Saat kita berbicara LGBT mau
tidak mau kita akan masuk kedalam dunia transgender dan dunia orientasi
seksual. Dimana kedua dunia ini adalah dunia yang berbeda, namun sering
disamakan. Membahas LGBT memang seperti mengupas bawang bombai. Apa yang kita
lihat dan kita ketahui sekarang hanyalah lapisan terluarnya saja, kita belum
sampai kedalam intinya. Sementara untuk sampai kedalam lapisan inti bawang
bombai kita harus mengupas satu persatu lapisannya. Dalam lapisan-lapisan ini
kita akan masuk kedalam dunia yang penuh warna.
Kenapa kita tidak langsung kepada
point intinya saja? Jawabannya adalah karena masalah ini hadir bukan untuk kita
hakimi, melainkan kita pelajari. Tugas
kita sekarang adalah mencari sebab akibat dari apa yang berlangsung, karena
dari sana lah kita bisa mencegah, lalu memperbaiki. Kita harus meng-unlock
lapis-perlapisnya terlebih dahulu agar menjadi paham. Sehingga tidak terjadi
lagi relaita seperti realita kita sekarang. Dimana kita hanya bisa menghakimi
tanpa bisa memahami, apalagi memperbaiki. Akhirnya yang terhakimi merasa
terdiskriminasi, memberontak dan membentuk kekuatan untuk menormalkan ketidakberesan
yang sedang berlangsung didalam dirinya dengan meng-atas-namakan takdir SANG
PENCIPTA. Padahal itu sama sekali bukan.
Sahabatku… LGBT tidak pernah
menjadi garis takdir seseorang ataupun kelompok. LGBT adalah murni sebuah
kompleksitas sebab akibat. LGBT adalah hasil akhir. Ada banyak penyebab yang
mengakibatkan seseorang akhirnya terjerumus kedalamnya.
Manusia itu bukan hanya paket
‘saya’ atau ‘dia’. Manusia adalah kesatuan tritunggal yang sangat kompleks,
antara jasad – jiwa dan ruh. Apabila kita membahas jasad, berarti kita bukan
hanya membahas satu tubuh, namun kita juga membahas seluruh komponen didalamnya
dan kita juga membahas programnya yaitu jiwa. Karena LGBT muncul akibat
ketidakberesan antara kedua sistem ini. Jadi apabila ada yang bertanya apa itu
penyebab LGBT? Maka jawaban singkatnya adalah ketidakberesan antara sistem jasad
dan jiwa. Ada sebab-akibat yang berlangsung, sehingga jasad dan jiwa beroperasi
secara tidak benar didalam dirinya.
Karena alasan inilah, kami lebih
senang menyebut LGBT sebagai korban, bukan pelaku. Karena jujur sebenarnya
mereka hanyalah korban dari ketidakberesan sistem diri mereka sendiri, dan
bagian menyedihkannya mereka tidak menyadari apalagi memahami ketidakberesan
ini. Para LGBT lebih nyaman berpikir apa yang mereka lalui adalah takdir,
padahal itu sama sekali tidak.
Kembali lagi ke dunia transgender
dan orientasi seksual. Disini kami mau meluruskan dahulu cara pandang kita yang
sedikit keliru tentang kedua masalah ini. Jujur selama ini kita terlalu takut
dengan dunia ini, akhirnya ketakutan kita menutup mata kita untuk memahami apa
yang sebenarnya berlangsung.
Sudah menjadi keniscayaan kalau
manusia hanya memiliki dua jenis seks, yaitu perempuan dan laki-laki. Ini dilihat
berdasarkan alat kelamin kita. Penentuan jenis kelamin terjadi saat pembuahan.
Setiap sperma memiliki kromosom X atau Y di dalamnya. Semua telur memiliki
kromosom X. Ketika sperma membuahi sel telur, kromosom X atau Y-nya bergabung
dengan kromosom X sel telur. Seseorang dengan kromosom XX biasanya memiliki
jenis kelamin perempuan dan seseorang dengan kromosom XY biasanya memiliki
jenis kelamin laki-laki.
Seharusnya susunan kromosom yang
normal ini cukup untuk membuat manusia terlahir normal menjadi perempuan atau
laki-laki ‘sejati’. Tapi ternyata ini saja tidak cukup. Ada beberapa faktor hormonal
yang ketidak normalan kadarnya akan mempengaruhi identitas gender seseorang. Dari
sinilah awal masalah muncul. Apa itu identitas gender?
Identitas gender adalah bagaimana
perasaan seseorang di dalam dan bagaimana seseorang mengekspresikan perasaan
itu. Misalnya begini; seorang perempuan sejati merasa dan menyakini bahwa
dirinya adalah perempuan. Begitu juga seorang laki-laki sejati merasa dan
menyakini bahwa dirinya adalah laki-laki. Namun ada sebagian orang mengalami
kenyataan yang berbeda, dimana antara jenis kelamin dengan apa yang diarasakan
dan diyakini didalam dirinya berbeda.
Jadi apabila dia berjenis kelamin
laki-laki tetapi didalam dia memiliki rasa dan keyakinan diri bahwa dia adalah
perempuan. Dan apabila dia berjenis kelamin perempuan, maka didalam dia
memiliki rasa dan keyakinan diri bahwa dia adalah laki-laki. Intinya tidak ada
kecocokan antara perasaan yang dia bawa, dengan jenis kelamin yang dia miliki. Orang-orang
yang merasakan ketidakcocokan ini disebut “transgender”. Sementara keadaan
mereka disebut denga istilah “disforia gender”.
Disforia gender adalah suatu
kondisi di mana seseorang mengalami ketidaknyamanan atau kesusahan karena ada
ketidaksesuaian antara seks biologis (jenis kelamin) dan identitas gender.
Kadang-kadang dikenal juga sebagai ketidaksesuaian gender.
Beberapa orang dengan disforia
gender memiliki keinginan kuat dan gigih untuk hidup sesuai dengan identitas
gender mereka, daripada jenis kelamin biologis mereka. Orang-orang ini
kadang-kadang disebut waria atau trans. Beberapa orang trans bahkan benar-benar
melakukan perawatan untuk membuat penampilan fisik mereka lebih konsisten
dengan identitas gender mereka.
Untuk mempersingkat tulisan kita
akan membahas utuh tentang disforia gender pada lain artikel. Nanti kita akan
membahas tentang penyebab, ciri-ciri dan penanganannya, silahkan tulis di
comment apabila Anda setuju mau membaca utuh tentang topik ini.
Selanjutnya sahabatku…
Jujur kita sering
mencampuradukkan kedua dunia transgender dengan dunia orientasi seksual. Misalnya
saat kita melihat seseorang transgender, banyak dari kita secara otomatis
menganggap mereka juga homoseksual. Namun, sebenarnya tidak seperti itu. Gender
dan seksualitas berbeda, dan merupakan perbedaan penting untuk dipahami.
Orientasi seksual adalah
"ketertarikan emosional, romantisme atau seksual kepada orang lain."
Pada dasarnya orientasi seksual adalah hasrat ‘kebinatangan kita’. Dengan siapa
seseorang tertarik untuk berhubungan seks Itulah orientasi seksual. Jadi memang
tidak perlu menjadi transgender untuk memiliki orientasi seksual yang
menyimpang. Setiap orang bisa menjadi heteroseksual, homoseksual, biseksual,
panseksual atau bahkan aseksual.
Jadi maksudnya seorang waria bisa
memilih menjadi heteroseksual, homoseksual, biseksual atau aseksual. Begitu juga
seorang perempuan yang memegang penuh identitas gender kelaki-lakian dia bisa memiliki
orientasi seksual heteroseksual, biseksual atau homesksual. Pertanyaan kritisnya
adalah : APA HAL YANG MEMPENGARUHI
SESEORANG UNTUK MEMILIH ORIENTASI SEKSUAL MENYIMPANG?
Sahabatku… Tentu ada banyak alasan
dibalik sebuah pilihan. Sebagian besar ilmuwan saat ini sepakat bahwa orientasi
seksual adalah hasil dari kombinasi faktor lingkungan, emosional, hormonal, dan
biologis. Dengan kata lain, ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap
orientasi seksual seseorang, dan faktor-faktor itu mungkin berbeda untuk orang
yang berbeda.
Ada banyak teori untuk
menjawabnya. Masing-masing teori membawa bukti ilmiahnya sendiri-sendiri. Bukti
ini sangat berkaitan dan tidak bisa kita kesampingkan begitu saja. Meski
penelitian ilmiah tentang orientasi seksual masih terus berlanjut, dan belum
sampai pada titik kesimpulan utuh. Namun sedikit informasi dibawah ini
setidaknya bisa memberi kita gambaran tentang apa yang harus kita lakukan.
1# Teori Pendidikan
Sahabatku…
Pahamilah homoseksualitas dan biseksualitas tidak disebabkan oleh cara seorang
anak dibesarkan oleh orang tuanya.
Kita tidak bisa "mengubah" seseorang
laki-laki menjadi gay. Misalnya, dengan mengekspos anak laki-laki ke mainan
atau habbit yang dibuat untuk anak perempuan seperti boneka barbie, mainan
masak-masakan, baju pink. Atau kita menyibukkan anak laki-laki dengan aktifitas
yang normalnya dilakukan perempuan, seperti memasak, menjahit, dan mengasuh
bayi. Hal-hal ini tidak akan membuat seorang anak laki-laki tumbuh dan memiliki
orientasi seksual homoseksual atau biseksual. Hal yang sama juga berlaku
terhadap anak perempuan. Bukan berarti perempuan memakai celana atau bermain
tinju, maka otomatis memiliki orientasi seksual yang menyimpang.
Intinya, gender
yang melekat pada seorang tidak serta merta membuatnya menjadi seorang homoseksual
atau biseksual. Karena bahkan laki-laki atau perempuan normal pun bisa memiliki
orientasi seksual yang menyimpang. Banyak para laki-laki yang sangat macho
namun memiliki orientasi seksual gay, dan wanita yang sangat feminism namun
memiliki orientasi seksual lesbian. Jadi bagaimana cara seseorang dididik
secara gender tidak selalu akan berbanding lurus dengan orientasi seksualnya.
Yang sangat berpengaruh pada masa anak-anak adalah apabila seorang anak mengalami pelecehan seksual, baik oleh sesama jenis atau lain jenis. Ada sebuah hubungan trauma psikologis yang membuat anak memilih orientasi seksual yang berbeda pada saat dia dewasa. Namun ini tidak menjadi satu-satunya faktor tunggal. Karena pada beberapa kasus, tidak semua korban pelecehan benar-benar berorientasi seksual menyimpang pada masa dewasa mereka.
Yang sangat berpengaruh pada masa anak-anak adalah apabila seorang anak mengalami pelecehan seksual, baik oleh sesama jenis atau lain jenis. Ada sebuah hubungan trauma psikologis yang membuat anak memilih orientasi seksual yang berbeda pada saat dia dewasa. Namun ini tidak menjadi satu-satunya faktor tunggal. Karena pada beberapa kasus, tidak semua korban pelecehan benar-benar berorientasi seksual menyimpang pada masa dewasa mereka.
2# Teori Hormon
Hormon adalah
pembawa pesan kecil dalam organisme yang mengatur berbagai fungsi dan proses.
Ketidakseimbangan atau berkurangnya kadar hormon dikaitkan dengan berbagai
gejala dan konsekuensi yang tidak diinginkan, terutama ketika menyangkut
estrogen dan testosteron, dua hormon penting dalam tubuh wanita dan pria. Hormon
mengatur libido kita, kesehatan seksual secara keseluruhan, dan kinerja seksual
kita.
Perbedaan
utama antara pria dan wanita adalah hormon mereka. Jadi, ketika janin terpapar
hormon, hal itu dapat memengaruhi proses hormon, yang memengaruhi orientasi
seksualnya. Ada penelitian ilmiah yang ingin kami bagikan disini. Para ilmuwan
telah menemukan bahwa orang yang ibunya mengonsumsi progesteron saat hamil
mengidentifikasi sebagai heteroseksual lebih jarang daripada mereka yang ibunya
tidak menerima pengobatan progesteron.
Sebuah penelitian
yang mencakup data dari 34 orang Denmark (17 pria dan wanita) yang lahir di
Rumah Sakit Universitas di Kopenhagen, Denmark, antara tahun 1959 dan 1961,
sebagai bagian dari Kopenhagen Perinatal Cohort. Semua dari mereka dilahirkan
dari ibu yang telah dirawat dengan progesteron (dan tidak ada bentuk terapi
hormon lain) selama dua trimester pertama mereka untuk menghindari keguguran.
Ketika
anak-anak berusia sekitar 23 tahun, mereka diminta untuk mengisi kuesioner
tentang orientasi seksual mereka dan diwawancarai oleh seorang psikolog.
Hasilnya dibandingkan dengan orang-orang dari kelompok lain yang ibunya tidak
diobati dengan progesteron.
Hasilnya
menunjukkan kecenderungan yang lebih besar, terutama di kalangan pria, untuk
mengidentifikasi sebagai gay atau biseksual jika ibu mereka telah diobati
dengan progesteron. Ini sekitar 20 persen (lima pria dan dua wanita)
dibandingkan dengan nol pada kelompok kontrol.
Ketika ditanya
apakah mereka pernah tertarik pada anggota jenis kelamin mereka sendiri,
sekitar 30 persen mengatakan ya (enam pria dan empat wanita), dibandingkan
dengan enam persen dalam kontrol (nol pria, dua wanita). Hampir delapan belas
persen mengatakan mereka saat ini tertarik pada kedua jenis kelamin (tiga pria
dan tiga wanita), dibandingkan dengan tiga persen dalam kontrol (nol pria, satu
wanita).
Antara 14,7
dan 24,2 persen mengatakan bahwa mereka memiliki semacam hubungan seksual
dengan anggota jenis kelamin mereka sendiri, yang dibandingkan dengan 0 hingga
9,1 persen pada kelompok kontrol. Di sini, kontak seksual berkisar dari tidak
berpakaian sepenuhnya (17,6 persen), hubungan seksual (14,7 persen), tidur
bersama (17,6), atau bermasturbasi di depan seseorang (24,2 persen). Sumber : sciencenordic.com
Data tentang
dampak hormon pada orientasi seksual memang masih terbatas karena subjek ini
masih kurang diteliti. Tapi dari studi
ini menyiratkan bahwa susunan hormon dalam pengaturan prenatal dapat menentukan
seksualitas seseorang di kemudian hari. Jadi dari sini kami memberi saran agar para
perempuan tidak sembarangan mengkonsumsi obat-obatan, apalagi itu obat-obat
yang memiliki fungsi hormonal pada masa awal dan selama kehamilan. Karena apa
yang dikonsumsi akan memiliki efek. Faktor prenatal yang memengaruhi atau
mengganggu interaksi hormon-hormon ini pada otak janin yang sedang berkembang
dapat memengaruhi perilaku orientasi seksual pada anak yang akan mereka bawa
sepanjang hidup mereka. Ini bukan bagian dari takdir, melainkan sebab-akibat.
3# Teori Genetika
Mengapa
homoseksualitas tidak hilang begitu saja dari generasi ke generasi? Ini adalah
pertanyaan yang sedang dibahas dan dicari jawabannya. Faktanya angka mereka
terus bertambah, bukannya berkurang. Dan mereka tidak pernah musnah. Apapun akibat
dari orientasi seksual menyimpang tidak menghentikan mereka untuk memilihnya. Berarti
ada alasan kuat yang membuat mereka mengesampingkan logikanya. Apakah ini ada faktor
genetika?
Sayangnya para
ilmuan belum bisa menjawabnya secara utuh. Meski sudah dilakukan beberapa
penelitian tentangnya. Dan muncul salah satu kecurigaan para ilmuwan terhadap
penyebab gay pada manusia dari kode genetik unik Xq28 yang ditemukan hampir
pada beberapa gay. Meski demikian, ilmuwan belum dapat memastikan bahwa gen
tersebut adalah faktor utama di balik asal usul penyebab gay.
Jadi memang belum
bisa disimpulkan bahwa orientasi seksual menyimpang diturunkan oleh genetika. Karena
pada kenyataanya, orang dengan orientasi homoseksual tidak mungkin memiliki
keturunan langsung dengan pasangan sesama jenisnya. Hal ini terjawab oleh
penelitian yang dilakukan oleh Boclandt dkk pada tahun 2006. Penelitian itu
menyatakan bahwa garis turunan dari ibu yang membuat gen gay bertahan pada diri
seseorang. Meski belum ada penelitian lebih lanjut, bagaimana seorang ibu bisa membawa
gen itu didalam dirinya, yang nantinya diturunkan dan membawa pengaruh kepada
orientasi seksual keturunannya.
Betul memang
orientasi seksual heteroseksual sudah dibawa bersama saat pembentukan kromosom
jenis kelamin. Namun penelitian ilmiah belum menemukan gen khusus lainnya yang benar-benar
bertanggung jawab untuk membuat seseorang benar-benar berorientasi seksual homoseksual.
Karena bahkan mereka yang tidak memiliki kode genetik unik Xq28 pun masih ada
yang beorientasi seksual homoseksual.
4# Teori Psikologi
Orientasi seksual
tidak disebabkan oleh hormon saja. Beberapa penelitian memang menunjukkan bahwa
stres prenatal secara signifikan meningkatkan kemungkinan homoseksualitas atau
biseksualitas, meskipun belum ada bukti spesifik yang menunjukkan pada trimester
mana yang paling berpengaruh.
Wanita yang
menderita stres selama kehamilan meningkatkan kemungkinan anak mereka menjadi
gay. Wanita hamil yang menderita stres juga lebih mungkin melahirkan anak-anak
homoseksual, karena kadar hormon stres kortisol yang meningkat mempengaruhi
produksi hormon seks janin. Stres mengubah produksi hormon adrenal, termasuk
testosteron dan androgen lainnya.
Sebuah laporan
awal menunjukkan bahwa stres prenatal juga dapat mempengaruhi orientasi seksual
pada pria. Studi ini mewawancarai 200 pria tentang peristiwa stres yang terjadi
selama kehamilan ibu mereka dengan mereka, dan melaporkan bahwa peristiwa stres
sedang hingga parah dipanggil kembali oleh 68% pria homoseksual, dan oleh 40%
pria biseksual, tetapi hanya oleh 6% pria heteroseksual. Sumber : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3296090/
Sahabatku… Dari beberapa teori
ilmiah diatas tentang LGBT dapat kita buat sebuah garis lurus. Bahwa orientasi
seksual seseorang bukanlah sebuah penyakit. Melainkan sebuah ketidakberesan
yang terjadi didalam sistem jasad, sehingga mempengaruhi perilaku, penalaran
dan hasrat seksual seseorang. Membuktikan bahwa memang LGBT bukanlah takdir,
melainkan sebab-akibat yang terus bergulir.
Pastinya ada banyak penyebab dari
ketidakseimbangan hormonal, kerusakan genetik dan stress berlebihan yang memicu
seorang ibu menurunkan ketidakberesan ini kepada anaknya. Namun sekali lagi,
meski ini bukan pilihan, namun ini adalah sebab akibat.
Semoga ada kesempatan lain, kami diberi
kesempatan untuk membahas tentang penyebab utama dari ketidakseimbangan ini, sehingga
kita mampu melakukan pencegahan sedini mungkin. Dan hal penting lain untuk
dibahas juga adalah tentang bagaimana mengontrol orientasi seksual yang
menyimpang secara sadar.
Akhir kata sahabatku… Kita tidak
bisa berkata bahwa orientasi seksual adalah hal yang tidak penting. Orientasi
seksual adalah fitrah yang masih dibawa oleh manusia. Tujuan utamanya
sebenarnya agar manusia mau melanjutkan keturunannya. Namun fantasi manusia
memang berkata lain tentang seks. Bagi sebagian kita seks bukanlah sekedar cara
untuk melanjutkan keturunan, melainkan sebuah kebutuhan batin yang harus
dipenuhi.
Tiap-tiap manusia memiliki cara
dan pandangan tersendiri yang menentukan bagaimana ‘pemenuhan’ itu
diaplikasikan. Hal yang penting adalah bagaimana manusia mampu mengontrol
dirinya sendiri. Artinya memimpin dirinya sendiri. Tentunya memimpin didalam
kebaikan.
Baik dan buruk memang merupakan
hal yang relatif. Satu-satunya kebaikan adalah kebaikan yang membuat kita
merasa baik didalam. Mata hati manusia tidak pernah salah mengartikan mana yang
baik dan mana yang keliru. Itulah kenapa LGBT masih menjadi masalah sampai
sekarang. Karena bahkan bagi para korban pun, jauh didalam hati mereka, mereka
menyakini bahwa jalan yang sedang mereka tempuh itu bukanlah jalan yang terbaik
bagi mereka.
Apabila Anda adalah korban LGBT. Maka
pahamilah dan percayalah, Anda tidak pernah ditakdirkan seperti ini sahabatku… Pahamilah
SANG MAHA PENYANYANG tidak pernah mentakdirkan Anda untuk menggengam erat label
itu. LGBT bukanlah takdir, bukanlah sistem keseimbangan, tapi murni dari kompleksitas
sebab –akibat. Percayalah Anda bisa berhenti menjadi korban. Dan bagi kita yang
bukan korban, mohon bergeraklah dalam kebijaksanaan. Bukan berarti kita harus mendorong
LGBT untuk berkembang. Justru kita harus membantu mereka untuk menerima
kenormalan mereka kembali. Memberi dukungan dengan cara yang ‘benar’.
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com