Sahabatku… Segala macam emosi itu
sebenarnya hanyalah molekul. Misal kalau kita merasakan perasaan kebahagian,
berarti kita membutuhkan formula (C43H66N12O12S2 ) sebagai tambahan bahan kimia
oxytocin. Misalkan juga kalau kita merasakan perasaan marah, berarti kita
membutuhkan formula Epinefrin (C9H13NO3) atau
yang dikenal sebagai adrenalin, ini merupakan bahan kimia utama yang kita
keluarkan ketika menjadi marah.
Rahasia
besarnya ADALAH segala emosi YANG KITA RASAKAN bukan rasa yang mengakar dari luar
– melainkan rasa yang muncul dari apa yang telah kita buat sendiri.
Lalu bagaimana kita membuat
emosi?
Jadi begini, setiap manusia
memiliki satu bagian didalam otaknya yang disebut otak emosinal. Tempat khusus
dimana semua emosi diwujudkan menjadi nyata oleh otak disebut Sistem Limbik.
Berkat adanya sistem limbic ini, kita hanya cukup memikirkan jenis perasaannya
saja, lalu otak kita meramu secara otomatis emosi itu.
Pekerjaan otak untuk meramu emosi
itu penting, karena kalau otak tidak pernah meramu emosi, maka kita tidak akan
pernah bisa mampu merasakan apa-apa.
Emosi itu seperti kita berdiri di
depan mesin kopi gratis. Kita cukup memencet tombol cappuccino, lalu mesin itu
meramu cappuccino dan menyajikannya, kita pun segera menyeruputnya dan
mengamini persis kalau itu adalah cappuccino. Misal lain kita memencet tombol
frapuccino, maka mesin itu akan meramu frapuccino, kita pun menyeruputnya dan
mengamini persis kalau itu adalah frapuccino. Hal yang sama kalau kita memencet
moccacino, maka mocacino lah yang akan diramu, dan kita juga akan mengamini
kalau itu adalah moccacino.
Ngomong-ngomong kenapa kami
menggunakan istilah ‘meramu’?
Karena sebelum disajikan, emosi
itu harus diramu terlebih dahulu. Bagaimana kadar ramuannya, tergantung dengan
bagaimana pikiran mensettingnya. Emosi adalah permainan otak dalam menentukan
kadar neurokimia (bahan kimia otak).
Ambil contoh rasa bahagia,
bahagia tidak akan bisa terasa sebagai bahagia kalau otak tidak mampu meramu
hormone kebahagiaan. Ada empat bahan kimia utama di otak yang memengaruhi
kebahagiaan kita; Dopamin, oksitosin, serotonin dan endorphin. Apabila otak
tidak merespon pikiran bahagia kita dengan melepaskan serta mengatur kadar
keempat hormon ini, maka kita tidak akan pernah tahu seperti apa itu rasanya
bahagia.
Namun otak tidak pernah bermain
sendirian, otak membutuhkan pemain dan siapa lagi pemainnya selain pikiran. Otak
tidak akan mampu meramu keempat hormon ini tanpa pikiran yang memikirkan rasa
kebahagiaan. Tanpa pikiran, tidak ada yang merasakan emosi kebahagiaan.
Sementara tanpa otak, tidak akan rada rasa bahagia saat kita memikirkan
kebahagiaan.
Hal yang sama juga berlaku
terhadap seluruh emosi-emosi lainnya. Baik itu kemarahan, kebahagiaan,
kepuasaan dan masih banyak emosi lainnnya. Namun meski pikiran kita yang
bertanggung jawab memikirkan segala perasaan. Tetap tanpa otak kita tidak akan
mengerti bagaimana itu rasanya sedih atau bagaimana itu rasanya bahagia.
Memikirkan kebahagiaan bukan
berarti harus berada ditengah kebahagiaan. Karena tanpa kita benar-benar
ditengah situasi yang membahagiakan atau bahkan hanya dalam imajinasi atau
dunia mimpi sekalipun otak kita tetap mampu meramu hormone kebahagiaan.
Perhatikan saja bagaimana
terkurasnya emosi seorang wanita saat menonton drama korea. Padahal kesadaran
mereka hanya hanyut dalam pikiran yang terbawa oleh alur film. Saat alur
filmnya sedih, maka mereka pun ikut memikirkan rasa kesedihan yang sama.
Sehingga otaknya merespon kesedihan itu. Akhirnya air mata mereka bisa terus
menetes, padahal seluruh adegan dalam film itu adalah fiktif.
Ini terjadi karena otak kita
tidak bisa membedakan mana itu perintah pikiran yang imajinatif dan mana
perasaan yang nyata. Selama kita memikirkannya, maka bagi otak itu akan selalu
menjadi nyata. Pikiran sadar manusia lah yang menentukan kadar kenyataan bagi
dirinya sendiri.
Lalu siapa itu pikiran kalau
bukan kesadaran? Kesadaran adalah titik balik segalanya.
Itulah kenapa Dzat Maha membuat
otak dengan membawa sifat kebijaksanaan juga. Meskipun emosi kita mungkin tidak
terkendali, tidak serta merta semua bagian diri kita menjadi tidak terkendali.
Ada bagian jasad yang bernama korteks prefrontal otak, yaitu bagian otak
rasional. Bagian ini masih tetap sadar dan dapat menjaga emosi kita dalam
proporsi normal.
Boleh dibilang korteks prafrontal
berperan eksekutif untuk menjaga hal-hal apapun tetap berlangsung di bawah
kendali. Jadi kalau dilihat dari sisi otak, meski benar otak membuat segala
perasaan menjadi nyata. Tapi otak tetap memberi kita pilihan, apakah kita akan
lanjut dengan tenggelam dengan emosi yang kita buat atau tidak. Sekarang sangat
tergantung dengan bagaimana pikiran kita merancang tindakan selanjutnya.
Kalau kita memilih tetap
terhanyut, otak kita tetap memberi pilihan lain yang bisa kita pilih. Jadi
jasad kita juga mengajarkan kepada kita, kalau manusia hidup dengan pilihan.
Kita memilih dan bisa memilih. Karena manusia memang tidak pernah tercipta
sebagai korban. Kalau sampai sekarang kita menjadi korban dari perasaan, itu
hanya karena diri kita kurang mengerti bagaimana mekanisme sesungguhnya.
Itulah kenapa kalau dahulu emosi
manusia hanya dibahas dan dikaitkan dalam bidang psikologi saja. Namun ternyata
itu tidak berlaku lagi sekarang. Karena emosi manusia bukan terletak didalam
pikirannya tapi didalam jasadnya. Hubungan antara beberapa bagian otak dan sel
saraf lah yang mewujudkan segala emosi manusia.
Pikiran manusia hanya memikirkan
perasaan saja sebagai arsitektur alami. Sementara otak kita adalah para
pekerjanya. Otaklah sebagai pengendali pasukan-pasukan yang membuat segala
macam perasaan menjadi hidup dan nyata.
Jadi kalau kita bertanya; mana
yang lebih penting pikiran atau otak? Jelas kita tidak bisa memilihnya. Mereka
memang diciptakan dengan kesatuan yang utuh. Sungguh sempurna diri manusia ini.
Kita memiliki jiwa dan jasad yang senantiasa dihidupi oleh ruh.
Ruh (energy penghidup) selamanya
adalah kenetralan. Bagaimana kita membentuk jiwa dan jasad, selamanya energy penghidup
ini menyertai sampai batas waktu yang ditentukan oleh peniupNYA.
Jadi pertanyaannya sekarang
adalah bagaimana kita mampu membentuk jiwa dan jasad yang mampu mengendalikan segala
emosi yang dihadapinya?
Sahabatku… Kami akan lanjut
mempelajari jawaban pertanyaan diatas pada artikel lanjutannya. Sebelum kami
melanjutkan pembelajaran, mari kita mencoba memahami dahulu kenapa Dzat Maha
membuat pikiran dan otak terhubung untuk membuat sesuatu yang kita sebut
perasaan?
Tidaklah ini merupakan sepotong ayat
kecil yang menjadi bukti kalau manusia tidak dibuat untuk menjadi korban
melainkan sebagai pemimpin. Seorang pemimpin seharusnya menjadi penentu, termasuk
penentu dari apapun perasaan yang dirasakannya. Keberhasilan kita memimpin jiwa
dan jasad ini adalah refleksi dari betapa kita memahami ayat-ayatNYA.
Namun ayat-ayatNYa yang terdapat
pada diri kita hanya akan menjadi bukti keterhubungan penciptaan yang sia-sia
apabila tidak pernah terperhatikan dan teramati. Setumpuk maha karya Dzat Maha
yang pada akhirnya sekedar menjadi gambar-gambar listrik yang hanya bisa kita
lihat tapi tidak kita saksiksan.
Tangga awal sebelum sebuah
kebersaksian adalah pemahaman. Mari kita tetap belajar memahami ayat-ayatNYA
yang ada pada diri kita terlebih dahulu.
Jadi sahabatku, kalau kita masih
sering menjadi korban dari emosi dan perasaan yang berkecamuk di dada. Mohon tetap
disini untuk membaca terusan artikelnya.
Salam Semesta
Copyright 2020 © www.pesansemesta.com