Seorang sahabat bertanya “Jika
seseorang mendapat rezeki dari pekerjaan kotor… apakah itu tetap rezeki yang
berasal dariNYA. Apakah kelak akan ada karmanya?” bersamaNYA kami menjawab.
Sahabatku… Apa itu rezekiNYA? Pertama-tama
mari kita membuat ini jelas terlebih dahulu. Karena jujur saja kita sedikit
tersesat mengartikan kata “rezeki”.
Kita menghitung rezeki sebagai
uang. Kita menghormati rezeki sebagai status. Kita mengagumi rezeki sebagai
keuntungan. Akhirnya saat kehilangan uang, status dan keuntungan kita pun
bergegas mencari rezeki. Seakan kita tidak memiliki rezeki apapun.
Sehingga akhirnya kita selalu
menanam maindset, kalau rezeki adalah apa-apa yang ada diluar diri. Padahal
sebenarnya kita lah rezeki itu sendiri. Dirimu secara keutuhan adalah rezeki
dariNYA.
Nafas ini adalah rezeki dariNYA. Detak
jantung ini adalah rezekiNYA. Gerakan ini adalah rezekiNYA. Mata yang
mengerling ini, darah yang mengalir ini, rambut yang mengibas ini, diri ini seluruhnya
adalah rezekiNYA.
Pahamilah sahabatku… Semesta ini
adalah rezekiNYA. Tidak ada sedikit pun dari diri kita yang bukan rezekiNYA
atau tidak ada satu pun yang terlepas dari rezekiNYA. Tidak juga ada satu
bagian pun dari apapun yang kita akui, kecuali itu adalah rezekiNYA. Bahkan kemampuan
kita untuk mengakui, adalah rezekiNYA.
Jadi, mari kita bergembira… Kita adalah
rezekiNYA yang selalu menerima rezekiNYA. Lalu, dengan cara apa kita akan
menggunakan rezekiNYA ini sahabatku…? Dengan cara apa…?
Tentu jawabannya adalah pilihan,
bukan?
Setiap pilihan akan membawa
kepada sebab akibat yang harus diterima. Inilah yang kita sebut dengan KARMA. Apakah
seseorang akan menerima karma apabila dirinya memilih memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan cara yang kotor? Jawabannya adalah, iya. Sama juga saat
seseorang memilih memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang baik-baik, dirinya
juga akan menerima karma.
Karma itu tidak seperti istilah
dosa. Saat kita berbicara tentang karma maka kita akan berbicara tentang DAMPAK
dan bukan PEMBALASAN. Segala pilihan selalu memiliki dampak dan ini adalah
keniscayaan.
Semua yang kita lakukan membentuk
konsekuensi positif atau negative bagi diri kita sendiri dan bagi luar diri
kita. Itulah kenapa, menggunakan karma sebagai seperangkat pedoman yang ampuh
untuk hidup akan mampu mendorong kita untuk lebih memperhatikan pikiran,
tindakan, dan perbuatan kita sebelum kita membuat pilihan (waskita).
Sahabatku… Dzat Maha sudah
memberikan segalanya untuk kita bentuk. Api bisa menjadi baik dan bisa juga
menjadi buruk semua tergantung bagaimana kita membentuknya. Kita bisa menikmati
air untuk membersihkan, kita juga bisa menenggelamkan diri dengan air.
Prakteknya sama saja, seseorang
bisa memilih cara yang baik atau cara yang kotor untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Apapun pilihannya, selalu ada konsekuensi yang menunggu. Itulah yang
disebut dengan hukum sebab akibat semesta.
Hukum sebab akibat ini bukanlah
hukuman, tetapi sepenuhnya untuk pendidikan atau pembelajaran. Karma itu bukan
dendam dari semesta yang dibawa. Melainkan hanya konsekuensi dari setiap
pilihan yang dipilih. Baik dipilih dengan unsur kesengajaan ataupun dengan
unsur ketidaksengajaan.
Prinsip dalam hidup ini
sebenarnya sangat simpel; hindari sebabnya kalau tidak mau merasakan akibatnya.
Manusia harus mampu melihat
segala tindakan dan kejadian dalam sudut pandang hukum sebab akibat. Namun
kenyatannya sekarang terbalik. Manusia kebanyakan menghindari akibatnya dan
tetap melakukan sebabnya.
Akhirnya kebanyakan orang tidak
selalu siap untuk menerima karma dari tindakannya sendiri. Lalu saat mereka
harus menerima karma dari perbuatannya sendiri. Mereka langsung berpikir kalau apa
yang mereka derita adalah hukuman dari Dzat Maha.
Padahal kalau dipikir-pikir
bagaimana bisa Dzat Maha Penyanyang menghukum – kemanakah kasih sayangNYA,
bukan?
Tentunya akal kita mengingkari
kalau kasih sayang Dzat Maha bisa hilang dan berubah menjadi kemurkaan.
Sayangnya kita besar dengan doktrin itu. Kita terdoktrin untuk menakuti hukuman
dari Dzat Maha. Padahal Dzat Maha hanya membimbing sebuah pelajaran hidup, agar
manusia lebih ber-waskita.
Lalu, bagaimana solusinya
sekarang?
Kalau kita terlanjur melakukan
sebab yang mengakibatkan karma yang buruk maka satu-satunya jalan adalah
membersihkan karma.
Membersihkan karma artinya
berhenti melakukan sebab dan memperbaiki sebab yang sudah terlanjur dibuat
untuk memperbaiki akibat. Sehingga sistem bergulir terbalik, dan pelan tapi
pasti kita terlepas dari akibat-akibat buruk dari apa yang kita lakukan
sendiri.
Untuk membersihkan karma yang
sudah terlanjur dipilih dibutuhkan pilihan. Hanya saja setiap pilihan bisa
kalah oleh dua hal; pertama, kalah dengan ketakutan. Kedua kalah dengan
keserakahan.
Beruntungnya dua rasa ini, baik
itu rasa takut atau rasa serakah tidaklah benar-benar nyata. Dua rasa ini
hanyalah permainan ego kita saja. Jadi jangan biarkan akal kalah, saat
kesadaran sudah menyadari kesalahannya sendiri.
Akal adalah senjatanya ego. Dzat
membuatkan kita akal untuk menentukan tindakan apa yang akan kita perbuat.
Inilah gunanya akal itu hadir, dimana dengan akal kita belajar membuat
keputusan untuk menentukan yang baik menggunakan seluruh rezekiNYA.
Menentukan adalah memilih. Lebih
tepatnya memilih pilihan-pilihan yang sudah diperhatikan dan diberpikirkan
secara mendalam terlebih dahulu.
Menentukan berbeda dengan
menetapkan. Menetapkan adalah tugasnyaNYA. Sementara menentukan itu masih
tugasnya manusia.
Disebut tugas karena kita sudah
diberi rezeki akal pikiran untuk mampu menentukan mana yang baik dan mana yang
buruk. Kita sudah diberi rezeki akal
pikiran untuk mampu mengolah dan memikirkan hasil akhir dari sebuah tindakan.
Kita sudah diberi rezeki akal pikiran untuk mampu memilih pilihan yang baik dan
meninggalkan pilihan yang buruk.
Jadi mohon jangan sia-siakan
rezeki terbaik dariNYA ini. Gunakanlah rezeki terbaikNYA ini untuk terus
membentuk karma kebaikan.
Setiap kita menginginkan karma
kebaikan dan bukan karma keburukan karena kita memang terlahir sebagai fitrah
kebaikanNYA. Karenanya, hormatilah diri yang sudah menjadi rezekiNYA ini. Biarkan
akal dan jiwa kita benar-benar memahami hukum sebab akibat dari segala tindakan
yang akan kita aksikan. Gunakanlah akal kita bukan ego kita untuk memilah
segala pilihan yang akan diberaksikan.
Apabila kita terlanjut menoreh
karma yang buruk dalam hidup ini percayalah pada kasih sayangNYA yang tidak
terbatas. Percayalah kalau ini hanyalah pelajaran kehidupan. Kita belajar dari
setiap karma, baik itu karma baik ataupun karma buruk.
Janganlah takut… Karma bukanlah
hukuman, karma hanyalah pelajaran yang belum kita pelajari. Sekaranglah saatnya
kita belajar.
Tentunya dalam luasnya semesta
akan ada banyak jalan untuk memahami pelajaran. Jalan itu tidak perlu dinilai
baik atau buruk. Namun hanya perlu dilalui. Kita lalui untuk menjadi lebih baik
dalam hidup ini.
Kita memang akan selalu menerima
pelajaran. Karena itu jangan terlalu percaya diri atau mencibir mereka yang
sedang menerima pelajaran. Kita tidak pernah lebih baik dari mereka yang sedang
menerima pelajaran dan mereka tidak pernah lebih buruk. Jangan juga mencibir
diri sendiri.
Percayalah kalau kita mampu
memilih karma terbaik dengan seluruh rezeki yang sudah dianugerahiNYA ini.
Percayalah kalau kesempatan membersihkan karma itu selalu ada dan tidak pernah
tertutup.
Detik ini pilihlah yang terbaik sahabatku…
Pilihlah untuk membersihkan karma dengan menggunakan seluruh rezekiNYA ini.
Salam Semesta
Copyright © 2022 www.pesansemesta.com
Follow : https://www.instagram.com/pesansemesta.ig
Subscribe :
https://www.youtube.com/c/pesansemesta