Saling memakmurkan adalah saling memfungsingkan diri untuk
kehidupan, untuk ketersalingan yang harmonis dan bukan untuk keuntungan yang
egois.
Kita memakmurkan kalau kita sudah bisa berperan untuk keuntungan
semesta, dan bukan sekedar berperan untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri.
Berbicara saling memakmurkan, bukan membicarakan hak tapi
kewajiban. Bukan lagi mana hak saya sebagai semesta? Tetapi apa kewajiban saya
sebagai semesta?
Sahabatku… hidup sudah menjadi hak yang sudah kita terima,
dan sekarang tinggal kewajiban kita saja.
Kalau sinar matahari menyinari seluruh wajah manusia. Maka
begitulah kita harus juga bersinar untuk seluruh wajah manusia. Bukankah sinar
itu dipancarkan matahari tanpa mengenal kata imbalan?
Andaikan matahari yang sedang menyinari kita ini meminta
keuntungan dari pembuatnya, mungkin tata surya ini sudah luluh lantah karena
egonya matahari.
Matahari menghangatkan lautan, membangkitkan atmosfer,
menghasilkan pola cuaca, dan memberikan energi untuk satu tanaman hijau yang
berkembang lalu memberikan makanan dan oksigen bagi kehidupan di Bumi.
Makmurnya planet Bumi kita ini karena matahari tidak pernah menyimpan egonya.
Lalu haruskah kita luluh lantah karena ego pengemis
keuntungan yang masih disimpan?
Jawablah masing-masing sahabatku… Manusia yang beruntung
tidak akan mengemis keuntungan, mereka hanya akan bergerak menyebar keuntungan.
Jadilah semesta yang beruntung itu sahabatku…
Caranya adalah dengan mulai menjadi semesta yang
memakmurkan.
Mari kita bergerak sebagaimana keniscayaan semesta. Meski
itu hanya sesederhana bergerak mengangkat satu krikil dari tengah jalan. Tapi
ingat, saat kita bergerak, ingatkan juga ego diri kalau ini untuk memakmurkan
semesta dan dengan tulus diri ini akan memakmurkan tanpa meminta upah, ataupun
keuntungan dari Dzat Maha Yang Menggerakkan.
Jadi sekarang ini bukan tentang bagaimana saya bisa kaya?
Tapi bagaimana saya bisa membuat kaya. Bukan tentang bagaimana saya bisa
bahagia? Tapi bagaimana saya bisa membuat bahagia. Karena begitulah arti
memakmurkan dalam kemakmuran.
Kemakmuran tidak mencari keuntungan pribadi, kelompok atau
golongan. Kemakmuran adalah kehidupan untuk kehidupan. Karena seluruhnya ada
dalam kehidupan SANG PENCIPTA maka merupakan keniscayaan semesta untuk bergerak
sesuai penciptanya, yaitu kehidupan untuk kehidupan.
Dan inilah yang kita lupakan sahabatku… Kita lupa tentang
kehidupan untuk kehidupan. Kita hanya sangat peduli untuk me-makmur-kan
kehidupan kita sendiri, tanpa peduli untuk me-makmur-kan kehidupan lain.
Hasilnya kita menjadi semesta yang berperan sempit. Dimana
kita hanya berperan untuk keuntungan bukan kemakmuran, dan inilah jawaban dari
ketidak beresan yang terjadi dalam planet kita.
Memang harus diakui ada yang salah dari tatanan kehidupan
kita sekarang. Ada yang salah dengan bagaimana kita hidup dan ada yang salah
tentang bagaimana kita berfungsi. Kesalahan-kesalahan yang muncul karena
sesuatu yang sudah kita wajarkan sekian lama.
Kita menormalkannya, dan tidak sadar bahwa apa yang kita
kerjakan dalam hidup ini telah merubah tatanan kehidupan yang sudah
diciptakanNYA sangat seimbang dan sangat nyaman bagi semuanya. Kita menghapus
keniscayaan yang seharusnya.
Seharusnya kita hidup seperti udara, semua yang dibumi
menghirup udara. Seperti atmosfir, semua bagian bumi tertutupi atmosfir. Seperti
tanah, semua bagian bumi memiliki tanah. Begitulah seharusnya juga diri kita
dan begitulah juga seharusnya kita hidup.
Seharusnya kita hidup sebagai kesadaran yang sadar kalau
sebagai semesta kita hanya hidup dalam kehidupan untuk kehidupan. Dari satu kehidupan
untuk seluruh kehidupan.
Namun apakah hidup kita sekarang seperti ini? Sayangnya
tidak…
Kita bergerak dari satu kehidupan hanya untuk satu
kehidupan. Kita hidup, namun hidup kita hanya terdedikasikan untuk diri
sendiri, bukan untuk seluruh kehidupan. Kita hidup hanya untuk mengagungkan
satu kelompok dan menistakan kelompok yang lain.
Saat ini rahmat bagi semesta alam hanya bagian yang bisa
dibaca tapi tidak mau dipraktekkan. Hanya semboyan lama dalam kekosongan peran
yang nyata.
Sahabatku… Tulisan keras ini bukan sekedar mengingatkan
tentang berapa rupiah yang kita keluarkan untuk sesama, tapi mengingatkan
tentang kesadaran yang terlupakan. Yaitu kesadaran untuk menyadari kalau dirinya
adalah bagian dari kesatuan semesta untuk saling berperan secara sukarela.
Saling memberi untuk saling menerima. Saling melepas senyum untuk saling
berbahagia. Saling berpegang erat untuk saling percaya.
Perlahan-lahan saja, ajaklah ego dengan perlahan dan lembut.
Katakan padanya kalau sudah saatnya dia menjadi semesta yang memakmurkan. Ego
yang paham akan terbujuk.
“Bagaimana pun ikatan pada hidup ini adalah keniscayaan.
Kita jalani saja dengan tujuan saling memakmurkan, tujuan paling dasar.” KDZA
Copyright 2022 © www.pesansemesta.com
Follow : https://www.instagram.com/pesansemesta.ig
Subscribe : https://www.youtube.com/c/pesansemesta