Seorang Rumi berkata “Ketahuilah,
apapun yang menjadikanmu tergetar, itulah yang terbaik untukmu! Dan karena
itulah, qalbu seorang kekasih-NYA lebih besar daripada Singgasana-NYA” – Rumi
Pertanyaannya… Beranikah kita
mematahkan sayap hanya untuk menemui SANG KEKASIH?
Sahabatku… Anggaplah mencintaiNYA
adalah menjadi kekasihNYA. kita adalah kekasihNYA dan DZAT MAHA adalah Kekasih kita.
Lalu apakah seorang kekasih akan
memanfaatkan kekasihnya hanya untuk memenuhi kebutuhannya? Jawabannya TIDAK. Di
lain pihak apakah seorang kekasih akan membiarkan kekasihnya dalam kebutuhan?
Jawabannya juga TIDAK.
Sahabatku… Inilah arti dari
mencintaiNYA tanpa membutuhkanNYA. Karena sebagai kekasih kita percaya Kekasih
kita akan memenuhi segala kebutuhan kita. Dan kita juga tidak mau menggunakan
Kekasih kita hanya sebatas pemenuh kebutuhan belaka, karena kita mencintaiNYA.
Dengan ketulusan kita
mencintaiNYA. Ketulusan kita kepadaNYA adalah awal dari rasa cinta kita. Cinta
tanpa dasar kebutuhan, melainkan cinta atas dasar kepercayaan.
Jadi kalau kita mau mengukur
seberapa dalam rasa cinta kita kepadaNYA, maka ukurlah terlebih dahulu
ketulusan kita kepadaNYA. Dan kalau kita mau mengukur ketulusan kita kepadaNYA,
maka ukurlah terlebih dahulu kepercayaan kita kepadaNYA. Terakhir, kalau kita
mau mengukur kepercayaan kita kepadaNYA, maka lihatlah isi kepala dan hati kita
saat ini juga.
Isi kepala dan hati kita akan
memberi jawaban tepatnya seperti apa dan bagaimana rasa cinta ini. Bisa saja
isi kepala kita dipenuhi oleh kebimbangan hidup, kekosongan jiwa, keluhan tiada
tara, impian yang digerakkan ketakutan dan banyak hal yang justru meragukan
kepercayaan kita sendiri.
Padahal mempercayai memiliki
makna yang begitu mendalam. Kita tidak pernah sampai diposisi mempercayai,
sampai kita menutup mata rapat-rapat dan membiarkan yang kita percayai menuntun
kita secara penuh.
Kita menutup mata lalu melangkah
dan mempersilahkan DZAT MAHA yang kita percayai menuntun kita. Itu kita lakukan
karena kita menyakini setiap langkah kita akan tetap aman meski kita tidak
melihat apapun yang akan kita hadapi didepan. Ini hanya karena saking besar dan
penuhnya rasa percaya kita kepadaNYA. Begitulah mempercayai yang sebenarnya.
Itulah kenapa DIA menjanjikan
bahwa tidak akan ada kesedihan atau pun ketakutan bagi mereka yang mempercayai
(beriman). Hanya saja masalahnya apakah kita mencitaiNYA karena mempercayai
atau kita hanya karena membutuhkanNYA?
Jelas kita memang membutuhkanNYA.
Namun kalau kita percaya DZAT MAHA adalah segala kemahaan yang Maha mengetahui,
Maha mengasihi, Maha memberi, Maha mencukupi…. Haruskah kita meragukanNYA? Haruskah
kita membisikiNYA kebutuhan kita, padahal DZAT MAHA adalah kesatuan dengan
kita? Pikirkan begini, kalau tangan kita bergerak ke arah kanan – akankah punggung
kita tidak mengetahuinya? Lalu bagaimana bisa kita mengakui kebersamaan kita
bersamaNYA, namun masih mendikte segala kebutuhan kita?
Sampai disini pastinya seharusnya
rasa cinta kepadaNYA adalah perjalanan indah yang penuh kepercayaan. Kita percayakan
hidup dan mati kita kepadaNYA. Getar nafas kita hanyalah nafasNYA.
Butuh waktu pendekatan yang
berbeda-beda ditiap masing-masing kita untuk belajar mempercayai DZAT MAHA yang
kita cintai. Rasa percaya sama sekali tidak seperti cinta langsung pada
pandangan pertama, meski seharusnya seperti itu.
Tapi tidak apa, kalau cinta kita
kepada SANG KEKASIH belum sebesar cintaNYA, maka tidak apa. Kalau rasa percaya
kita kepada SANG KEKASIH belum seperti seharusnya, maka tidak apa.
Izinkan saja diri ini untuk
senantiasa mencintaiNYA. Ajarkan saja pikiran dan hati ini tertuntun oleh
kepercayaan kepadaNYA.
Satu tips kecil dari kami untuk
hal ini adalah; Cinta dipupuk dengan kebersamaan, begitu juga dengan
kepercayaan. Semakin lama bersama bisa membuat rasa cinta semakin bersemi. Semakin
lama bersama bisa membuat rasa percaya menguat.
Sahabatku… Rasakanlah selalu
kebersamaan kita bersamaNYA dan begitulah awal rasa cinta dan percaya akan
bersemi. Sebuah langkah kecil menemui SANG KEKASIH.
Untuk langkah awal perhatikan
saja dahulu detak jantung kita dan tanyakan, SIAPA yang membuatnya berdegup dan
SIAPA yang mengatur degupannya? – Bukankah kebersamaan itu sangat dekat?
Salam Semesta