Jawaban dalam artikel pendek ini
100% ilmiah dan juga 100% spiritual. Berusahalah memahami jawaban ini… dan
bersiaplah hidup didalam dua dimensi yang tidak pernah terpisah. Namun sayangnya
dengan sengaja kita pisahkan.
Sahabatku….
Jika kita mengambil semuanya dari
bagian semesta, apa yang tersisa? Kita akan menganggap jawabannya adalah
"tidak ada," tapi mungkin itu bukan...
“Segalanya bukan segalanya – Bukan segalanya
adalah segalanya”.
Otak kita sedikit terpelintir
membacanya. Sedetik kemudian – kita mulai mengkhawatirkan segala yang kita
kumpulkan dalam hidup ini. Segalanya… segala-galanya…
Harta, karir, keluarga, pasangan,
keturunan, status, kebaikan, ibadah… Segalanya yang telah kita raih.
Bagaimana bisa itu tidak menjadi
segalanya? Kita telah bersusah payah dengannya bukan?
Mengorbankan waktu, kesehatan,
harga diri, kesenangan. Kita telah mendikte DZAT Maha karenananya. Kita telah
menghebatkan diri karenanya. Kita telah mentuhankan segala itu, dan sekarang
itu bukan segalanya??? Bagaimana bisa?
Ketakutan kita menyangkalnya…. Ketakutan
kita akan kehilangan segalanya… Segala yang terasa telah kita miliki. Padahal tak
sedikitpun itu menjadi segalanya… Karena segala tentang kita justru berada di
dimensi yang tidak ada. Dimensi yang kita anggap bukan segalanya.
Sahabatku…
Kalau jiwa dan akal kita belum
memahaminya, maka pahamilah paragraph pendek dibawah ini.
Dahulu saat semesta bukan apa-apa
selain ketiadaan. Segalanya hanyalah energy yang berfluktuasi didalam waktu dan
ruang, membentuk segala materi. Dengan kata lain semesta adalah energy yang
berubah menjadi materi dalam kontinum ruang waktu.
Waktu muncul dari gerakan, setiap
gerakan membutuhkan energy. Energy yang berfluktuasi didalam waktu membentuk
ruang. Energy lalu membentuk isi semesta. Sementara waktu ruang adalah tempat
dan momen ketika energy berubah menjadi materi.
Ruang dan waktu adalah bentuk universal dari keberadaan
materi, koordinasi objek. Seluruh pristiwa atau kejadian semesta membutuhkan
ruang dan waktu. Tidak hanya peristiwa dunia luar, tetapi juga semua perasaan
dan pikiran terjadi dalam ruang dan waktu.
Di dunia material semuanya harus tercipta dengan memiliki
ekstensi dan durasi. Ruang dan waktu memiliki kekhasan masing-masing. Ruang
memiliki tiga dimensi: panjang, luas dan tinggi, tetapi waktu hanya memiliki
satu yaitu sekarang. Masa lalu dan masa depan, hanyalah memori. Itu tidak
bisa dihindari, tidak dapat diulang, dan tidak dapat diubah.
Enstein memahami hal ini. Dia menemukan bahwa waktu tidak
absolut, tetapi relatif: dua jam yang sama yang telah disinkronkan dapat
mengukur waktu yang berbeda, jika satu bergerak dengan kecepatan tinggi
sementara yang lain tetap diam. Karena alasan ini, Einstein lebih suka
berbicara tentang ruang dan waktu sebagai entitas tunggal, ruang waktu.
Maksudnya, ruang dan waktu adalah mutlak. Tetapi karena
semesta adalah bentuk materi yang bergerak, ruang dan waktu tidak acuh terhadap
isinya. Ruang dan waktu
dikondisikan oleh materi, karena suatu bentuk dikondisikan oleh isinya, dan
setiap tingkat gerakan materi memiliki struktur ruang-waktu.
Dengan demikian sel dan organisme hidup, di mana geometri
menjadi lebih kompleks dan ritme waktu berubah, memiliki sifat ruang-waktu
khusus. Artinya, sebagai materi kehadiran kita membawa ruang dan waktu.
Sementara materi itu sendiri adalah energy. Dengan teori
relativitas umum Einstein, kita mengetahui bahwa energi dan materi dapat
ditransmisikan. Maksudnya yaitu, materi adalah bentuk energi dan energi adalah
bentuk materi.
Itulah kenapa materi tidak akan pernah dapat
direpresentasikan sebagai satu unsur yang terpisah. Setiap materi pada wujud
aslinya hanyalah energy yang terus bervibrasi dalam ruang dan waktu.
Ini adalah bagian yang ‘mengerikan’ dari segalanya :
Selama beberapa waktu manusia berpikir bahwa materi adalah
isi alam semesta yang aktif. Sementara waktu dan ruang adalah sesuatu yang
pasif.
Namun pemikiran ini tidak berlaku lagi. Teori relativitas dan
fisika kuantum datang untuk meruntuhkan pemikiran lama kita tentang
ketidakterikatan.
Membuat kita paham bahwa tidak satu pun dari ketiga elemen,
yaitu energy, waktu dan ruang bersifat pasif. Ketiganya berinteraksi satu sama
lain, dengan cara yang sangat kompleks yang membuat tak satu pun dari ketiga
unsur itu lebih penting daripada dua yang lainnya.
Materi yang adalah energy terus hidup bersama-sama dalam
waktu dan ruang yang memberi andil bagi materi itu sendiri. Satu hal lain yang
tidak boleh dilupakan adalah bahwa segalanya berawal dari satu kata yaitu ENERGI.
Waktu berawal dari energy dan ruang pun sama.
Sudah menjadi hukum baku bahwa jika semua materi menghilang
dari semesta, ruang waktu dan energy akan tetap ada. Akan tetapi teori
relativitas ikut menambahkan bahwa dengan lenyapnya ruang dan waktu, materi
juga akan lenyap. Sementara energy akan tetap kekal dalam tempatnya sendiri.
Singkatnya, semua yang ada di semesta bersifat spasial dan
temporal.
Seluruhnya yang kita pikir
segala-galanya hanyalah materi sementara dari energy yang abadi. Sesuatu yang
akan kita sebut “TIDAK ADA”.
Jadi kalau kita putar
pertanyaannya apakah kita masih percaya bahwa “TIDAK ADA” bisa menghasilkan segalanya?
Maka jawabannya adalah sebuah kepastian.
Karena diri kita sendiri adalah “TIDAK
ADA” itu. Lalu apakah kita akan mempercayai kepastian ini?
Percaya atau tidak percaya adalah
pilihan. Kita boleh tidak percaya dengan adanya DZAT Mulia yang disembah. Tapi
tidak mengakui adanya SANG PENCIPTA adalah ketidak mungkinan yang terlalu
sombong. Karena bahkan ketidak mungkinan yang terlalu sombong ini pun masih diciptakan
dan dihidupkan. SANG PENCIPTA menciptakan dan menghidupkan segalanya…
Segalanya…
Tapi sekali lagi SANG PENCIPTA
sama sekali tidak membutuhkan pengakuan kita untuk menciptakan KEADAAN. Sampai
detik ini kita bahkan tidak bisa mendefinisikan apa itu “TIDAK ADA” yang
darinya muncul segala yang ADA.
Jadi bagaimana sahabatku…
Sudahkah kita paham tentang “Segalanya bukan segalanya – Bukan segalanya
adalah segalanya”?
Kalau kita telah paham, mungkin
kita akan meringkuk dipojokan kamar. Membayangkan betapa sombongnya kita dengan
segala yang telah kita anggap segalanya.
Ternyata materi yang segalanya
itu telah banyak menipu kita… Sekarang pastikan saja kalau itu tidak akan menipu
lagi.
Salam Semesta