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang
didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu.
Ini adalah kunci jawaban tentang
bagaimana caranya mengendalikan Amigdala. Jawabannya adalah menginputkan pilihan
baru dan membiasakannya. Pikirkan tentang emosi apa yang ingin Anda kendalikan.
Buatlah gambaran baru tentang respon emosi yang Anda inginkan. Lalu pilihlah
respon itu. Setelah berhasil, maka simulasikan terus didalam otak Anda. Secara terus
menerus. Karena beginilah kita mengendalikan amigdala, yaitu dengan meresset
respon emosi didalamnya, dan menggantinya dengan memory baru. Persis seperti
mengganti aplikasi OS di computer Anda.
Contoh pengaplikasiannya seperti
ini : Si Budi sangat terganggu dengan emosi marahnya, dia malu karena setiap
marah dia selalu mengamuk dan membanting-banting. Secara sadar si Budi ingin
mengubah respon emosinya. Apa yang akan dilakukan Budi adalah Budi harus
belajar mengendalikan amigdalanya. Akhirnya Budi membayangkan respon emosi lain
selain mengamuk dan membanting-banting. Budi memikirkan repon diam dalam hening
sambil menarik nafas. Lalu Budi membuat simulasi didalam otaknya, bahwa saat
dia marah dia mencari tempat sepi dan menarik nafas sambil tersenyum. Secara terus
menerus Budi melakukan simulasi itu. Sampai suatu hari emosi marah Budi di uji.
Amigdala Budi yang telah belajar respon emosi baru melalu simulasi yang dia
lakukan, akhirnya mengambil alih respon baru. Alih-laih merespon dengan amukan
dan membanting-banting, Budi mencari tempat sunyi, diam, menarik nafas dan
tersenyum.
Sahabatku… Budi berhasil mengajarkan
amigdalanya respon emosi baru sesuai dengan respon emosi yang dia pilih. Anda
juga bisa melakukannya sebagaimana Budi melakukannya untuk dirinya. Perlukan Budi
pergi ke therapist untuk mengatasi amarahnya, sebenarnya tidak perlu. Karena bagian
terpenting dari perubahan adalah selalu tentang Anda. Bagaimana Anda
mempelajari dan mengendalikan jasad, pikiran, perasaan adalah bagian dari
kesadaran.
Seribu jam sesi dengan therapist adalah
kesia-siaan saat kesadaran seseorang itu jauh dari pilihannya sendiri. Itulah kenapa
seseorang yang Anda seret untuk mengunjungi therapist jarang yang berhasil. Ketimbang
dia jalan sendiri ke therapist itu dengan kemauan dia sendiri. Karena kemauan adalah
pilihan. Untuk berubah kita harus memilih sendiri untuk mau berubah. “You want
it you got it!”
Kemauan memilih adalah kekuatan manusia,
dan itulah kenapa ada istilah bahwa takdir bisa berubah dengan doa. Karena doa
adalah dinamis, optimis dan aksi. Anda berdoa agar tidak menjadi pemarah, maka
Anda memilih diri untuk berubah. Lalu memulai dengan aksi mengendalikan
amigdala. Lalu berkat kegigihan aksi pilihan Anda, Anda berhasil untuk tidak
menjadi pemarah. Doa Anda terkabul. Doa akan selalu terkabul karena Anda sadar
bahwa Anda memilih bersamaNYA, mengaksikan doa bersamaNYA, dan merasakan hasil
juga bersamaNYA. Bagian mana dalam hidup ini yang kita lakukan sendirian?
Jadi sahabatku… Selama kesadaran
Anda masih berjalan normal. Bahkan meski secara secara fisik otak Anda rusak. Selama
itu pula kesadaran Anda benar-benar mampu mengendalikan apapun yang berlangsung
didalamnya. Apa yang dia proses, bagaimana dia memproses, dan hasil apa yang dia
keluarkan dari proses itu. Semua bisa Anda kendalikan. Itulah kenapa kita
dilarang mengkonsumsi yang memabukkan. Batas memabukkan disini adalah sampai
kesadaran itu hilang. Kalau kesadaran itu masih terjaga, maka lain ceritanya. Semua
ada didalam genggaman Anda sahabatku…
DIA SANG MAHA PEMBUAT tidak akan
memberikan tugas ke-khalifahan di Bumi ini kepada manusia, kalau manusia tidak
bisa mengendalikan jasadnya sendiri. Logikanya bagaimana bisa kita
mengendalikan kehidupan di Bumi kalau bahkan mengendalikan jasad kita saja kita
tidak mampu. DIA MAHA LOGIS bukan begitu sahabatku? DIA SANGAT MAHA ADIL,
karena itu DIA memberikan kita kemampuan untuk mengendalikan jasad ini.
Percayalah, kalau sekarang kita
belum mampu. Itu hanya karena kita belum tersadarkan bahwa DIA MEMBUAT kita
dengan kesempurnaan yang sangat unggul. Kita unggul karena kita dihadirkan
untuk menjadi khalifah di bumi ini. Tugas kita sekarang hanyalah belajar. Memang
butuh kenetralan untuk terus belajar dalam hidup ini, karena penilaian manusia yang
tidak netral adalah penjara bagi proses pembelajaran dirinya sendiri.
Sahabatku… Kita telah
menghabiskan empat lembar kertas untuk tulisan ini. Terimakasih karena telah
mau belajar bersama kami. Kesabaran Anda membaca artikel ini adalah kenetralan
proses belajar itu sendiri.
Akhir kata sahabatku… Jadi jika kita
bertanya : Bagaimana caranya mengendalikan Amigdala? Maka jawabannya adalah dengan
cara menginputkan pilihan respon emosi baru dan membiasakannya. Jawaban yang singkat, meski tidak terlalu
mudah untuk di praktekkan. Kemauan kesadaran kita untuk memilih-lah yang akan
membuatnya mudah. Ucapkan selamat tinggal kepada emosi yang memperbudak kita. Pilihlah
dengan kesadaran untuk mengendalikan amigdala Anda dan perubahan itu akan
benar-benar nyata.
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com