Seorang sahabat bertanya “Min...
Mohon jelaskan tentang khusyu! Kenapa saya selalu susah khusyu dalam ibadah
meski sudah berusaha fokus?” Melalui izinNYA kami menjawab.
Sahabatku… Sebelumnya pahamilah
kalau khusyu itu tidak didapat dari fokus. Ini penting! Jadi mohon jangan
beranggapan kefokusan kita dalam melakukan ibadah-lah yang akan mendatangkan
khusyu. Kekhusyuaan tidak didatangkan dari fokus.
Secara harfiah khusyu berarti
rendah, takluk, dan merendahkan diri kepada Tuhan yang disembah. Sebenarnya dari
memahami pengertian ini saja kita sudah bisa menerima solusi dari pertanyaan
diatas.
Mari kita simak penjabarannya
agar kita menjadi lebih paham. Karena sebenarnya khusyu adalah hal penting yang
harus terasa. Setiap orang yang melaksanakan ibadah harus merasakan khusyu, apapun
ibadah yang sedang dilakukannya.
Khusyuk itu penting agar ibadahnya
bukan lagi sekedar menjadi gerakan tubuh atau ucapan mulut, melainkan menjadi makna
yang membawa hasil positif kepada kesadaran spiritual.
Salah satu tanda kalau kita telah
mendatangkan manfaat kesadaran spiritual didalam ritual ibadah adalah munculnya
rasa khusyu sejati, sebuah rasa yang berbeda dengan sekedar menahan fokus.
Khusyu sejati adalah rasa luar
biasa bersahaja dalam kekhidmatan ibadah. Karena diri yang telah menjadi khusyu
itu sudah membersamai ibadahnya itu sendiri.
Pastinya selalu ada sebab akibat
yang senantiasa menyertai sebuah hasil. Salah satu alasan untuk kembali
merasakan khusyu yang sejati dalam beribadah adalah dengan mengintrospeksi diri
terlebih dahulu.
Pertama, coba tanyakan kedalam
diri “sudahkah saya merendah?”
Apa itu merendah diri dalam
beribadah?
Sahabatku… Ibadah itu sebenarnya
bukan sekedar ritual yang dilakukan dalam waktu dan tempat tertentu. Tetapi aksi
diri kita secara keseluruhan. Dengan kata lain, apapun yang kita lakukan dengan
diri ini adalah ibadah tanpa ada batasan waktu dan tempat.
Itulah kenapa memang Dzat Maha
tidak pernah membutuhkan ibadah-ibadah kita. Karena Dzat Maha sudah memberikan
kita segala apa yang kita butuhkan untuk beraksi, Dzat Maha sudah
menyempurnakannya dan Dzat Maha juga sudah memberi kesempatannya agar kita bisa
beraksi.
Jadi memang sebuah kewajiban
kalau seseorang harus membangun dulu mindsetnya tentang ibadah sebelum dia beribadah.
Ini penting agar seseorang mampu merendahkan diri dalam beribadah. Merendah karena
paham, kalau ibadah ini dilakukan bukan untuk Dzat Maha yang kita sebut Tuhan,
tetapi untuk aksi diri kita sendiri.
Jadi sahabatku… coba tanyakan pertanyaan
pertama pertama ini dahulu.
Jawablah dengan jujur, karena
tanpa jawaban kita pun sebab akibat dalam semesta ini akan selalu berguril
dengan jujur. Kejujuran ini hanya tentang kesadaran kita yang harus belajar
paham.
Kedua, tanyakan “sudahkah saya
menaklukkan diri?”
Lalu, apa itu menaklukkan diri
dalam beribadah?
Sahabatku… Janganlah membawa ego
dalam beribadah. Apapun itu ibadah yang kita lakukan. Lakukan dalam kenetralan
sebagai sebuah kewajaran. Artinya, sebelum bisa merasakan khusyu sejati, maka kita
harus terlebih dahulu menaklukan ego.
Salah satu diantara contoh-contoh
ego dalam ibadah yang harus ditaklukkan adalah, pengakuan telah beribadah, hasrat
mendapat pengakuan dan imbalan, sampai keinginan untuk merasakan khusyu pun
masuk ke dalam ego dalam ibadah. Jadi maksudnya?
Maksudnya adalah jadilah netral. Ingat
kembali point introspeksi pertama; ibadah adalah aksi diri. Jadi jadikan aksi
kita ini sebagai kewajaran yang memang seharusnya kita lakukan sebagai semesta
yang dibuatNYA.
Caranya? Netralkanlah diri dari
keinginan. Seperti seporsi oksigen yang sedang berjuang menghidupi setiap
mitokondria kita. Bukankah mereka tidak memiliki keinginan apa-apa, selain keinginan
bergerak sesuai keinginan pembuatNYA?
Nah sahabatku… Sudahkah ibadah kita
sudah sesuai kendali keinginan pembuatNYA, atau kita masih mengendalikan
keinginan itu?
Jawablah dengan jujur, karena
tanpa jawaban kita pun sebab akibat dalam semesta ini akan selalu berguril
dengan jujur. Kejujuran ini hanya tentang kesadaran kita yang harus belajar
paham.
Ketiga, tanyakan “sudahkah saya
merendahkan diri kepada tuhan yang disembah?”
Sebelum menjawab pertanyaan
diatas, coba jawab dahulu; apakah kita sudah menyembah Tuhan? Kalau kita menjawab
iya, maka coba tanyakan siapa itu Tuhan?
Singkatnya kita akan menjawab kalau
Tuhan itu adalah Sang Pencipta. Tapi Tuhan itu sendiri definitif. Tuhan itu
adalah sesuatu yang disembah dan puja, sesuatu yang ditakuti, sesuatu yang di
prioritaskan, dan sesuatu yang mampu membuat kita melakukan sesuatu yang tidak
kita sukai.
Dari definisi ini mari kita
bertanya: Siapakah Tuhan dalam hidup kita? Siapakah yang kita sembah dan kita
puja dalam hidup ini? Siapakah sesuatu yang kita takuti dalam hidup ini?
Siapakah sesuatu yang kita prioritaskan dalam hidup ini? Siapakah sesuatu yang
mampu membuat kita mampu melakukan sesuatu yang tidak kita sukai dalam hidup
ini?
Apapun perbedaan nama Tuhan dalam
tiap agama, tetap definisi tuhan adalah sama. Jadi yang terpenting adalah
aplikasinya bukan namanya. Jadi mari kita menjawab dalam kejujuran sahabatku...
Dan kita akan menemukan bahwa itulah Tuhan kita, dan barulah kita boleh
mengakui kalau diri kita memang sudah menyembah Tuhan.
Ini memang berat, mau tidak mau,
kita yang mengaku beragama atau kita yang mengaku tidak beragama, tetap harus
menemukan satu titik kerendahan diri untuk menjawab pertanyaan ini. Karena dari
jawaban jujur ini, kita bisa mentuhankan siapa saja, bahkan kita bisa
mentuhankan diri kita sendiri, orang tua, bos ataupun pasang. Kalau jawabannya
memang bukan diriNYA, maka pantaskah kita mengakui diri telah menyembahNYA?
Khusyu itu akan otomatis didapat
saat seseorang berhasil menemukan titik kerendahan diri ini, dan bukan saat
seseorang menyempurnakan ibadahnya dengan fokus. Apa itu menyempurnakan ibadah
dengan fokus, kalau seseorang bahkan tidak mampu menjawab atas nama Siapa dia
beribadah?
Akhir kata Sahabatku…
Dari hasil introspeksi ini bukankah
kita bisa melihat, kalau kita selalu menuntut lebih untuk mendapatkan hasil yang
sempurna, padahal kita tidak pernah melakukan sebab-akibatnya?
Kita berharap merasakan khusyu
sejati, tetapi kita belum merendah, kita belum menaklukkan dan kita bahkan
belum menyembah.
Tentunya sampai disini kita semua
tahu apa yang harus dilakukannya untuk meraih khusyu sejati dalam ibadah itu
bukan? Raihlah sahabatku…
Saat nafas ini tahu bersama siapa
dia bernafas, maka disitulah kekhusyuaan sejati muncul. Tidaklah kita meraih
khusyu sejati kecuali bersamaNYA. Mulai hari ini jadilah khidmat bersamaNYA dan
itulah kefokusan terbesarnya.
Salam Semesta
Copyright 2020 ©
www.pesansemesta.com