Sahabatku… Kenyataan apa yang
sedang kita hadapi sekarang – Apakah kita ingin berlari darinya? Apapun itu,
kalau jawabannya adalah iya. Maka izinkan kami memberi tahu cara terbaik untuk
lari dari kenyataan.
Sebelumnya, kami ingin kita
memahami terlebih dahulu rahasia dibawah ini:
1# PERTAMA :
Pahami kalau kenyataan itu tidak
sepenuhnya takdir Dzat Maha.
Salah satu takdir Dzat Maha
adalah membuat hukum sebab akibat. Setiap kali makhlukNYA memilih sebab, maka
akan muncul akibat. Jadi sebagian dari apa yang kita sebut kenyataan terjadi
karena sebab akibat yang telah dipilih manusia.
Butuh akal yang jernih untuk
tidak menyalahkan nasib dan mulai memperbaiki pilihan. Karena nasib yang kita
nilai baik ataupun buruk hanyalah akibat dari sebab yang telah dan akan kita
pilih.
2# KEDUA :
Pahami selalu kemanapun kita
ingin berlari tetap kita tidak akan pernah berlari dari waktu sekarang.
Dalam dimensi manapun kita berada,
waktu yang kita miliki hanyalah sekarang. Memori kita membawa apapun yang telah
kita lalui sebagai masa lalu dan apapun yang kita rencanakan sebagai masa
depan. Keduanya bukanlah waktu, kedua adalah kesempatan. Masa lalu sudah
menjadi kesempatan yang sudah kita hadapi. Masa depan adalah kesempatan yang masih
bisa kita buat.
Kesempatan membuat masa depan hanya
dilakukan pada waktu sekarang. Bukan pada waktu esok. Manusia itu seperti
berdiri ditengah jembatan yang hanya memiliki satu papan kayu yaitu tempat dia
berpijak. Dengan satu papan kayu itu dia bisa maju atau dia bisa mundur.
Papan kayu itu ibarat waktu yang
kita miliki, terserah bagaimana kita mau menggunkan waktu ini tetap kita hanya
membawa waktu yang sekarang.
Bagaimanapun juga hari esok tidak
ada, kertasnya masih putih. Detik ini adalah waktu untuk menulis bagaimana esok
itu berwarna. Apabila kita tidak memilih dan membiarkan seluruh sistem sebab
akibat bekerja begitu saja, maka kita telah kehilangan kesempatan untuk membuat
kenyataan.
3# KETIGA :
Pahami kalau kita belum
mengetahui apa itu kenyataan mutlak. Karena apapun kenyataan yang kita yakini sedang
kita jalani adalah refleksi dari apa yang kita lihat, bukan apa yang
diperlihatkan kepada kita!
Selama kita masih berlari sambil
membawa persepsi yang sama. Maka tetap kenyataan yang sama akan terus
mengelilingi kita. Itu karena setiap orang menghadapi kenyataan dari hasil
pikiran yang sama persis dengan bagaimana pikiran individunya bekerja.
Dengan fakta ini kita mengenal
istilah perception reality, yaitu
sebuah pemahaman kalau persepsi manusia adalah kenyataan bagi dirinya sendiri.
Tapi ternyata kenyataan yang dipersepsikan oleh pikiran kita, tidak pernah bisa
menjadi acuan akan kebenaran hakiki dari kenyataan mutlak.
Ini menjawab kalau setiap manusia
membawa kenyataannya masing-masing berdasarkan bagaimana persepsinya terbentuk
sejak lahir sampai sekarang. Itulah kenapa sulit bagi kita menentukan apa itu kenyataan
yang sebenarnya? Karena kebenaran adalah kenetralan suci yang terbebas dari
persepsi.
#KEEMPAT :
Pahami seseorang tidak bisa
menyaksikan apa itu kebenaran kecuali dia mampu menetralkan dahulu
penglihatannya.
Persepsi hanya bertindak sebagai
lensa yang melaluinya kita memandang kenyataan. Namun kalau kita jeli bertanya
‘apakah sesuatu yang kita sebut kenyataan itu adalah kenyataan mutlak yang
sebenarnya?” Maka untuk menemukan jawabannya, kita harus terlebih dahulu
mengakui kalau untuk menemukan jawaban ini kita harus berada di titik netral.
Titik netral adalah titik dimana
kita tidak lagi membatasi apa yang kita lihat dengan segala persepsi pikiran
kita. Karena kenyatan mutlak yang sebenarnya selalu berada diatas kenyataan
yang kita yakini.
Kesadaran manusia seharusnya
dibentuk untuk mampu menyaksikan kebenaran ini. Sayang, ego penilaian kalau
kita sudah berada di jalur kebenaran sudah terlalu mengakar. Padahal hanya Dzat
Maha Benar lah yang mampu menuntun dan memberpikirkan kita pada kebenaran yang
sebenarnya.
#KELIMA :
Pahami seseorang yang sudah mampu
menetralkan penglihatannya tidak akan pernah berniat berlari dari kenyataan.
Seseorang itu akan menghadapi apapun yang ada dihadapannya.
Seharusnya kita memang haru
belajar menghadapi segalanya dengan kenetralan terlebih dahulu baru gerbang
kebenaran itu akan terbentang pada waktunya. Kalau apa yang sedang kita hadapi
memang harus kita hadapi, maka jangan menaruh harapan dan membuat diri sendiri
tidak nyaman dengan harapannya sendiri.
Sahabatku… Menerima atau
penerimaan adalah jurus ampuhnya. Saat manusia sudah mampu menerima apapun yang
ada dihadapannya, maka dia akan melaluinya. Lalu saat melaluinya pun manusia itu
akan mulai berpikir dengan akalnya untuk memilih, apa yang terbaik?
Kehadiran pikiran dimaksudkan
untuk menyerap informasi, mengubahnya menjadi pengetahuan dan menuntunnya ke
dalam tindakan. Tindakan yang dipilih tentu akan menentukan kualitas hidup kita
dan ini berasal dari pilihan kita untuk berpikir. Itulah kenapa untuk membawa
tujuan dan kualitas yang lebih baik ke dalam hidup kita, kita harus melihat
sifat dan cara kerja pikiran dalam berpikir. Itu karena tidak selalu pikiran
itu memilih berpikir dengan akal, ada tiga cara kerja pikiran dalam berpikir :
Pertama, berpikir dengan akal. Kedua,
berpikir dengan ego. Ketiga, berpikir dengan insting (naluriah)
Berkat kehadiran pikirannya
seseorang bisa memilih berpikir dengan akal atau egonya, atau bahkan seseorang
itu bisa juga sama sekali tidak memilih berpikir dan hanya membiarkan
naluriahnya berpikir secara autopilot. Ketiga pilihan berpikir ini sama sekali
tidak akan menggeser pikiran dari kesakralannya sebagai gerbang pemberi makna
bagi kehidupan.
Meski tetap makna yang
dihasilkannya pastilah berbeda-beda tergantung bagaimana kita memilih berpikir.
Nomor tiga adalah yang terendah dari bagaimana kita memilih berpikir, dan nomor
pertama adalah bagian terbaiknya. Akal senantiasa akan menjadi pembimbing diri
yang utuh. Ber-akal bukan menghilangkan bagian ego dan naluriah, tetapi
mengendalikan mereka berdua. Begitulah peran pikiran dalam kehidupan ini
sebenarnya hanya untuk menuntun dan menjadikan kita manusia-manusia yang
ber-akal di dalam kesadarannya.
-----------------------------
Sahabatku… Mohon renungilah
pertanyaan dibawah ini:
Kalau kita hanya memiliki
sekarang dan kalau seluruh apa yang kita lihat adalah hanya tentang bagaimana
kita melihatnya. Maka apakah mungkin kita berlari dari kenyataan kalau
sebenarnya kenyataan itu selalu kita bawa?
Kalau kita sudah memahami
pertanyaan diatas lalu apakah kita akan berlari dengan membawa kenyataan yang
sama – atau seharusnya kita tidak perlu berlari kemana-mana, kita hanya perlu
melepas semua yang membuat kita menyaksikan kenyataan ini sebagai hal yang
menderita dan mengambil waktu kita untuk menyaksikan dan membuat kenyataan yang
berbeda?
Bagaimana sahabatku? Sudahkah
kita mengerti point pentingnya?
Kami mengucapkan terimakasih
untuk tidak pernah berencana berlari dari kenyataan lagi. Terimakasih karena
telah mau berdiri kuat menghadapi dan menerima apapun yang ada dihadapan.
Terimakasih telah merubah kenyataan dengan cara memilih sebab terbaik untuk
akibat terbaik.
Dan mari bersama-sama kita mengucapkan
terimakasih, untuk setiap porsi pelajaran yang ada dihadapan kita. Percayalah!
Kalau kita berada disini, berarti kita memang sudah siap dengan pelajarannya.
Apabila rasa takut itu muncul,
maka biarkan takut muncul hanya sebagai porsi kewaspadaan bukan keraguan untuk
membuat kenyataan yang lebih baik.
Akhir kata sahabatku…
Jadi jawaban dari cara terbaik
untuk berlari dari kenyataan adalah dengan mengambil alih kembali waktu yang
kita miliki dan membuat kenyataan yang baru didalamnya, bersamaNYA.
Bagian terakhir ini adalah yang
terindah. Bagian yang mampu menghapus segala ketakutan dan kemeranaan yang
tergantikan dengan senyum kekuatan. Kita sudah memiliki segalanya untuk mampu berlari
membuat kenyataan terbaik. Karena kita memilikiNYA dan bersamaNYA selamanya.
Salam semesta
Copyright 2020 © www.pesansemesta.com