“Apakah ada tulisan tentang
misteri kematian? Apakah kematian sama seperti Kekayaan yang dapat di usahakan?
Atau ada referensi” Melalui anugerahNYA izinkan kami menjawab.
Sahabatku… Dengan segala
penghormatan terhadap perbedaan. Kami sangat menghargai setiap jawaban, setiap
pemahaman, setiap doktrin dan dogma. Masing-masing kita akan menerima kebenaran
hakikinya melalui anugerah ilmu SANG PEMBUAT. Apabila tulisan kami tidak dapat
diterima oleh Anda, maka itu sama sekali tidak masalah. Kami menghargai penerimaan
Anda, karena kami pun menghargai perbedaan yang tetap masih dihidupkan oleh
SANG PENCIPTA.
Jujur kami senang dengan
pertanyaan ini. Pertanyaan adalah gerbang menuju kebenaran. Kebenaran tidak
selalu harus diterima. Karena butuh kenetralan untuk menerima kebenaran.
Kenetralan adalah bagaimana SANG PENCIPTA, SANG PEMBUAT bergerak. Kita harus
menetralkan diri untuk menerima gerakan itu.
Susah memang mencari referensi untuk
mengungkapkan sesuatu yang disebut misteri kematian, karena setiap referensi
membutuhkan bukti, sementara bukti itu benar-benar akan terungkap setelah kita
mengalami kematian itu sendiri. Tapi bagaimanapun kepenasaran kita, itu sama
sekali tidak mau membuat kita buru-buru meninggal. Karena kematian sebagai
akhir kehidupan sudah terkonsep sedemikian rupa.
Kita sangat percaya kalau hidup
itu akhirat, dan akhirat lebih berat dari pada hidup. Padahal seharusnya kita
tidak mati untuk akhir, melainkan untuk sebuah awal. Babak baru, lembar baru,
tugas baru, pengabdian baru, hidup baru. Karena kesalah mengertian kita,
akhirnya kematian benar-benar menjadi akhir kehidupan, tidak ada yang baru,
yang ada hanyalah akhir.
Bagi yang belum mengerti kematian
memang bukan hal yang terlalu indah untuk diterima. Itulah kenapa
berpuluh-puluh bait doa selalu dipanjatkan kepada mereka yang telah wafat.
Tanpa pernah kita bertanya apakah betul berpuluh-puluh bait doa itu akan
berguna bagi yang telah wafat atau tidak. Tetap kita mendoakan mereka. Hal ini
tidak masalah, tidak perlu diperdebatkan. Sisi positif dari doa adalah
pengharapan. Kita perlu harapan untuk terus bersandar dan menjadi kuat. Lalu
apa itu harapannya mereka yang telah wafat?
Sahabatku… Pahamilah, harapan itu
hanyalah bagi mereka yang masih hidup. Sementara mereka yang sudah wafat,
mereka telah kembali. Kembali kepada SANG PENGHIDUP, SANG PEMBUAT. Masing-masing
agama memiliki penjabaran dan keyakinan yang berbeda-beda tentang kehidupan
setelah kematian (kita akan bahas pada kesempatan lain). Sebelumnya kita akan
menggaris bawahi kata KEMBALI. Karena setiap agama pun mengklaim kalau kematian
adalah ‘kembali’.
Itulah kenapa pada saat ada yang
meninggal umat muslim menyebut; Inalillahi,
waina ilaihi rojiuun yang mana artinya “Sesungguhnya
kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jugalah kami kembali”. Umat
Budha melantunkan Dhāraṇī Kelahiran Kembali Tanah Murni. Umat Kristen mendoakan
mereka yang wafat dengan doa "Tuhan
Yesus Kristus, kami memercayakan kepada-Mu saudara (saudari) kami, yang
terlahir kembali melalui air dan Roh dalam Baptisan Kudus …". Umat
Hindu percaya pada kelahiran kembali dan reinkarnasi dari jiwa atau atman. Umat
Yahudi memiliki kepercayaan pada techiat ha-meitim, bahwa jiwa akan dipulihkan
untuk dibangun kembali.
Apapun agama kita, tanpa
bermaksud mencampur aduk, kami hanya akan menarik satu kata yang hampir di
amini oleh semuanya, yaitu KEMBALI. Dalam kamus bahasa Indonesia kata ‘kembali’
bermakna, balik ke tempat atau ke keadaan semula. Dari pengertian ini kita jadi
memiliki pertanyaan tambahan : Apa itu tempat kembali bagi manusia yang sudah
meninggal?
Sahabatku… Manusia adalah wujud
tritunggal. Kita ini adalah tritunggal, yaitu tiga komponen yang menjadi satu
kesatuan. Untuk disebut manusia, setiap manusia harus memiliki jasad, jiwa dan
ruh. Jasad adalah seluruh komponen tubuh yang membantu kita mengoperasikan
jiwa. Contoh ringan, anggaplah diri manusia adalah handphone. Tentu untuk
memainkan aplikasi game didalam handphone, Anda membutuhkan handphone. Tidak
ada handphone tidak ada aplikasi apa-apa. Begitu juga dengan manusia. Jiwa yang
merupakan aplikasi tidak akan berfungsi apa-apa kalau tidak ada jasad. Ruh yang
merupakan sumber energi juga tidak akan berfungsi apa-apa kalau tidak ada
jasad.
Namun agar jasad itu beroperasi
kita memerlukan jiwa. Jasad tanpa jiwa maka seperti handphone kosong tanpa
aplikasi, sama sekali tidak memiliki tujuan apa-apa selain menyalah dalam
kekosongan. Sementara ruh adalah energi penghidup yang kekal, dia itu yang
disebut sebagai energi yang tidak bisa dimusnahkan dan hanya bisa berubah
bentuk. Kalau dalam handphone ruh adalah energi listrik yang tersimpan didalam
baterai. Ruh adalah hak SANG PENCIPTA. Tanpa ruh, maka tidak ada kehidupan,
yang ada hanyalah kematian. Lalu apa itu kematian?
Dunia kedokteran menetapkan tiga
fase dalam kematian: Fase pertama adalah mati klinis, dimana pernapasan
seseorang terhenti dan detak jantungnya berhenti berdetak. Pada fase ini,
impuls dari otak mulai memudar dan panca-indera tidak lagi bereaksi. Fase kedua
adalah mati otak, pada tahap ini semua fungsi otak berhenti. Organ-organ
penting masih berfungsi pada fase ini, tetapi tanpa ada kendali dari otak,
biasanya dibantu oleh alat kedokteran. Fase ketiga adalah kematian biologis, ditandai
dengan kematian seluruh sel-sel tubuh secara serentak. Mengakibatkan seluruh
organ termasuk otak, sama sekali tidak berfungsi. Setelah fase kematian
biologis inilah manusia dianggap telah wafat.
Inilah kematian sahabatku… Yaitu
saat jasad kita tinggalah jasad. Tidak ada lagi kesadaran untuk mengoperasikan
jasad. Dan tidak ada lagi energi yang membuat jasad menyala. Sebenarnya tidak
bisa dibilang jasad kita benar-benar mati. Karena molecular masih bergerak, energy
yang bervibrasi itu masih ada, masih ada pergerakan subatomic yang terjadi. Tapi
bedanya kesadaran kita sudah tidak hadir lagi.
Makhluk yang memiliki ruh apabila
ditelusur mundur, maka makhluk itu hanyalah bagian-bagian dari susunan atom.
Sebagai organisme, didalam tubuh manusia terdapat organ sistem. Organ sistem
terdiri dari banyak jaringan. Jaringan tersusun dari ribuan juta sel-sel.
Sel-sel itu tersusun dari molekul. Molekul terbentuk dari atom dan atom terbentuk
dari energi. Jadi wujud inti jasad manusia adalah energi yang bervibrasi. Baik
saat dia hidup, ataupun saat dia mati, atom kita masih terus ada, meskipun ruh
itu sudah tidak ada. Artinya; energi bervibrasi itu tidak pernah hilang. Selama
ada atom, maka selama itu energi bervibrasi tetap ada. Baik ada ruh ataupun
tidak ada ruh.
Boleh dibilang jasad tanpa
kesadaran kita kembali ke tanah untuk menjadi kehidupan yang lain. Inilah kenapa
sebaiknya jasad mati kita perlu dikubur, karena memang molecular jasad mati
kita diharuskan untuk melebur dan didaur ulang ke dalam ekosistem. Berubah menjadi
unsur lain. Inilah kematian bagi jasad, dia kembali menjadi molecular atom
dalam wujud yang lain. Makanya ada istilah Ashes
to ashes – Dust to dust. Itulah tempat kembali jasad, lalu bagaimana dengan
tempat kembali jiwa?
Jiwa kita adalah software system
operasi manusia. Jiwa hanya berfungsi apabila tersedia hardware (jasad manusia).
Karena fungsi jiwa adalah sebagai pengoperasi jasadi dan jiwawi manusia.
Termasuk kesadaran, memori, akal dan hati.
Maka, sekali lagi tanpa jasad, jiwa tidak mampu berfungsi dan terpakai
lagi. Karena sudah tidak ‘terpakai’, lalu kemanakah jiwa ini akan kembali pulang?
Sahabatku… Jiwa adalah milik dan
buatan System SANG PEMBUAT. Ada ketentuan khusus, kenapa ada jiwa-jiwa yang disimpan
untuk nantinya digunakan agar berfungsi kembali, ini adalah istilah untuk
kehidupan setelah kematian pada pengertian yang sebenarnya. Ada juga jiwa-jiwa
yang terhapus dari system SANG PEMBUAT. Ketahuilah rahasianya, kematian membawa
kita kepada dua pilihan, yaitu kembali kepada akhir kehidupan atau kembali
kepada awal kehidupan. Agar pembicaraan tidak melenceng, mohon maaf kami tidak
akan membahas ini sekarang.
Setelah jiwa, lalu bagaimana
dengan Ruh? Karena Ruh adalah anugerah dan masih rahasia SANG PENCIPTA, maka
kepadaNYA lah ruh terpulang. Memang suatu kesulitan besar untuk menyimpulkan
apa itu ruh, dan bagaimana cara kerja ruh dalam menghidupkan. Karena scienes
pun sudah mengerti, bahwa kematian jasad, bukan berarti kematian energi. Energi
itu kekal; Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Energi
hanya berubah bentuk dari bentuk energi yang satu menjadi bentuk energi yang
lain. Misteri itu adalah ruh. Apabila manusia sudah masuk kedalam ranah ruh,
maka kita hanya bisa berserah diri kepada SANG PENCIPTA.
Dari penjabaran panjang ini,
kalau disimpulkan setelah kematian, berarti jasad kita akan KEMBALI menjadi
atom yang berubah molecular menjadi atom lain. Lalu jiwa dan ruh kita kembali
kepada SANG PEMBUAT, SANG PENCIPTA.
Sampai disini, apabila pembahasan
kami kali ini, tidak teresonasi dengan Anda, maka silahkan Anda tinggalkan.
Karena kami sama sekali tidak bermaksud meyakinkan Anda atas ilmuNYA. Keyakinan
adalah hubungan manusia dengan SANG MAHA. Kami hanya menyampaikan apa yang
perlu disampaikan secara netral, tanpa kebutuhan apa-apa atas keyakinan Anda. Keyakinan
adalah perspektif, sementara perspektif sangat tergantung dengan keilmuan dan
pengetahuan. Mari kita belajar kepada SANG PEMBUAT ILMU dalam kenetralan.
Sahabatku… Kami gembira dengan
pertanyaan, apakah kematian sama seperti
Kekayaan yang dapat di usahakan? Sebuah pertanyaan super penting.
Sebagaimana kami sebutkan diatas bahwa kematian membawa kita kepada dua
pilihan, yaitu kembali kepada akhir kehidupan atau kembali kepada awal kehidupan.
Selama ini kita berpikir kematian
adalah sebuah akhir kehidupan, tapi bagaimana kalau bagi sebagian manusia yang memenuhi
syarat, kematian hanyalah awal dari kehidupan lain. Dimana bagi mereka yang
memenuhi syarat, kematian hanyalah sebuah batu lompatan menuju dimensi hidup
yang berbeda. Jadi bagi mereka yang memenuhi syarat, mereka memang harus mati untuk
tetap kembali hidup. Sementara bagi mereka yang tidak memenuhi syarat, kematian
hanyalah kembali kepada akhir kehidupan.
Inilah keadilan system SANG MAHA
ADIL. Sebuah wujud free will yang
sangat masuk akal. Andai kami bisa memberikan foto sebagai tanda bukti, tapi
itu tidak ada, tidak akan pernah ada. Ini adalah sebuah proses nyata yang
sangat sulit sekali dijelaskan. Sama seperti udara yang tidak nyata tapi tetap
Anda mengamininya bukan? Begitulah kehidupan setelah kematian. Harus ada iman
disini. Kalau ini terdengar seperti dongeng, maka izinkan saja diri Anda nanti
untuk menerima kebenarannya.
Pada akhirnya kita semua memang
akan meninggal untuk kembali, tapi untuk kembali kemanakah akan menjadi
pilihan. Jawabannya ada didalam tiap pilihan kita sendiri. Karena itu mari kita
sudahi saja, dengan langsung bertanya : Bagaimana caranya menjadi manusia yang memenuhi
syarat? Hal-hal apa yang perlu kita persiapkan agar kematian kita nanti hanya
akan menjadi sebuah batu lompatan menuju dimensi hidup yang berbeda? Bukankah ini
adalah kekayaan yang harus diusahakan?
Sahabatku… Semoga Anda sudah
membaca artikel kami tentang alasan & tujuan kehidupan (https://www.facebook.com/pesan.semesta.7/posts/161833924983724).
Mohon meresapi tulisan dalam artikel itu. Apabila disingkat disana tertulis
bahwa alasan kehidupan adalah untuk bersaksi dan menikmati
keajaiban-keajaibanNYA sementara tujuan kehidupan adalah untuk berfungsi
sebagai bagian semesta. Inilah kehidupan bagi manusia. Pertanyaan pentingnya
adalah sudahkah kita BERSAKSI? Sudahkah kita menikmati keajaiban-keajaiban SANG
PENCIPTA, SANG PENGHIDUP? Sudahkah kita berfungsi sebagai bagian SEMESTA?
Kalau dalam awal kehidupan ini
jasad – jiwa – ruh kita belum kita gunakan sebagai alasan dan tujuan kehidupan,
maka untuk apa kita hidup pada kehidupan yang selanjutnya. Bukan begitu? Kalau
sampai ini kita belum mengerti alasan dan tujuan kehidupan kita. Lalu bagaimana
kita bisa memenuhi syarat untuk kehidupan yang selanjutnya?
Ibaratkan seperti ini, ada segerombolan
anak SD yang menerima kesempatan untuk memasuki perpustakaan international. Dari
ke 20 gerombolan itu hanya 5 orang yang serius membaca dalam perpustakaan itu,
selebihnya hanya berlari-lari, main kesana kemari tak karuan. Apakah ke 15
gerombolan SD itu akan diberi kesempatan memasuki perpustakaan itu lagi?
Ini hanyalah analogi logika akal
manusia yang mampu berpikir saja, tentunya SANG PENCIPTA, SANG PEMBUAT memiliki
alasan-alasan lain yang lewat dari akal logika kita sendiri. Kehidupan dan
kematian adalah ketetapan dan kehendak SANG PENCIPTA, SANG PEMBUAT. Sebagai seorang
makhluk kita hanya bisa menghargai kehidupan kita sebelum kematian kita. Meski
kematian tidak pernah menjadi akhir kehidupan, tapi bagaimanapun keyakinan kita
tentang kehidupan setelah kematian, itu tetap menjadi hal yang harus
diusahakan.
Sahabatku… Tentu kita harus berdandan
dan memantaskan diri sebelum menemui seorang sultan. Itu hanya kita lakukan
agar Anda mendapat kesan tersendiri dimata si sultan. Sultan itu sendiri tidak
perlu Anda berdandan dan memantaskan diri dihadapanya, lagi pula dia akan
mengerti kondisi Anda. Tapi Anda tetap akan bersikeras dan berusaha bukan?
Begitu juga kita sahabatku…
Terlepas kita akan melompat dan terus hidup di dimensi yang berbeda atau kita
hanya akan kembali kepada akhir kehidupan. Tetap kita harus berdandan sebelum
kembali kepadaNYA. Tentunya berdandan menurut arti kata yang sebenarnya. Karena
SANG PEMBUAT tidak melihat dandanan luar kita, melainkan dandanan dalam kita,
yaitu kebaikan jiwa Anda dan apa yang telah dia lakukan dalam hidup ini.
Namun andai saja mendandani jiwa
semudah seperti mendandani jasad, sayangnya tidak sahabatku… Butuh usaha, usaha
pertama itu adalah kemauan. Sebagian manusia yang ‘mau’ menaiki puncak gunung
tertinggi sampai disana. Kemauan seseorang bisa mengalahkan ketidak mungkinan manusia.
Kemauan kita akan menentukan hasil dandanan kita.
Disinilah SANG MAHA ADIL, SANG
MAHA MENGETAHUI mengerti tiap-tiap kita akan memiliki hasil dandanan yang
berbeda-beda, tapi apapun dan bagaimana pun tetap kita akan kembali kepadaNYA dan
tetap pula SANG PEMBUAT akan menerimanya tanpa penghakiman apapun. Karena DIA SANG
MAHA PENYANYANG tidak perlu menghakimi
apapun dari makhlukNYA. Inilah wujud ke MAHA ADILANNYA.
Sahabatku… Coba kita menyalahkan
korek api dimalam hari yang gelap gulita. Pandangi nyala api itu sampai habis mati
dan kembali gelap. Tanyakan kedalam diri, apakah yang membuatkan kita mata, apakah
yang membuatkan kita anugerah melihat akan membakar kita dengan api itu? Resapilah…
dan biarkan jiwa Anda yang menjawab.
Sahabatku… Agar kematian menjadi
hal yang indah, maka mari kita mengartikan kematian sebagai gerbang yang akan
mengembalikan kita kepada SANG PEMBUAT. Bukan sebagai tempat penghakiman. Karena
SANG MAHA tida perlu menghakimi apa-apa lagi. Tidak perlu ada keragu-raguan
saat memasuki gerbang itu. Percayakan saja semua kepadaNYA. Serahkanlah hasil
dandanan Anda kepadaNYA. Tugas kita sekarang hanyalah berusaha berdandan
sebelum kematian datang. Jadi hargailah hidup Anda, karena didalam hidup inilah
Anda akan BERSAKSI, Anda akan menikmati keajaiban-keajaibanNYA, dan Anda pun
akan berfungsi sebagai bagian semesta.
Akhir kata sahabatku… Kematian
akan terus menjadi misteri, tapi biarkanlah jiwa ini menggores misterinya yang
terindah. Jangan membatasi kehidupan dengan kata kematian. Izinkan jiwa kita
terus bersamaNYA… Selalu bersamaNYA… Terus bersamaNYA… Sampai SANG PENCIPTA
menentukan sendiri akhirnya.
Salam Semesta