Sahabatku… Setiap manusia
memiliki kekurangan dan kesalahan berulang. Setiap manusia ingin move on dan
meninggalkan segala keburukan yang terus menerus dilakukan. Setiap manusia juga
inigin menjadi sempurna dan suci menurut versinya masing-masing.
Kita memiliki bayang-bayang
kesempurnaan dan kesucian itu didalam kepala kita. Namun itu semua seakan
menjadi tabu dan hanya menjadi segenggam harapan palsu yang terus kita kantongi
didalam jiwa. Kita membohongi diri dengan terus menerus bergerak untuk menjauhi
harapan-harapan itu.
Sahabatku… Apa yang sebenarnya telah terjadi?
Sebagian tetap melakukan
keburukan – padahal jelas tahu itu buruk. Kenapa akal kita berlari jauh untuk
mengamati setiap keburukan yang kita lakukan, sementara bagian lain dari diri
kita sendiri tetap membiarkan diri tenggelam didalamnya?
Sahabatku… Inilah sebuah
perjuangan diri yang terbesar dari yang terbesar, yaitu saat hidayah semesta sudah
mencapai ubun-ubun. Tapi tameng kita masih kuat untuk menghalaunya.
Sebelum menjawab ‘kenapa masih
ada tameng penghalau?’ – coba kami jelaskan sedikit tentang hidayah semesta. Sebagian
kita pasti sudah paham dengan makna hidayah, tapi izinkan kami sedikit
meluruskannya, sedikit saja agar kita tidak salah paham dengannya.
Sahabatku… Hidayah adalah sesuatu
yang sudah kita bawa. DZAT MAHA sudah menyebar hidayahnya kepada seluruh
semesta. Hanya saja hidayah semesta itu harus kita unlock. Seharusnya tidak
harus di unlock memang, sayangnya dogma-doktrin yang kita terima dari orang tua
dan lingkungan yang akhirnya menjadi ego pribadi telah lama mengunci hidayah semesta ini rapat-rapat.
Hidayah semesta adalah saat akal
yang diproses oleh jiwa dan hati yang dihidupkan oleh ruh menyatu dalam jasad
dan kesadaran manusia untuk memberi makna dan kontrol. Jadi hidayah semesta
akan hadir saat kita tidak membiarkan apapun mengkontrol diri ini selain diri
ini sendiri.
Lalu apa itu contohnya ‘apapun
yang mengkontrol diri’? Contohnya banyak; hampir seluruh yang kita lakukan. Kita
berpikir itu adalah ‘diri kita’ tapi identitas ‘diri kita’ sendiri tidak
sejelas yang terlihat.
Coba kita bertanya “Apakah diri yang
sekarang ini adalah benar diri saya yang sebenarnya atau hanya bentukan dari
orang tua dan lingkungan???” Kami tidak akan menjawab bagian ini, kami akan
menyerahkannya kepada masing-masing kita untuk menjawabnya. Silahkan dijawab.
Dari pertanyaan ini sudah
terjawab bukan “kenapa masih ada tameng penghalau?”.
Sahabatku… Temukanlah ‘diri kita’
didalam ‘diri kita’. Hidayah semesta itu ada disana. Tanyakan diri kita apakah
keburukan ini adalah diri kita? Apakah kita ditakdirkan untuk menggengam segenggam
harapan palsu yang terus kita kantongi didalam jiwa? Apakah aksi kita membohongi
diri dengan terus menerus bergerak untuk menjauhi harapan-harapan itu adalah
benar aksi kita?
Sahabatku… Akal kita menjawab “TIDAK”
terdengar sangat jelas bukan? Tidaklah itu yang menjawab selain hidayah semesta
yang sedang memberi arah awal. Kenapa kita tidak mulai mendengarkanNYA? SuaraNYA akan berbicara saat kita benar-benar
mau mendengarkan.
Salam Semesta