Sahabatku… Siapa yang sedang
merasa menjadi korban perasaan? Atau selalu merasa menjadi korban perasaan?
Semoga tulisan ini mampu menjawab dan membantu.
Sahabatku… Sekarang kami hendak bertanya : Pernahkah ‘kita’ merasakan
perasaan? Apa itu perasaan? Siapa yang merasakan perasaan itu dan siapa yang
membuat perasaan itu? Siapa yang kita salahkan dari perasaan itu?
[ Pernahkah ‘kita’ merasakan
perasaan? ]
Anggaplah senang, sedih, benci, bahagia,
bangga, terpuruk, kecewa, dll sebagai sebuah perasaan. Anggaplah lembut, kasar,
panas, dingin, manis, kecut, pahit sebagai rasa.
Kita memiliki indra untuk
mengelola dan menerima rasa dari kesadaran. Ini bagian dari keniscayaan, saat
kita menyentuh es berjamaah kita akan merasakan rasanya dingin, saat menjilat
cuka berjamaah kita akan merasakan rasanya kecut, dan seterusnya.
Kita mengolah rasa yang sama
berdasarkan kesadaran yang diajarkan lalu mengolahnya menjadi taraf yang
tersandarkan, meski masih dalam sifat relatif. Seseorang yang biasa mengunyah
sirih akan berkata kalau pahitnya sirih tidak seberapa, sementara yang tidak
biasa akan berkata sebaliknya. Jadi keniscayaan pun sifatnya masih relatif.
[ Apa itu perasaan? ]
Coba bantu kami untuk
membayangkan apa itu membenci? Apa itu berbahagia? Apa itu bersedih? Apa itu
kekecawaan? Apa itu kebanggaan?
Pastinya kita pernah merasakan
perasaan-perasaan ini, tapi apa itu perasaan-perasaan ini kalau bukan hal yang
diajarkan – sesuatu yang sengaja diinputkan. Sesuatu yang dengan sengaja kita perintahkan
kepada jasad untuk diproses dan untuk menghasilkan rasanya.
Artinya, perasaan adalah reaksi
kimia jasad yang bekerja berdasarkan perintah dari pikiran. Diatur oleh otak berdasarkan tingkat pengalaman
yang diterima dan ajarkan oleh lingkungan.
Dalam jasad perasaan adalah
deretan molekul, kita bisa menyebutnya sebagai; Epinefrin / Adrenalin, Estrogen,
Asetilkolin, Melatonin, Dopamin, Oksitosin, Serotonin, Testosteron, Norepinefrin.
Ini adalah sederetan molekul yang
diolah dan dihasilkan oleh jasad kita untuk memberikan rasa dari perasaan yang kita
pilih, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. Nyata ataupun sekedar imajinasi.
Benar ataupun tidak benar. Tetap jasad akan mengolah molekul ini hanya agar
kita tahu perasaan kita.
Ajaib! Kita bisa melihat wujud
garam yang rasanya asin. Es yang rasanya dingin. Api yang rasanya panas. Tapi kita
tidak bisa melihat perasaan. Sederat emosi itu hanyalah molekul. Itulah kenapa
emosi kadang-kadang dianggap sebagai antitesis dari akal; Emosi adalah budak
pikiran kita, tapi apakah kita akan membiarkan diri menjadi budak emosi ? Tentunya
tidak!
[ Siapa yang merasakan perasaan
itu dan siapa yang membuat perasaan itu? ]
Sudah jelas jawabannya adalah
diri kita sendiri dan yang membuat perasaan itu adalah jasad kita sendiri juga.
Perasaan bukan tentang sikap seseorang yang sangat kita benci. Bukan tentang
goal yang tidak tercapai. Bukan tentang soal pasangan yang selingkuhan. Bukan pula
tentang sederet gelar yang kita miliki.
PERASAAN HANYA TENTANG MOLEKUL
YANG KITA BENTUK SENDIRI.
Kita membuatnya, kita
merasakannya, kita terpuruk karenanya atau kalau pun kita bisa berbahagia
karenannya juga adalah karena kita yang memilih membuatnya. Pertanyaannya: Apakah
sesuatu yang bisa dipilih masuk kategori takdir atau nasib?
Iya betul sahabatku… Jawabannya
adalah nasib. Jadi, kita sengaja menggores nasib dan menuntut nasib yang
sebaliknya. Mungkin kenyataan ini menjadikan kita sebagai makhluk semesta yang
ter-aneh.
Kita sengaja memikirkan
kebencian, membiarkan molekul benci terbentuk didalam jasad, lalu kita merana
karena kebencian dan berharap kebencian ini menyingkir. Namun kita tetap
memikirkan kebencian itu sendiri dan membuat sendiri perasaannya. Tidakkah ini
aneh – kenapa kita bisa seaneh ini sahabatku…?
[ Siapa yang kita salahkan dari perasaan
itu? ]
Kita menuntut rasa yang berbeda
dan terus membuat rasa yang sama. Padahal DZAT MAHA telah membuat segalanya
sangat sempurna didalam jasad kita. Kita memiliki kemampuan itu, yaitu kemampuan
untuk tidak menjadi korban perasaan.
Kita diberi kemampuan untuk
memilih dan membentuk nasib kita sendiri. Namun kita masih tetap berdoa agar gelap
cepat berlalu dan terang segera menghampiri ini. Padahal kita tidak pernah
bergerak untuk memencet tombol lampunya. Kita berharap ada energy besar untuk
memencet tombolnya. Padahal kita terus mensia-siakan energy kita sendiri.
Kita mengakui kalau energy ruh ini
adalah energiNYA. Kita menyebut namaNYA sebelum apapun. Kita mengakui telah bersaksi
dan mengakuiNYA. Namun kenyataan yang kita praktekkan berkata sebaliknya bukan?
Kita bahkan lupa bagaimana
mengatur apa yang telah dianugerahiNYA dengan terus mendikteNYA agar menurunkan
perasaan berlawanan yang menurut kita lebih indah dan sesuai. Tapi kita sendiri
bergerak untuk terus mengingkari itu semua.
Sahabatku… Apakah langit selalu
hitam? Tidak, kadang langit sangat indah untuk dipandang, sangat silau untuk ditatap
dan begitu gelap untuk dijajaki. Kita bisa merasakan banyak rasa hanya dari
menatap langit. Apalagi kalau langit tidak menurunkan hujannya atau selalu
menurunkan hujannya, menuntut rasa pun muncul.
Seberapa sering kita mengabaikan
langit hati kita dan menuntunnya paksa menuju bawah langit yang berbeda? Tidak menerima
perasaan ini dan menginginkan perasaan yang lain. Padahal kenapa kita ada
disini hanya karena kita membuat perasaan ini. Kita membuat langit kita dan
merana karena apa yang kita buat. Apakah kita telah mengingkari nikmatNYA
sahabatku…?
Mari kita memperbaiki diri. Besok
pada kesempatan yang teranugerahi pelan-pelan kita akan membahas tentang molekul-molekuk
perasaan dan bagaimana kita mengaturnya.
Akhir kata sahabatku… Kalau kami
boleh memberi saran: Pilihlah hanya satu perasaan yang terindah dan jangan pernah
menghapusnya. Teruslah memilih menjadi korban dari perasaan ini dan jangan
pernah berlari dari perasaan ini. Perasan apakah itu?
Perasaan menyanyangi dan disayang
oleh DZAT Maha Penyanyang. Bukankah itu perasaan terbaik yang membersamai
kebersamaan indah kita bersama SANG kekasih abadi? Rasakanlah sahabatku dan
berbahagialah selalu.
Ingatlah selalu kalau hal-hal
terbaik dan terindah di hidup ini tidak dapat dilihat atau bahkan disentuh. Mereka
harus dirasakan dan disaksikan.
Salam Semesta
Copyright 2019 © www.PesanSemesta.com