Bagaimana seseorang bisa berdiri disisi
yang baik kalau sisi yang buruk tidak ada?
Bagaimana bisa terlihat gelap
kalau terang tidak pernah terlihat?
Bagaimana pahit bisa terasa kalau
tidak pernah ada rasa manis?
Disudut manapun berada akan selalu
ada sudut berseberangan. Bersyukurnya itu ada, kalau tidak. Kita tidak akan
tahu dimana kita berada. Tidak ada timur tanpa barat dan barat tanpa timur.
Lalu sahabatku…
Sampai kapan kita merasa selalu
benar dan membanggakan kebenaran. Padahal kebenaran adalah hasil dari sudut
yang kita anggap tidak benar, alias kebohongan?
Sampai kapan kita merasa untuk
selalu baik dan membanggakan kebaikan. Padahal kebaikan adalah hasil dari sudut
yang kita anggap tidak baik, alias keburukan?
Sampai kapan kita merasa untuk
selalu positif dan membanggakan kepositifan. Padahal kepositifan adalah hasil
dari sudut yang kita anggap tidak positif, alias negatif?
Sahabatku… Kita hanya perlu
ikhlas dengan keduanya. Seperti kita ikhlas menerima tangan kanan dan tangan
kiri kita. Seperti kita ikhlas menerima siang dan malam. Seperti kita ikhlas
makan dan mengeluarkan kembali sisa yang dimakan.
Tapi sebelumnya ketahuilah, ikhlas
belum dikatakan ikhlas sebelum kita terlebih dahulu membiarkan ikhlas
menghilang. Ikhlaslah tanpa membawa ikhlas, itu baru ikhlas yang sejati.
Ikhlas sejati itu bukan sekedar apa
yang rela kita bagi, atau apa yang rela kita terima. Tapi seberapa rela
menghilangkan diri. Bergerak dalam ketulusan sebagai Semesta. Sebagai jiwa yang
hanya mengikatkan diri denganNYA. Hanya ada gerakanNYA didalam gerakan kita. Hanya
ada keinginanNYA didalam keinginan kita. Hanya ada diriNYA didalam diri kita
Saat seseorang berhasil dengan
ikhlas sejatinya. Maka setiap gerakan adalah kerelaan tapi tanpa gerakan
kerelaan itu sendiri. Seperti air yang masuk kedalam gelas atau masuk kedalam
mangkuk. Bukankah air tidak pernah berpikir apakah dia rela atau tidak rela
membentuk dirinya menjadi gelas atau mangkuk. Sebegitu saja dia mengikuti yang
membentuknya.
Itulah keikhlasan sejati, yaitu
kita memblendingkan diri kita dengan Semesta. Biarkan SANG PEMILIK Semesta yang
menuntun dan biarkan diri dituntun.
Inilah tugas berat sebelum mencapai
ikhlas sejati yaitu membuang kata ikhlas didalam ikhlas. Mampukah kita
melakukannya? Mampukan kita memiliki ketulusan yang sedemikian tulusnya. Sampai-sampai
kita tidak lagi menyadari ketulusan itu sendiri? Mampukah kita membangun
kerelaan yang merelakan dirinya sendiri?
Tentunya kita mau… Tapi bagaimana
caranya? Bagaimana caranya bisa ikhlas didalam lautan dualitas. Pastinya
pembahasan kita kali ini bukan sekedar kumpulan-kumpulan kalimat filosofis. Ada
teori yang harus dipraktekkan. Ada pelajaran yang harus dibelajarkan. Ada niat
yang harus ditancapkan.
Membenahi ikhlas sama dengan
membenahi iman. Karena wajah ikhlas adalah wajah mereka yang hanya memandang
wajahNYA dimanapun mereka berada. Sudah siapkah dengan pelajaran ini sahabatku…?
Mari kita belajar membenahi
ikhlas agar mencapai wujud sejatinya. Meski pelajaran ini akan memakan waktu seumur
hidup kita. Biarkanlah… hidup memang untuk belajar bersamaNYA.
Tidak ada kesempurnaan dalam
hidup ini. Baik itu kebaikan yang sempurna atau pun keburukan yang sempurna. Disudut
mana pun kita memilih berdiri mengukir kesempurnaan. Tetap kesempurnaan
hanyalah milikNYA SANG MAHA SEMPURNA. Segala tentang kita adalah ketidaksempurnaan
yang selalu DIA sempurnakan. Kita tidak bergerak untuk sempurna, tapi untuk
disempurnakan.
Salam Semesta
Copyright © www.PesanSemesta.com