Suatu hari seorang anak perempuan
kecil berlari menuju ibunya, dengan tergesa-gesa dia berujar “mama kucing
mencuri ikan dimeja”. Spontan ibunya berkata panik “Loh kok kamu biarin nak…
Kejar donk! Lagian kamu tuh main tapi pintunya ga ditutup… Ikannya jadi dimakan
kucing kan tuh… Emang dasar kucing tukang mencuri!!”
Selang dua puluh tahun kemudian
si anak perempuan kecil itu sekarang sudah dewasa. Dia sudah memiliki seorang
suami. Sama persis seperti ibunya, anak perempuan dewasa ini suka sekali
memasak. Suatu hari dia memasak ikan kesukaaan suaminya, diletakkan hidangan
ikan itu diatas meja dengan sangat rapih. Dia pun beranjak ke dapur untuk mengambil
hidangan lainnya. Kembali menuju meja dia menyadari, ternyata kucing telah
mengambil ikannya.
Sambil terpogoh-pogoh marah dia
sontak berlari menuju pintu, mengejar si kucing sambil memegang gagang sapu.
Suaminya yang sedang duduk diteras terkaget melihat aksi istrinya. “papa… Lihat
kucing ga?” belum sempat suaminya menjawab dia terus berbicara “Dasar kucing
tukang mencuri!”.
Dengan tenang suaminya lantas
menjawab “Kucing putih yang bawa ikan itu tadi lewatin papa kok. Biarin aja
mah, kucingnya lapar… Jadi papa biarin. Kasihan!” Sambil ngedumel istrinya
menjawab “Iya sih pap, cuma aja kucing itu emang tukang mencuri” Suaminya yang
tidak sependapat berkata “Bukan tukang mencuri kok mah… Kucing itu cuma perlu
makan juga kaya kita, bedanya kucing ga punya duit buat belanja. Udah yuk kita
makan, ini bukan masalah kok…”
Sahabatku… Dari cerita diatas
kita akan belajar tentang sesuatu yang disebut ‘Belief’ (kepercayaan),
bagaimana belief terbentuk didalam pikiran bawah sadar, dan bagaimana belief
berpengaruh dalam hidup. Menarik? Mari kita lanjut membahasnya.
Belief adalah kepercayaan yang
tertanam didalam benak seseorang, yang akhirnya menjadi keyakinan inti yang dia
pegang teguh dalam hidupnya. Keyakinan inti kita menciptakan bagian dari lensa
yang melaluinya kita melihat dan mengalami kehidupan. Itu jelas akan memengaruhi
cara kita menafsirkan suatu keadaan dalam hidup.
Bagaimana cara seseorang melihat
dan mencerna suatu keadaan akan sangat tergantung dengan si keyakinan inti ini.
Ketika sesuatu terjadi dalam hidup, seseorang menafsirkan peristiwa itu dan
memasukkannya ke dalam kategori belief. Belief atau kepercayaan yang sudah
terprogram kedalam pikiran bawah sadar ini yang disebut keyakinan inti.
Keyakinan inti adalah pesan yang
mungkin kita sadari atau tidak, yang kita yakini sebagai hasil dari pengalaman
hidup kita. Contohnya; si ibu memiliki kepercayaan bahwa ‘kucing adalah tukang
mencuri’. Kepercayaan si ibu ini diturunkan kepada anak perempuannya. Belief
tidak diturunkan lewat DNA, melainkan terprogram lewat perilaku yang menjadi
kebiasaan. Karena begitulah pikiran bawah sadar (subconscious mind) belajar.
Ketika seorang anak menghasilkan kesan dari dunianya terhadap apa yang terjadi
dan bagaimana orang lain memperlakukannya dalam suatu keadaan. Maka disaat
itulah belief si anak terprogram didalam pikiran bawah sadarnya.
Dari kecil si anak menerima input
melalui ibunya, bahwa kucing adalah tukang mencuri. Bukan saja lewat perkataan,
namun juga dari sikap yang ibunya perlihatkan kepadanya. Memang ibunya tidak
pernah berniat secara sengaja mengajarkan kepada si anak bahwa ‘kucing adalah
tukang mencuri’. Tapi perlu diketahui anak usia 0-7 tahun memprogram dirinya
sendiri. Pikiran bawah sadar mereka ibarat pintu yang tidak pernah terkunci.
Anak-anak dibawah usia 7 tahun belum memiliki pikiran sadar yang berperan. Pikiran
sadar adalah pikiran yang memprogram logika. Itulah kenapa di usia itu mereka
belum bisa membedakan mana yang nyata dan tidak nyata. Karena semua informasi
masuk terserap didalam benak mereka tanpa tameng apapun. Termasuk
informasi-informasi negatif sekalipun.
Sahabatku… 95% pikiran bawah
sadar manusia akan mengontrol hidupnya sementara porsi pikiran sadar hanya 5%
saja. Artinya; apapun belief yang terprogram kepada anak pada usia 0-7 tahun
benar-benar akan menjadi diri mereka yang selanjutnya. Kecuali kalau dikemudian
hari si anak berupaya untuk memprogram ulang kepercayaan-kepercayaan negatif
yang sudah terlanjur terprogram didalam pikiran bawah sadarnya.
Dari sini kita sebagai orang tua
bisa benar-benar menyadari bahwa anak
adalah produk yang kita ciptakan. Jadi sekarang tergantung kepada orang tua lah
nasib si anak berada. Ini bisa menjawab, kenapa anak seorang akrobat berani
bergelantungan diatas seutas tali di atap, sementara anak-anak kita tidak. Itu
karena orang tuanya telah sukses memprogram kepercayaan bahwa bergelantungan
diatas atap adalah hal normal yang tidak menakutkan. Ada contoh kasus lain,
dimana salah satu artis yang memiliki kemampuan bermain gitar dengan tangan
kiri, padahal dirinya sama sekali tidak kidal. Saat ditanya kenapa? Dengan
santai dia menjawab ‘Sewaktu kecil aku melihat ayahku bermain gitar dengan
tangan kiri’.
Setiap anak, termasuk Anda pun
pasti memiliki kepercayaan-kepercayaan yang terprogram dari orang tuanya. Ini
sangat wajar, karena rasa cinta yang besar akan mempengaruhi fokus. Manusia
akan senantiasa fokus dengan apa atau siapa yang mereka cintai. Rasa cinta
seorang anak kepada orang tuanya, membuat si anak fokus memperhatikan segala
gerak-gerik dan ucapan orang tuanya.
Kembali kepada contoh diatas; Kenapa
si suami memberlakukan kucing dengan cara yang berbeda dari istrinya kemungkinan
besar adalah karena si suami tidak menerima inputan belief yang sama
sebagaimana yang diterima oleh istrinya. Jadi sebenarnya bukan salah si istri
kalau dia sekarang memberlakukan kucing seperti itu. Karena itu adalah bagian
dari belief yang terinput pada masa pemrograman dirinya, melalui izin orang tuanya
yang membiarkan belief itu terinput didalam pikiran bawah sadarnya. Karena belief
itu sudah terlanjur menjadi program, maka satu-satunya jalan adalah si istri
perlu menyadarkan dirinya sendiri untuk memilih menghapus belief yang sudah
terprogram itu.
Jadi manusia tetap memegang
kendali atas pilihannya sendiri. Termasuk atas semua keyakinan inti yang telah
terprogram. Pertanyaannya hanyalah ‘mau atau tidak mau?’ Karena untuk menghapus
program belief butuh kerja keras yang tidak terlalu mudah. Kita akan membahas
tentang cara menghapus program belief pada kesempatan lain. Pada kesempatan ini
kita akan fokus menjadi orang tua yang peduli dengan program belief anaknya.
Pastinya, kasih sayang setiap
orang tua harus menjadi ketulusan yang tidak bersyarat. Setiap orang tua harus
membesarkan serta mendidik anak bukan sebagai asset, melainkan sebagai
kehidupan. Kita para orang tua sedang menjadi mediator. Melalui kita lah DIA
mencurahkan kasih sayangNYA agar kita terus menjaga sebuah kehidupan.
Dengan memahami ini kita akan
mengerti bahwa apa yang kita contohkan dan ajarkan kepada anak memang harus
terlepas jauh dari kebutuhan pemenuhan ego kita sendiri. Sudah saatnya kita
menjadi netral dalam mendidik anak-anak kita. Ini kita lakukan hanya agar kehidupan
generasi penerus kita selangkah lebih maju didalam hidupnya nanti. Lalu
bagaimana caranya ?
Sahabatku… Cara memprogram belief
kepada anak adalah dengan menggunakan bahasa netral. Jadi alangkah bijak
apabila seluruh orang tua mulai menghindari ke-empat bahasa ini :
1# Bahasa Menilai
Alih-alih menilai, ajarkan anak
bahwa penilaian kita tentang sesuatu memang membutuhkan pembanding. Contoh kita
bisa menilai mainan mobil ini baik, karena ada mainan mobil yang lebih buruk.
Jadi baik membutuhkan buruk untuk menjadi baik. Begitu juga buruk membutuhkan
baik untuk menjadi buruk. Dari sini anak akan memprogram belief keseimbangan.
2# Bahasa Menyalahkan
Alih-alih menyalahkan, ajarkan
anak untuk mencerna hukum sebab akibat. Contoh kenapa air digelas bisa tumpah
diatas karpet; adalah karena dia berlari sambil membawa segelas air. Karena
airnya tumpah maka karpetnya menjadi basah. Karpet yang basah akan menjadi bau dan
berjamur kalau tidak dikeringkan. Sementara mengeringkan karpet lebih susah,
jelaskan juga kenapa susah. Dari sini anak akan memprogram belief bahwa segala
tindakan akan menghasilkan hasil yang beruntun.
3# Bahasa Mengelompokkan
Alih-alih mengelompokkan anak,
ajarkan anak kalau kehidupan itu adalah kesatuan. Kenapa sekarang menjadi
berkelompok karena orang-orang mencari kenyamanan dari sesuatu yang sama. Tapi
awalnya kehidupan ini adalah kesatuan. Dari sini anak akan memprogram belief
bahwa dia bisa saja menerima kelompok lain dan memaklumi perbedaan mereka yang
tidak sama dengan dia.
4# Bahasa Fanatik
Alih-alih mengajarkan anak
tentang fanatisme, ajarkan anak kalau kehidupan ini adalah pilihan. Seseorang
memilih dengan pertimbangan tertentu. Misal saat dia memilih mobil merah
ketimbang mobil hijau. Ajarkan bahwa dia memilih mobil merah karena dia suka
mobil merah. Dan mobil hijau itu bukan mobil yang jelek. Mobil hijau tetap ada
yang beli dan suka. Dari sini anak memprogram belief bahwa masing-masing orang
memiliki pilihannya masing-masing, dan pilihan yang berbeda bukan berarti
pilihan orang lain jelek dan pilihan dia lebih bagus.
Perlu dan sangat perlu
diperhatikan; Anak usia 0-7 tahun hidup dengan pikiran bawah sadar. Artinya setiap
detik hidupnya adalah masa pemrograman belief yang akan dia pakai sebagai keyakinan
inti difase mendatang hidupnya. Belief yang
terprogram bisa di hapus. Namun akan memakan waktu dan energy yang tidak
semudah saat waktu pemrograman itu berlangsung.
Jadi mohon perhatikan dengan
sangat, apa-apa saja belief yang kita inputkan kepada anak-anak kita. Apabila
saat ini anak terbiasa dengan input-input radikalisme, maka anak akan menjadi
radikal. Apabila saat ini anak terbiasa dengan input fanatisme, maka anak akan
menjadi fanatik. Apabila saat ini anak terbiasa dengan input kasih sayang
kepada sesama dan toleransi, maka seperti itulah anak akan menjadi. Dunia
didalam diri manusia, selalu akan menentukan dunia diluarnya. Kita tidak pernah
diciptakan sebagai korban, melainkan sebagai pemain, ini kalau memang kita
menyadarinya lebih awal.
Sahabatku… Orang tua adalah produsen.
Sementara produsen memang ditakdirkan menjadi makhluk yang paling sibuk mengurusi
produknya. Tapi bukankah kebanggaan produsen apabila melihat hasil produknya
sempurna? Anak adalah hasil produk orang tuanya. Tentunya kita akan bangga, apabila
anak kita memiliki keyakinan inti netral dan penuh pemakluman serta kebaikan
kasih sayang.
Bukankah menyedihkan harus mengakui kalau ke-empat bahasa diatas adalah bahasa generasi kita sekarang? Kalau kita menjawab ‘IYA’ sekarang, lalu akankah kita membiarkan generasi penerus kita menjawab ‘IYA’ juga dikemudian hari?
Tentunya tidak. Hidup harus
selalu lebih baik. Karena kebaikan adalah wujud awal kehidupan. SANG MAHA BAIK
membuat kita semua dalam kebaikan yang penuh keseimbangan. Keyakinan inti
seorang anak adalah landasan kebaikan kehidupannya dimasa depan. Anak adalah
aset kehidupan, bukan aset orang tua. Inilah tugas besar orang tua untuk memprogram
belief yang sesuai dengan kebaikan-NYA. Dimulai dari sekarang untuk
generasi-generasi selanjutnya.
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com