Menghubungkan komet dengan
dualitas terdengar sedikit aneh. Namun lagi-lagi semesta memang bisa saja mengajarkan
keseimbangan dari setiap sudutnya. Menandakan bahwa baik & buruk itu relatif,
sama seperti komet.
Dari tempat duduk atau berdri kita
sekarang, kira-kira apa yang akan terjadi apabila ada seluncuran komet dari
arah luar Bumi yang tiba-tiba melompat tepat menuju kita? Jawabannya singkat –
kepunahan. Mungkin hanya beberapa KM jaraknya atau beberapa kota tergantung
dari betapa besarnya komet itu. Tapi tetap jawabannya sama kematian, punah,
hancur, dan menghilang.
Itulah komet bagi kehidupan kita
sekarang. Masa dimana Bumi semakin menua dan tidak mengharapkan kedatangan
komet sama sekali. Bahkan Bumi melalui lapisan atmosfirnya senantiasa bekerja memastikan agar komet-komet
yang membahayakan itu memuai sebelum sampai ke Bumi.
Bersyukurnya memang kita berada
disalah satu planet yang terus dilindung. Wujud cerdas dari DZAT Maha
Pelindung. Intinya komet adalah buruk buat Bumi.
Namun sahabatku… renungkanlah
kalimat berikut, ini bukan filosofi, ini hanya rumus kehidupan.
“Kebaikan tidak memiliki kebaikan
dan keburukan tidak memiliki keburukan. Buruk dan Baik hanyalah momentum. Butuh
kebijaksanaan, kesadaran dan kejernihan untuk mengatur momentumnya”.
Sama seperti komet, dahulu saat Bumi
pertama kali dibuat. Kehidupan di Bumi dimulai pada akhir periode ini yang
disebut the late heavy bombardment. Artinya,
Bumi tidak langsung tercipta seindah sekarang ini. Dahulu dibumi air belumlah
ada. Atmosfer hampir belum terbentuk. Bumi adalah planet yang keras, panas
tanpa air dan hanya memiliki unsur-unsur yang padat.
Tidak mungkin ada kehidupan
diatas unsur sepadat itu. Sampai langit membombardir Bumi dengan komet. komet
adalah batu es. Dia adalah gabungan dari air, karbondioksida, karbon monoksida,
metana, amonia, hal-hal yang biasa kita anggap sebagai "gas" di bumi
yang membeku. Makanya, para astronom sering menyebut komet dengan nama
"bola salju kotor".
Bumi pertama kali terbentuk
terlalu panas untuk memiliki lautan. Komet sebagian besar adalah es air. Jadi dahulu
komet memang direncanakan terjun untuk membuat pengiriman air reguler ke Bumi. Ini
diperkirakan terjadi selama milyaran tahun (ukuran hitungan manusia bumi
sekarang). Pastinya dibutuhkan banyak komet untuk mengisi samudera.
Nah, begitu hujan komet dan
asteroid ke Bumi mereda, dampak selanjutnya adalah kehidupan. Setelah komet dan
asteroid mengantarkan molekul berbasis air dan karbon ke permukaan bumi – akhirnya
terbentuklah blok bangunan kehidupan itu sendiri. Dari sini mulailah terbentuk
Bumi yang 70% adalah air dan manusia yang hampir 70% adalah air.
Pada moment ini bisakah kita
berkata kalau komet itu sesuatu yang buruk atau kondisi yang membawa keburukan???
Jawabannya tidak bukan, tanpa komet lautan, tanah subur, dan bahkan manusia
tidak akan berada di Bumi.
Tapi mari kembali lagi ke posisi
kita duduk atau berdiri sekarang. Apabila komet itu datang lagi sekarang
bisakah kita berkata itu adalah kebaikan??? Pastinya kita bisa menjawab tidak
tanpa perlu berpikir ulang.
Sahabatku….
Komet datang ke Bumi membawa
dualitas aneh. Dahulu dia adalah kehidupan dan sekarang dia adalah kemusnahan. Membuat
kita mempelajari satu hal bahwa hidup itu sangat relatif. Hidup tidak
membutuhkan penilaian kita. Hidup hanya butuh kebijaksanaan, kesadaran dan
kejernihan kita untuk mengatur kapan kita bisa buruk atau kapan kita bisa baik.
Akhir kata sekali lagi, “Kebaikan
tidak memiliki kebaikan dan keburukan tidak memiliki keburukan. Buruk dan Baik
hanyalah momentum. Butuh kebijaksanaan, kesadaran dan kejernihan untuk mengatur
momentumnya”.
Kalau buruk dan baik itu masih ada didalam hidup kita,
maka biarkanlah DZAT Maha yang menuntun momentnya.
Salam Semesta
Copyright © wwww.PesanSemesta.com