Panas didalam secangkir kopi itu pasti
akan segera berubah mendingin bahkan sebelum diminum. Api yang berkobar bisa
berubah menjadi asap. Es yang menggunung bisa berubah menjadi cair. Gelapnya malam
pun pasti beranjak berubah menjadi terangnya pagi.
Sahabatku… Dalam hidup ini kita
banyak menyaksikan sebuah perubahan. Jasad berubah, dunia berubah, semesta
berubah bahkan benda-benda itu berubah. Perubahan hadir seperti sebuah
kewajiban yang nyata. Adakah yang tidak berubah dalam hidup ini? Sulit menjawab
tidak. Perubahaan adalah keniscayaan yang
tidak tertepikan, meski ini tidak terasa merata.
Bagi sebagian kita mungkin ada
yang merasa sedang terkurung didalam lingkaran yang sama. Tidak ada perubahan
sama sekali. Aliran hidup terasa sangat sama dan semakin sesak. Goal tidak
pernah tercipta apalagi teraih. Jiwa seperti terjeruji didalam pikiran dan dimensi
yang sama. Dinamika adalah kata positif yang masih sulit dimulai apalagi
dijalani.
Sahabatku… Itukah diri kita? Diri
yang sedang meratapi dirinya yang tidak berubah. Diri yang sedang lelah memutar
roda tanpa pernah berpindah. Diri yang sedang bosan setengah mati menunggu kapan
memulai perubahan diri? Kalau iya, semoga ini membantu kita.
Seorang bijak pernah berkata : “Kenali
dirimu sendiri; cintai dirimu sendiri; jujurlah pada dirimu sendiri.”
Sahabatku… Begitulah cara kita
berubah. Tidakkah ini mudah? Kalau belum, mari mempelajarinya sebentar agar ini
terasa mudah. Kesulitan adalah gerbang kemudahan.
Pertama : Kenalilah dirimu
sendiri
Dirimu atau diri kita adalah tiga
komponen yang tidak terpisah. Mengenal diri dimulai dari mengenal jasad, jiwa
dan ruh. Cara paling mudah adalah dengan membuat sebuah pertanyaan sederhana :
Siapakah nafas ini? Apakah
getaran jantung ini? Bagaimana aliran pikiran ini terangkai? Apa itu dibalik
sel-sel tubuh ini?
Tataplah kaca itu, tanyakan lagi
: Dimanakah diri ini? Apakah diri adalah seluruh yang terlihat itu? Siapakah
yang sedang sadar menatap semua yang terpantulkan di cermin itu?
Coba baringkan diri diatas kasur
empuk itu. Angkat satu tangan keatas, tanyakan lagi : Dengan apa tangan itu
bisa terangkat ke atas? Dengan apa aliran pikiran yang memerintahkan tangan
untuk naik ke atas itu bergerak?
Sahabatku… Pertanyaan adalah
gerbang jawaban. Kita butuh jawaban dalam kebenaran yang melewati benar dan
salah untuk mengenal diri, dan itu hanya akan didapat kalau kita mau membuat
pertanyaan. Dzat Maha Guru sudah begitu dekat untuk memberi jawabanNYA.
Kalau kita bertanya, apa
hubungannya mengenal diri dengan perubahan, maka jawabannya sangat jelas
sahabatku… Apa yang dirubah kalau bahkan yang mau dirubah pun tak dikenali?
Ironisnya memang kita berlagak
sangat mengenal diri, padahal yang kita kenali bukan diri tapi ego diri. Keinginan,
hasrat, kebutuhan, impian adalah ego diri. Akhirnya kita hidup bukan untuk
mengenal diri tapi memenuhi ego diri. Padahal ego diri ini hanya akan tercukupi
dan tunduk kalau kita sudah mengenal diri.
Jujur kita telah membalik
posisinya, dan agar perubahan menjadi mudah. Kita harus mengembalikan posisinya
ke tempatnya semula.
kedua : cintai dirimu sendiri
Apa yang kita cintai dalam hidup
ini? Mungkin kita bisa menulis urutannya diatas selembar kertas. Dan diurutan
keberapa kita akan menulis diri sendiri?
Mencintai dirimu artinya
menghormati dirimu, menghargai dirimu, melindungi dirimu dan melakukan yang
terbaik bagi dirimu. Harap dimengerti kalau mencintai diri bukan mencintai ego
diri, tetapi mengendalikan ego diri, karena kadang diri malah tersakiti dan
tidak tercintai justru karena ego diri.
Jadi sudahkah kita mencintai
diri?
Kalau sudah, berarti perubahan
diri akan menjadi sangat mudah. Karena diri pasti hanya akan mau bergerak
diposisi dia ditakdirkan untuk bergerak. Dan tidaklah dia bergerak kecuali
diposisi yang terhormat, terhargai, terlindungi dan terbaik bagi dirinya
sendiri, menurut dirinya sendiri.
Apakah ini egois? Tidak pernah
sahabatku, justru ini sangat social. Bayangkan kalau di satu ruangan berkumpul
manusia yang masing-masing mencintai dirinya sendiri. Mereka pasti akan sangat memanusiakan
manusia. Karena mereka sadar akan posisi gerakannya.
Fakta manusia yang tidak
memanusiakan manusia sekarang adalah karena manusia tidak bergerak di posisi
yang mencintai diri mereka sendiri, justru malah sebaliknya. Sedikit yang
mencintai diri dan membagi cinta tulus ini kepada manusia.
Padahal cinta tulus ini adalah
anugerah Dzat Maha Pencinta. Manusia adalah semesta. Sementara semesta adalah
keterhubungan abadi. Mencintai diri adalah mencintai semesta untuk semesta. Kita
seharusnya menjadi penyampai cinta tulus Dzat Maha Pencinta.
keTIGA : jujurlah pada dirimu
sendiri
Sahabatku… Pada paragraph diatas
kita berkata “…menurut dirinya sendiri” maka pada cara ketiga ini mari kita
bertanya : menurut dirinya sendiri siapa?
Karena bahkan diri sendiri tidak
mengenal dirinya, bahkan diri sendiri tidak mencintai diri tapi hanya mencintai
ego diri… Jadi kita harus jujur bukan kalau wajar perubahan itu tidak pernah
tercipta.
Sahabatku… Jujurlah pada dirimu
sendiri. Berhentilah membohongi diri kalau diri kita baik-baik saja lalu
mengalihkan diri. Panggilan perubahan adalah panggilan paling sunyi yang
bergema diluar. Namun terdengar sangat
keras didalam. Itu karena Dzat Maha berbicara dari dalam tiap-tiap jiwa yang
sudah jujur pada dirinya sendiri.
Akhir kata sahabatku… Kenalilah
dirimu, cintailah dirimu dan jujurlah pada dirimu sendiri, maka perubahan itu
akan menjadi nyata dan mudah.
Salam Semesta
Copyright 2020 © www.pesansemesta.com