Sahabatku… Saat kita berbicara
tentang keseimbangan, maka kita akan berbicara tentang berdiri di tengah kubu
dan hanya mengambil porsi yang sama dari kedua sisinya. Artinya, tetap harus
ada negative didalam positif dan tetap harus ada positif didalam negative.
Pertanyaannya sederhana : “Bagaimana
caranya? Bagaimana agar porsi yang senantiasa kita ambil selalu seimbang,
sehingga kita pun tetap hidup dalam titik keseimbangan yang abadi?” Melalui
anugerahNYA izinkan kami menjawab.
1# Cara pertama adalah menghapus dualitas untuk diri sendiri
Sahabatku… Kebingungan diatas
hanya akan terjadi saat kita menempatkan diri dalam dualitas hidup yang kental.
Faktanya dualitas tidak bisa dihapus. Jadi sekarang semua tergantung dari
bagaimana kita menghadapinya. Sebuah pilihan adalah aksi awal.
Saat kita memilih menghapus
dualitas untuk diri sendiri, maka disaat itu kita bisa menentukan titik
keseimbangan diri sendiri berdasarkan nilai-nilai yang didalam diri.
Berhenti melihat dan mendengar
penilaian orang lain, lalu fokus hanya melihat dan mendengar diri sendiri
adalah langkah pertamanya. Karena apa yang membuat diri kita seimbang belum
tentu sama dengan apa yang membuat diri orang lain seimbang.
Kita sedang membicarakan diri
bukan membicarakan yang diluar diri. Karena lagi-lagi apapun yang diluar diri
hanya akan ditanggapi oleh yang di dalam diri. Jadi bagaimana keseimbangan
hidup ini berlangsung 100% adalah tanggung jawab pribadi per-orangan. Kita adalah
pemimpin, satu hal yang harus dipimpin adalah diri ini. Seorang pemimpin yang
berhasil memimpin dirinya, kemungkinan besar akan berhasil memimpin yang
lainnya juga.
Tapi apa itu keberhasilan? Keberhasilan
adalah tingkat dimana titik keseimbangan bisa tercipta harmonis. Penilai keharmonisan
ini hanyalah diri sendiri, bukan orang lain. Masing-masing kita akan membawa
keharmonisan diri yang diciptakan oleh diri yang memahami apa itu keharmonisan
bagi dirinya sendiri.
Sayangnya kita terbiasa melihat
keluar dan menilai-nilai yang diluar, tapi lupa dengan diri sendiri. Akhirnya sulit
menemukan titik keseimbangan diri yang sebenarnya. Karena apa yang dikeker
adalah apa yang dibutuhkan orang lain, bukan apa yang dibutuhkan diri sendiri. Diri
sendiri terlupakan dan sengaja dihempaskan ke pojokan.
Sahabatku… Move in adalah langkah
awal sebelum Move on. Pastikan diri ini sempurna sebelum berharap menyaksikan
kesempurnaan. Pastikan diri ini seimbang sebelum berharap menyaksikan
keseimbangan. Pastikan diri ini harmonis sebelum berharap menyaksikan
keharmonisan.
Kita bukan makhluk yang egois karena
hanya berfokus pada diri sendiri. Kita justru adalah makhluk yang paham kalau
semesta yang telah cukup menfokuskan dirinya akan mampu menfokuskan diri untuk
memakmurkan semesta yang lainnya dengan ketulusan.
Kita bukanlah semesta yang mengemis
kesempurnaan, keseimbangan dan keharmonisan. Namun kita adalah semesta yang menciptakannya
dan membaginya kepada semesta. Persis seperti semesta yang tulus dalam
gerakannnya, begitu juga diri ini tulus dalam gerakannya.
2# Cara kedua adalah menjadi logis dengan harapan
Sahabatku… Kita tahu persis kalau
dua rasa tidak mungkin tercipta tanpa kubu yang lainnya. Begitulah keseimbangan
bukan? Hanya masalahnya kita terlalu berharap untuk menikmati kubu positif
tanpa kubu negative. Kita berharap sesuatu yang instant tanpa proses. Kita takut
digojlok dalam negative hanya untuk keluar menjadi semesta yang penuh dengan
kepositifan.
Solusi kedua untuk tetap berada
dalam titik keseimbangan adalah menjadi logis dengan harapan. Kita tidak bisa
berharap melihat matahari terbit tanpa melalui gelapnya malam. Kita pun tidak
bisa melihat gemerlapnya bintang tanpa melalui teriknya matahari.
Selogis itu kita akan setiap
langkah kita, maka akan sewaspada itu pula kita dalam menjaga keseimbangan
diri. Hati dan akal kita akan menetap pada satu kubu yang sadar dengan apa yang
sedang dan akan dilaluinya. Hasilnya kita tidak terombang-ambing. Kita bisa
tetap berpijak ditengah keseimbangan.
Sekali lagi mohon dimengerti,
kalau keseimbangan adalah paket didalam diri bukan diluar diri.
3# Cara ketiga pahami kalau kita ini sudah sempurna
Sahabatku… Kita tidak akan
menunggu sempurna untuk menikmati titik keseimbangan diri ini. Energy adalah energy.
Tidak ada energy yang sempurna. Semua energy adalah sempurna. Kita adalah energy
yang sempurna. Baik itu dalam keminimalan sekalipun. Baik itu nilainya positif
ataupun nilainya negative, keduanya adalah sempurna.
Artinya?
Kita tidak bergerak untuk menjadi
sempurna atau mencapai kesempurnaan. Tapi kita adalah kesempurnaanNYA yang
bergerak.
Kita hidup bukan untuk menjadi
sempurna namun untuk menyaksikan kesempurnaan. Itu hanya karena diri kita sudah
bersama kesempurnaan Maha Sempurna. Kesempurnaan yang kita sakiskan didalam
diri akan menjadi pemersatu yang indah dan disitulah letak keistimewaan hidup,
yaitu untuk menyaksikan kesempurnaan.
Lalu apa hubungan ini dengan titik
keseimbangan???
Sahabatku… Kita mungkin tidak
akan sanggup berlari menggapai kesempurnaan untuk terus berada di titik
keseimbangan yang kita impikan. Tapi kita sangat mungkin untuk membuka jiwa dan
menyaksikan kesempurnaan. Saat kita mampu menyaksikan kalau segalanya telah
sempurna, maka bagian mana yang tidak akan seimbang.
Anggap bagi kita bayangan titik
keseimbangan adalah keluarga yang bahagia, harta yang melimpah, kesehatan yang
prima, karir yang gemerlap, pribadi yang cemerlang. Masalahnya berapa lama
waktu yang kita butuhkan untuk sekedar merasakan rasanya keseimbangan seperti
itu? Padahal bukankah sebelum titik keseimbangan itu tercapai kita pasti harus belepotan
dan babak belur dahulu? Lalu di titik mana kita akan menempatkan diri kita yang
belum seimbang itu?
Sahabatku… Kalau kita mampu
melihat sedih sebagai sebuah kesempurnaan dan mampu melihat senang sebagai sebuah
kesempurnaan, maka dititik mana pun hidup ini adalah seimbang. Kita tidak
kehilangan control apapaun, tapi jiwa kita telah sukses mengontrol segalanya. Jadi
sebelum bayangan keseimbangan kita terbentuk kita telah terlebih dahulu berada
rapi di titik yang seimbang. Apabila bayangan keseimbangan kita telah
terbentuk, maka kita tinggal merapihkan sudut yang telah rapih saja.
Bukankah ini sangat ideal?
Sahabatku… Cara ketiga ini akan kita
dapat kalau kita mau membersamaiNYA. Kebersamaan bersamaNYA adalah pelajaran
terindah untuk menyaksikan kesempurnaan.
Saat Dzat Maha mengajari kita
kesempurnaan maka kita akan paham, kalau kesempurnaan bukan tujuan tapi sebuah
penyaksian. Kita akan mengambil porsi yang sama didalam negative ataupun
didalam positif. Karena keduanya sama-sama sempurna didalam penyaksian kita
bersamaNYA. Apakah ini bukan seimbang namanya, tentu ini sangat ideal bukan?
---------
Sahabatku… Semoga tiga cara
diatas bisa kita praktekkan. Dalam praktek kita yang apa adanya, ingatlah
selalu kalau kita telah sempurna – kita hanya akan menyaksikan kesempurnaan. Ingatlah
kalau harapan kita akan menjadi nyata kalau kita mematuhi alur logisnya. Ingatlah
pula kalau dulitas bisa dihapus, meski hanya untuk diri sendiri.
Kalau cara diatas belum begitu
jelas, maka cobalah memperjelas dahulu niatnya. Niat adalah hubungan yang
sangat halus, niat akan membangunkan sebuah pelajaran yang bahkan kita sendiri
tidak paham bagaimana.
Titik keseimbangan adalah titik
persimpangan paling ramah yang sering kita lewati karena kita tidak paham
bagaimana caranya menjadikan titik ini sebagai titik yang abadi.
Titik abadi adalah titik konstan
dimana kita paham kalau kita hidup didalam keabadiaan. Sementara keabadiaan
adalah melewati hidup dan mati. Niat akan menarik pemahaman tentang ini, meski
kita tidak pernah tahu kapan waktunya.
Salam Semesta
Copyright 2020 © www.pesansemesta.com