Sahabatku… Kemarin kita belajar kalau
Law of Attraction (LOA) bekerja bukan dari sekedar pikiran positif namun juga
perasaan positif. Jadi pikiran dan perasaan kita harus sama-sama bergerak dalam
mode positif, untuk menarik frekuensi yang sama. Sehingga tidak ada lagi
tumpang tindih frekuensi yang membuat lamban LOA. Sekarang kita akan belajar
bagaimana caranya. Bagaimana cara agar kita mampu menyelaraskan pikiran dan
perasaan untuk tetap positif?
Sahabatku… Jujur kami hanya
memiliki satu cara rahasia untuk jawaban ini :
CaraNYA ADALAH jangan mengontrol
dan mendikte kehidupan
Sahabatku… Kosongkan harapan,
meski kita masih bergerak karenannya. Serahkan dan biarkan semesta menentukan
akhirnya. Hidup adalah serangkaian perubahan alami yang selalu spontan. Jangan
melawan gerakan semesta. Biarkan kenyataan menjadi kenyataan.
Biarkan segala sesuatu mengalir
secara alami ke depan dengan cara apa pun yang semesta suka. Ingat saja,
segalanya adalah sebab akibat. Siapkan sebab terbaik untuk akibat terbaik.
Cobalah untuk tetap mengalir dalam kebaikan, tanpa mengontrol dan mendikte
hasilnya kepada semesta.
Namun sahabatku… Cara ini akan sulit
sekali, kalau kita masih membawa belenggu didalam diri. Kita harus terlebih
dahulu siap untuk melepaskan belenggu-belenggu itu. Biasanya ada 3 hal yang
membelenggu manusia dari versi positifnya.
1# Penilaian
orang lain.
2#
Kekhawatiran akan masa depan.
3# Trauma masa
lalu.
Tiga belengggu ini akan membuat
kita menjadi seseorang yang terlalu mengontrol dan mendikte. Akan sulit bagi
kita berhenti mengontrol dan mendikte kehidupan, kalau kita masih memegang erat
3 hal diatas. Lalu bagaimana caranya untuk melepas belenggu-belenggu ini?
Caranya adalah kita harus belajar
untuk selalu bergerak dalam kenetralan semesta. Semakin positif seseorang,
semakin dia netral dengan dirinya sendiri. Menjadi netral itu bukan menjadi
seseorang yang tidak memiliki pendirian.
Justru karena kenetralan itu
adalah pendirian yang teguh, makanya mereka yang berhasil menjadi netral tidak
terombang-ambing dengan yang namanya penilaian.
Mereka yang telah berhasil
menjadi netral, mengerti betul bahwa tiap masing-masing makhluk ciptaan SANG PENCIPTA
memiliki dan membawa nilai diri masing-masing. Nilai diri ini tidak bisa disama
ratakan, tidak bisa ditukar, dan sangat berarti bagi kehidupan.
Saat seseorang netral dia akan
bergerak seperti air. Sifat air yang fleksibel membuatnya tidak lagi khawatir
akan masa depan. Karena dia mengerti bahwa dalam kehidupan yang terus berubah
ini. Kita tidak bisa lagi mengharapkan sesuatu yang statis, atau mengikuti
hanya satu hal yang baku. Kita pun diharapkan untuk terus belajar untuk
menyesuaikan diri disegala situasi. Jadi apapun kondisi dan tempatnya, kita
akan terus bisa kuat bertahan, karena kita dinamis. Saat netral, maka semua
hanya mengalir dan bermuara pada satu titik, yaitu keseimbangan.
Dan saat seseorang netral, dia juga
mengerti bahwa masa lalu adalah kenangan yang berjasa, karena telah membawanya
sampai disini. Masa lalu adalah proses pembelajaran yang tidak lagi membutuhkan
waktu untuk diratapi. Pengertian ini membuatnya tidak lagi tertekan, sehingga
dia mampu berpikir lebih maju dari tempat dia berada sekarang.
Apakah semua ini berhubungan
dengan cara menyelaraskan pikiran dan perasaan untuk tetap positif? Jawabannya adalah
SANGAT.
Coba kita bayangkan :
Saat pikiran kita ingin sukses,
lalu berkat frekuensi pikiran itu kita menarik frekuensi yang sama. Lalu kita
diberi jalan usaha olehNYA, jalan yang kalau kita lakukan akan mendekatkan diri
pada kesuksesan yang kita inginkan selama ini. Namun sekali lagi, kalau belenggu
kita masih kuat. Maka kira-kira apa yang akan terjadi?
Iya betul, kita akan ngotot dan
sibuk agar diri kita selalu sukses. Agar tiap hasil dari apa yang kita kerjakan
selalu sukses. Akhirnya kita melihat kegagalan sebagai nilai yang jelek. Kita
pun khawatir kalau diri kita nanti tidak sukses. Dan kita pun terus
terbayang-bayang oleh versi diri yang tidak sesukses sekarang.
Kalau sudah seperti ini, apa itu
nilai sukses yang sedang kita bangun? Kalau diri yang kita bawa tidak bisa
memandang kesuksesan dirinya, sebagai anugerah dalam kenetralan semesta. Kalau
diri yang kita bawa masih terus menerus mengontrol dan mendikte kehidupan?
Sahabatku… Memang keinginan diri
sering menjebak kita. Dan diantara jebakan terbesarnya adalah kita lupa, kalau
kita hanyalah makhluk yang sedang belajar sebab-akibat, sedang belajar menyusun
nasib, sedang belajar mencari hasil. Kita lupa kalau kita bukanlah SANG MAHA
MENGETAHUI. Kita lupa berserah diri dalam tiap aksi-aksi belajar kita.
Akhir kata sahabatku… Cukup satu cara
dulu untuk kita pelajari bersama. Kami tidak mau membuatnya terlalu rumit. Tapi
percayalah cara ini cukup, kalau kita mau memahaminya. Cukup untuk LOA yang
sukses. Cukup untuk hidup yang damai. Cukup untuk hidup yang indah bersamaNYA.
‘Cukup’ memang akan selalu lebih
nyaman dibandingkan ‘banyak’ yang tidak pernah cukup. Semoga kita semua
dicukupkan olehNYA. Tapi sekali lagi, ini adalah harapan, biarkan semesta yang
memberi perwujudan terindahnya.
Kadang kita hanya harus belajar untuk
percaya sahabatku… Baik itu saat kita menerapkan LOA, atau saat kita menghadapi
diri ini. Percayalah kalau dalam diri kita terdapat kebaikan SANG MAHA BAIK. Bukankah
kita juga percaya kalau detik ini kita masih bernafas? Lalu siapakah nafas yang
kita percayai itu?
Salam Semesta