Seorang sahabat bertanya “Mohon bimbingan, saran serta petunjuk agar saya dapat
merasakan durasi kebersamaan itu dapat lama kalau dapat 24jam... Agar kapan
saja dimana saja selalu merasakan KeTunggalanNya...?” Melalui izinNYA kami
menjawab.
Sahabatku… Awalnya kebersamaan
ini terasa sebagai sebuah rasa. Namun selanjutnya bukan lagi tentang rasa,
melainkan totalitas kebersamaan. Dimana kita memang terikat denganNYA. Baik
jasadi ataupun jiwawi.
Saat kita terikat maka sudah
tidak ada lagi yang namanya kedekatan. Kita tidak lagi berkata “DIA adalah DEKAT”
Ini terjadi karena kita memang sudah bersama DZAT YANG MAHA DEKAT.
Ketunggalan itu bukan rasa melainkan kesatuan yang total. Tidak ada
lagi garis yang memisahkan. Tidak ada ke-akuan. Tidak ada diri yang merasa. Hanya
ada kami. Dimana DIA dan seluruh buatanNYA ini adalah satu.
Namun sahabatku… Totalitas kesatuan
bukan angka pasti. Kadarnya pasti berbeda. Setiap manusia sebenarnya mampu
merasakan lalu mengikatkan diri dengan inti dirinya, sesuai dengan porsi
kerelaan yang rela mereka jalin.
Semua nanti akan terletak dengan
seberapa rela kita menyatu denganNYA yang TUNGGAL?
Tidak ada paksaan atau keharusan
disini, ini hanya tentang seberapa rela kita membersamaiNYA. Disinilah letak
kenetralan DZAT MAHA yang luput kita pahami. Disinilah bukti wujud DZAT MAHA
pemberi rahmat bagi semesta alam. Tidak masalah, apakah kita mau merasakan
kedekatan atau tidak, tetap DIA senantiasa DEKAT.
Jadi sekarang mari kita fokus
terlebih dahulu belajar untuk menjalin rasa kedekatan. Sebuah awal sebelum
nantinya kita akan senantiasa merasakan kebersamaan kita bersamaNYA tanpa
putus.
Disini kami memiliki beberapa kiat
untuk memulainya. Semoga kiat-kiat ini berguna bagi mereka yang ingin merasakan
kedekatan dan kebersamaan tak terbatas denganNYA :
Kiat Pertama : Cobalah menghilangkan gelap dari
terang dan terang dari gelap.
Sahabatku… Cobalah melihat gelap
sebagai DZAT MAHA dan terang sebagai DZAT MAHA. Belajarlah melihat wujud DZAT MAHA
didalam segala rasa, tanpa pernah menilainya.
Selama ini agama kita mendidik
kalau Dzat Maha itu hanya berada disisi baik, sementara buruk bukan dari
sisiNYA. Hanya saja nilai baik dan buruk menurut siapa? Bagaimana bisa kita
tahu apa itu baik dan dan apa itu buruk menurutNYA. Bagaimana bisa kita
mendikte DZAT yang telah membuat baik untuk buruk dan buruk untuk baik?
Jadi latihan pertamanya adalah
menetralkan diri. Setelah kita mampu menetralkan diri, maka kita perlahan-lahan
akan mampu melihat segala wujudNYA di segalanya. Melihat segala baik dan segala
buruk.
Ingat saja kenetralan adalah
wajah ikhlas yang utama. Tidak ada kejahatan saat kita sudah berada didalam
titik kenetralan. Begitu pula dengan kebaikan. Kebaikan bisa ada karena
kejahatan ada. Tidak ada jahat kalau tidak ada baik. Malam bisa muncul karena
siang muncul terlebih dahulu. Si cantik bisa menjadi cantik, karena ada si
jelek. Mahal tidak pernah menjadi mahal, kalau murah tidak ada.
Harga sebuah nilai tidak akan
bisa berdiri tanpa pembandingnya. Dzat Maha membuat seluruh nilai-nilai itu
untuk sebuah keseimbangan hidup. Lalu dari sanalah kita belajar arti hidup yang
sebenarnya.
Pembelajaran, semua dibuat hanya
untuk pembelajaran bagi manusia-manusia yang senantiasa menggunakan akal untuk
berpikir. Kenetralan pun hanya terasah dari akal yang mau berpikir.
KIAT KEDUA : COBALAH UNTUK MULAI BERPIKIR DENGAN AKAL
Untuk menerima jawaban kebenaran
kita harus melampaui garis benar atau salah. Sementara untuk melampauinya kita
perlu menggunakan akal sebagai petunjuk utama. Keinginan untuk melepas ego
benar dan salah, lalu mulai berpikir hanya dengan kejernihan akal adalah senjata
kita menemui jawaban kebenaran.
Kerelaan kita untuk
mempertanyakan kembali jawaban yang telah kita terima seumur hidup tanpa perlu
meletakkan jawabannya pada kotak benar atau salah merupakan seni kenetralan
tertinggi untuk menerima jawaban kebenaran.
Jadi sahabatku… Mulai sekarang
mari kita belajar untuk terlebih dahulu mengendalikan keperluan ego kita untuk
menilai benar dan salah hanya agar kita mampu menikmati apa itu jawaban
kebenaran.
Percayalah… Kebenaran itu nyata
dan benar-benar ada. Untuk mampu menyaksikan yang ‘ada’ cobalah dahulu melepas
benar dari salah dan salah dari benar. Karena hanya bermula dari sanalah kita
akan benar-benar mampu menyaksikan apa itu kebenaran.
Selama persepsi manusia tantang
benar dan salah masih melekat, maka selama itu pula manusia sengaja menutup
mata dari nyatanya kebenaran.
KIAT KETIGA : COBALAH UNTUK TERUS MEMBUKA MATA MEMAHAMI WUJUDNYA DZAT
MAHA
Sahabatku… Apakah sama orang yang
buta dengan orang yang melihat? Apakah sama orang yang melihat dengan orang
yang menyaksikan? Apakah sama orang yang menyaksikan dengan orang yang
memahami?
Kita ini sekarang sedang berada
didalam lingkaran kebutaan, kita sedang memberanikan diri sedikit-sedikit mau
mengintip untuk melihat. Dari keberanian diri ini akhirnya kita mampu melihat
lalu menyaksikan.
Saat wujudNYA sudah begitu jelas
tersaksikan, maka rasa itu pasti akan hadir dimanapun, kapanpun dan
bagaimanapun suasana perasaan dan pikiran kita.
Hanya saja ketika kita benar-benar
menyaksikan kita akan berenang didalam lautan pertanyaan yang tidak terbatas. Pertanyaan-pertanyaan
yang menyiksa, apalagi kalau kita adalah manusia yang dibiarkan terkurung didalam
dogma dan doktrin. Pasti kita akan tersiksa saat menyaksikan.
Siksaan akibat menyaksikan itu hanya
akan berhenti menjadi siksaan sampai kita mampu membawa diri menuju
kenetralannya. Saat kita netral, saat itulah kita mampu memahami sebuah jawaban.
Saat kita benar-benar memahami jawaban
semesta dari apapun yang kita lihat, maka kita akan mampu memahami kalau
wujudNYA memang berada disetiap apapun yang kita lihat. Kalau sudah begini,
maka bagian mana dari kesadaran kita yang tidak bisa membersamaiNYA?
Logikanya sederhana sahabatku… Kita
berkata sesuatu itu jauh karena sesuatu itu tidak dekat. Kita berkata sesuatu
itu jauh karena kita tidak mampu meraih wujudnya.
Saat manusia sudah mampu meraih
wujudNYA disetiap segalanya, maka masihkah manusia mampu berkata DIA jauh?
Sahabatku… Cobalah memikirkan
jawaban dari pertanyaan ini dengan kenetralan agar akal kita tidak tersiksa.
Salam Semesta
Copyright 2020 © www.pesansemesta.com