Seorang sahabat bertanya “Bagaimana
cara sederhana untuk menyeleraskan jantung dan otak agar terjadi keseimbangan?”
Melalui anugerahNYA kami menjawab
Jadi didalam diri, otak dan
jantung kita senantiasa berhubungan, mereka berkomunikasi dan melakukan aksi
ketersalingan.
Pesan dari sistem saraf jantung
intrinsik berjalan ke otak melalui jalur naik baik di tulang belakang dan saraf
vagus, di mana ia berjalan ke medula, hipotalamus, thalamus dan amigdala dan
kemudian ke korteks serebral. Ini merupakan arah jalur, sampai pada akhirnya
jantung memancarkan hasilnya kepada semesta yang diluar melalui gelombang
elektromagnetik yang kuat.
Bagaimana informasi dari
kesadaran dikelola dari otak menuju jantung dan jantung menuju otak terjadi
dalam hitungan super cepat tanpa henti, terus menerus sampai jantung jasad ini
nantinya berhenti berdetak.
Seperti cahaya seumur hidup yang
memancar menuju semesta itulah kita sahabatku… Andai bisa tergambarkan
bagaimana pancaran ini terhubung menuju seluruhnya dan segalanya, maka kita
akan segera sadar, kalau memang tidak ada satu tempat pun untuk bersembunyi.
Tidak ada satu alasan pun yang membuat kita sendiri. Tidak ada satu inci pun
untuk menghindar. Jelas kita adalah semesta yang terhubung dengan pancaran.
Masalahnya pancaran yang kita
pancarkan saat ini justru malah mengganggu semesta, karena pancaran kita tidak
seimbang. Mari kita belajar menyeimbangkannya sahabatku…
Ini sungguh penting untuk
keberlangsungan semesta kita sendiri. Izinkanlah diri ini untuk memancarakan
harmoni semesta. sekali lagi ini bukan hal mistis, ini adalah layar pengetahuan
yang tertutupi dan sengaja disembunyikan. Baiklah, lalu apa caranya?
Caranya adalah dengan melakukan
tiga penguasaan diri di bawah ini :
Penguasaan Pertama : Kuasai
pikiran sendiri dengan cara tidak membiarkan pikiran menguasai dan mulai
membiasakan diri berpikir dengan akal
Sahabatku… Apakah kita suka
berpikir atau kita justru lebih suka membiarkan pikiran-pikiran memenuhi aliran
otak sampai akhirnya mengacak-acak elektromagnetik yang kita pancarkan?
Berpikir itu adalah melatih diri
untuk mengamati dan memperhatikan apa yang ada di hadapan.
Berpikir dengan membiarkan
pikiran-pikiran adalah dua hal yang berbeda. Kebanyakan kita justru tidak
memilih berpikir, melainkan hanya memilih membiarkan pikiran-pikiran memenuhi
aliran otak kita. Padahal setiap aliran pikiran apapun itu adalah pekerjaan
bagi otak dan jantung.
Pikiran adalah energy yang
bervibrasi, otak dan jantung kita mengelolanya dan memancarkan outputnya. Ini
bukti sederhana kalau semesta ini tidak pernah berdiam tanpa adanya input –
proses dan output.
Sebagai latihan dan contoh alami
yang sederhana kami ingin kita bersama-sama memikirkan satu alasan yang membuat
kita merasakan emosi benci.
Jawabannya bisa apa saja bukan?
Bisa sepiring brokoli, seorang mantan kekasih, guru yang killer, orang tua,
mobil, dendam kepada sahabat, pengkhianatan, kekalahan atau apapun. Memikirkan
hal yang dibenci itu sederhana buat kita. Namun tahukah kalau kebencian bukan
hal yang sederhana bagi dimensi mikrokosmos dan semesta kita?
Jadi begini yang terjadi, saat
pikiran kita memikirkan kebencian, maka otak bekerja meramu emosi agar kita
mampu merasakan kebencian itu. Untuk meramu emosi kebencian otak kita harus
meramu beberapa neurotransmitter.
Beberapa neurotransmiter ini
bergerak di antara sel-sel individual, sementara yang lain disiarkan ke seluruh
wilayah otak. Dengan memberi sinyal pada sinyal lain, otak kita dapat
menyesuaikan cara kita merespons sesuatu dan secara efektif dapat mengubah
suasana hati kita seketika.
Ini bukan sekedar pekerjaan otak
yang diterima oleh jantung begitu saja, ternyata jantung bukanlah organ yang
passif dengan suasana hati seseorang. Ditemukan bahwa jantung mengandung
sel-sel yang mensintesis dan melepaskan katekolamin (norepinefrin, epinefrin,
dan dopamin), yang pernah dianggap sebagai neurotransmiter yang diproduksi
hanya oleh neuron di otak dan ganglia. Dan tahukah kita kalau baru-baru ini juga
ditemukan bahwa jantung juga memproduksi dan mengeluarkan oksitosin yang dapat
bertindak sebagai neurotransmitter dan biasanya disebut sebagai hormon cinta dan
juga benci.
Singkatnya, kita mengaktifkan otak
dan jantung didalam tubuh kita sendiri. Pengaktifan ini dibutuhkan karena kita memang
harus menterjemahkan frekuensi-frekuensi yang kita terima dan juga memberi
respon terhadapnya.
Sayangnya, kita belum bisa menetralkan
(membiarkan diri di titik nol) sehingga akhirnya kita terhanyut oleh pikiran
dan rasa yang kita buat sendiri. Jadi, saat kita memikirkan benci maka kita secara
tidak terkendali memancarkan elektromagnetik berfrekuensi rendah yang berisi kebencian.
Baiklah, memang sudah menjadi hak
kita untuk merasakan apapun yang mau kita rasakan. Hanya saja, kita adalah
semesta yang terhubung. Apa yang kita olah didalam akan memancar keluar dan membawa
pengaruh kepada sesama, termasuk bumi.
Energi selalu memiliki hukum
tarik menarik frekuensi. Manusia adalah energi, kita selalu menarik frekuensi
sesuai dengan frekuensi apa yang kita pancarkan. Frekuensi yang terpancar itu
lah yang menjadi dasar elektromagnetik manusia.
Sementra elektromagnetik manusia
adalah apa yang menjadi dasar geomagnetik bumi. Dan geomagnetic bumi memancar
menuju magnet antar planet. Bayangkan kalau magnet antar planet ini terganggu.
Ini merupakan bukti koneksi
raksasa kehidupan. Koneksi raksasa kehidupan ini hanya berawal dari bagaimana pikiran
manusia. Jadi bagaimana solusinya?
Solusinya tidak lain hanyalah
kita harus sadar dengan pikiran sendiri dan mulai membiasakan diri berpikir
dengan akal.
Sahabatku… Keselarasan artinya
keseimbangan yang harmonis. Kita harus berada di titik 0 (nol) untuk memenuhi
keseimbangan. Untuk berada di titik 0 (nol) ini diperlukan cara. Apakah caranya
harus rumit, tidak juga. Justru kadang cara-caranya sebenarnya terlalu sepele
sehingga malah lebih sering terlewat untuk kita aplikasikan.
Kita tidak butuh setumpuk ilmu
filsafat atau seribu jam meditasi untuk memulai sebuah keseimbangan, yang kita
butuhkan hanyalah akal yang mau berfungsi. Akal adalah satu rahasia yang
dimiliki oleh pikiran.
Perlu diketahui kalau tidak selamanya
pikiran itu berpikir dengan akal, ada kalanya pikiran berpikir dengan ego atau
bahkan hanya sekedar dengan instinct atau naluriah belaka. Jadi, tidak melulu
manusia membiarkan akalnya memimpin, kebanyakan justru malah lebih sering
membiarkan ego dan naluriahnya yang maju memimpin.
Apakah ini berhubungan dengan
keselarasan jantung dan otak? Tentu iya. Itulah kenapa kami menyampaikannya
disini.
Cara paling sederhana untuk
mengaplikasikannya, yaitu dengan melatih diri untuk senantiasa mengamati dan
memperhatikan apa yang ada di hadapan dan apa yang terlintas didalam pikiran.
Memang ini sangat sederhana, tapi
ini bukan lelucon, melainkan aksi sederhana yang akan membuat diri kita untuk
terbiasa berpikir dan mengendalikan pikiran.
Kebanyakan manusia tidak suka
berpikir. Karena berpikir itu terkesan berat dan menyusahkan. Hanya saja bagaimana
kehidupan kita terletak disana. Akal manusia selalu berada di titik 0 (nol).
Satu-satunya tempat kita menyeimbangkan diri adalah dengan mengaktifkan akal. Dzat
Maha sudah membuatnya seperti itu, kita hanya butuh memilih jalannya, lalu dari
pilihan kita itulah keselarasan akan terjadi.
Coba bayangkan kalau tidak semua
pikiran-pikiran ini mengendalikan diri kita, justru kitalah yang mengendalikan
pikiran-pikiran ini. Coba bayangkan kalau kita secara sadar menyaksikan apa
yang ada dihadapan dengan akal pikiran yang tersetting penuh rasa syukur dan
khidmat akan kehidupan yang dianugerahkanNYA hanya untuk mengambil pelajaran.
Bukankah pancaran elektromagnetik kita akan harmonis?
Renungkanlah sahabatku… Ibarat
terang di dalam gelap, begitulah seharusnya pengendalian pikiran ini membuat
kita sebegitu bermakna bagi keberlangsungan semesta.
Penguasaan Kedua : Kuasai emosi
dengan cara menghadapi apapun yang terjadi di hadapan.
Sahabatku… Siapa bilang kalau
jantung ini hanya memancarkan elektromagnetik. Jantung ini juga menerima elektromagnetik.
Sekali lagi, ini bukti keseimbangan buatan Dzat Maha Pembuat. Tentunya seimbang
bukan hanya tentang memberi tetapi juga menerima.
Jadi begini, setiap sel dalam
tubuh kita terus bergerak dalam lingkungan eksternal dan internal yang
berfluktuasi dari gaya magnet yang tak terlihat. Tidak terlihat bukan berarti
tidak ada!
Fluktuasi medan magnet dapat
memengaruhi hampir setiap sirkuit dalam sistem biologis hingga tingkat yang
lebih besar atau lebih kecil, tergantung pada sistem biologis tertentu dan
sifat-sifat fluktuasi magnetik.
Salah satu cara utama agar sinyal
dan pesan dikodekan dan ditransmisikan dalam sistem fisiologis adalah dalam
bahasa pola. Dalam sistem saraf, sudah pasti bahwa informasi dikodekan dalam
interval waktu antara potensi aksi, atau pola aktivitas listrik. Ini juga
berlaku untuk komunikasi hormonal di mana informasi yang relevan secara
biologis juga dikodekan dalam interval waktu antara pulsa hormonal.
Ketika jantung mengeluarkan
sejumlah hormon yang berbeda dengan setiap kontraksi, ada pola denyut hormon
yang berkorelasi dengan irama jantung. Selain pengkodean informasi di ruang
antara impuls saraf dan dalam interval antara pulsa hormonal, ada kemungkinan
bahwa informasi juga dikodekan dalam interval tekanan dan gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan oleh jantung.
Artinya? Jantung dapat
mengirimkan informasi emosional melalui medan elektromagnetik ke lingkungan,
yang dapat dideteksi oleh orang lain dan diproses dengan cara yang sama seperti
sinyal yang dihasilkan secara internal. Jadi intinya, selain pemancar kita juga
adalah penerima.
Kalau kita ingin mengetahui seberapa
berpengaruh gelombang elektromagnetik yang kita terima? Maka ambillah contoh
sederhana molekul air yang diteliti oleh DR. Masaru Emoto tentang bagaimana
gelombang suara bisa mempengaruhi molekular air. Hal yang lebih dahsyat juga
akan terjadi dengan diri kita saat kesadaran kita mulai terpengaruh oleh gelombang
electromagnetic yang dibawa oleh semesta lain.
Jadi bagaimana solusinya?
Sahabatku… Karena elektromagnetik
jantung membawa pesan-pesan emosi, maka cobalah untuk menghadapi apapun pesan
itu secara sadar. Kesadaran yang paling sederhana adalah memahami keberadaan
internal atau eksternal diri.
Kata menghadapi bisa menghasilkan
berbagai macam sikap. Kenyataan hidup boleh sama. Gelombang elektromagnetic itu
boleh sama. Tapi cara masing-masing individu menghadapinya bisa berbeda.
Seperti seorang guru yang
mengumumkan jadwal ulangan harian dadakan. Diantara muridnya ada yang
menghadapinya dengan tenang karena dia tahu dia bisa. Diantara yang lain ada
yang santai karena mereka tidak peduli dengan ulangan. Ada yang kecewa karena
dia tidak suka ulangan. Dan ada juga yang ketakutan karena dia merasa bodoh
dalam ulangan. Kenyataan yang dihadapi hanya satu, yaitu ulangan harian
dadakan, namun cara masing-masing siswa menghadapi kenyataan itu yang
berbeda-beda.
Apakah ada yang salah dan benar?
Tidak juga. Tidak ada manusia yang sama persis. Semua memiliki keunikan berbeda
baik yang tampak diluar ataupun yang diolah didalam. Jadi sikap menghadapi sesuatu itu bersifat
relatif.
Tentunya dengan penguasaan yang
pertama, kita mampu menjalani kehidupan dengan akal pikiran yang jernih, dan
inilah sebaik-baiknya aksi.
Namun ada satu keniscayaan yang pasti
saat kita melakukan aksi yang sebaik-baiknya. Yaitu apapun kenyataan hidup yang
terjadi, baik suka atau duka. Baik benar atau salah. Baik terang atau gelap.
Kita tidak pernah berlari dariNYA. Kita tidak pernah sendiri tanpaNYA. Bagaimanapun
kita melupakanNYA atau tidak mengetahui apapun tentangNYA setiap kesadaran
didalam semesta ini terhubung denganNYA. Tidak ada satu detak jantung pun yang
terlewat kecuali Dzat Maha membersamai. Tidak ada satu jiwa pun yang terlepas
dari Peniup ruhnya.
Ini hal besar yang harus kita kuasai
sahabatku… Bagian terpentingnya adalah tentang bagaimana kita menjadi manusia
yang mampu menghadapi kenyataan hidup apapun bersamaNYA sebaik-baiknya akal
berpikir.
Penguasaan Ketiga : Kuasai energy
apapun yang kita bentuk
Disadari atau tidak, otak kita
sedang membentuk energy begitu juga dengan jantung kita sedang membentuk energy.
Apa yang kita hadapi adalah energy. Segalanya adalah energy.
Juur kita adalah manusia yang
sedang berada di titik terendah untuk menyadari hal besar yang tidak diajarkan
ini. Sekolah mana yang mengajarkan kita, kalau manusia adalah semesta pembentuk
energy?
Karena andaikan kita besar hanya
untuk mempelajari ini, maka kita akan menjadi gerbang Dzat Maha bukan menjadi
korban kekuasaan yang tidak berdaya.
Namun sebelumnya, kalau kita
masih berpikir energy itu adalah sekedar hal-hal yang berbau kekuatan, maka
pahami dahulu kalau energy itu bukan sekedar tentang kekuatan melainkan
segalanya, termasuk kelemahan juga adalah energy.
Apapun yang menurut kita buruk
dan apapun yang menurut kita baik adalah energy. Jadi, energy itu adalah
kenetralan absolut. Namun bagaimana energy itu terbentuk membutuhkan sebab
akibat. Dzat Maha sudah membuat hukum sebab akibat.
Sebab akibat butuh pilihan. Manusia
butuh memilih sebab untuk menerima akibat. Sementara pilihan tergantung 100%
dengan tingkat kesadaran manusia. Sampai tingkat mana kita mengelola kesadaran,
maka sebegitu juga kemampuan kita membentuk energy.
Kita ingin menyeleraskan jantung
dan otak kita untuk menghasilkan elektromagnetik yang harmonis, maka tentunya kita
butuh kesadaran yang meningkat bukan? Mungkin kemarin sebagian kita ada yang tidak
mengetahui hal ini. Namun berkat pilihan kita membaca artikel panjang ini dan
mengambil pelajaran akhirnya kita memilih berdasarkan kesadaran yang meningkat.
Karena untuk meningkatkan
kesadaran kita harus ikhlas belajar dan menerima pelajaran. Dalam hidup ini untuk
sukses belajar dan menerima pelajaran kita harus terlebih dahulu menguasai dua
hal diatas terlebih dahulu. Kalau tidak, maka tidak ada bagian apapun dari
hidup ini yang akan menjadi porsi belajar kita, yang ada justru hidup ini akan menjadi
tempat ujian yang menyengsarakan. Kita tidak akan tahan dengan pelajaran di
dalamnya dan justru akan mendikte Dzat Maha untuk segera menyegerakan ujian ini
agar cepat selesai.
Sahabatku… Semoga kita mengerti
maksud paragraph di atas. Jelas dan nyata kalau kita tidak bisa memahat
sebongkah es menjadi sepasang patung angsa yang indah kecuali kita harus
memahat dan mengiris tiap ujung esnya.
Mampukah kita memahat diri ini
agar mampu melihat buatanNYA yang indah? Karena kita tidak akan mampu menguasai
penguasaan yang ketiga ini tanpa terlebih dahulu memahat dan mengiris diri sendiri.
Namun sahabatku… jangan takut,
kalau kesadaran kita sudah mampu menikmati kebersamaan denganNYA maka segala pelajaran
ini akan menjadi nyaman. Dalam hidup ini tidak akan ada ujian yang
menyengsarakan, yang ada hanyalah murid yang sedang duduk nyaman dihadapan gurunya
yang Maha Bijaksana. Maha Bijaksana, karena hanya DIA lah satu-satunya Guru Agung
yang mengetahui porsi pelajaran yang mampu kita terima.
Belajarlah untuk menguasai diri
ini sahabatku… dan Percayalah! Tidaklah diri ini kecuali akan menjadi gerbang gelombang
elektromagnetik yang harmonis. Kita akan menjadi pemancar alunan harmoni indah
semesta yang tidak mengenal syarat. Pemancar RahmatNYA bagi semesta alam.
Kita mampu sahabatku… kita
bersamaNYA
Terakhir sahabatku… Kalau bumi
terisi oleh jiwa-jiwa yang mengaluni harmoni indah, akankah bumi menjadi rumah
yang indah pula?
Salam Semesta
Copyright 2020 © www.pesansemesta.com